Part 4 - Welcome

100 10 0
                                    


Beberapa penjaga tak bisa berbuat apa-apa ketika Brianna--Adik kandung--sang CEO memaksa bertemu dengan atasannya. Antisipasi sudah mereka perhitungkan jika Brian mengamuk akan ketidakbecusan mereka dalam menjalankan tugas.

Di depan ruangannya, Brianna memaksa kedua bodyguard yang menggantikan tugas Rose dan Mike dikarenakan panggilan dadakan yang mereka terima.

"Buka pintunya, aku ingin menemui Boss besar kalian." Brianna memberi perintah.

"Baik, Miss." Sebelum salah seorang bergerak mengetuk pintu, pintu terbuka lebar dengan seorang wanita terlempar dari dalam ruangan.

"Mulai besok, jangan tunjukkan wajah menjijikanmu padaku!"

Brakk!

Brianna berjengit kaget ketika pintu ruangan itu dibanting keras. Mata indahnya beralih pada wanita berpakaian kurang bahan tengah menangis sembari menggedor-gedor ruangan Brian dengan drama menjijikannya itu. Bibirnya berdecak malas. Cih, memuakkan!

"Aku turut sedih atas kegagalan rencanamu, Nona," katanya dengan wajah dibuat sememelas mungkin. Mata kebiruan itu menelisik lawan bicaranya. "Kau bukan tipenya."

"Kalian berdua," tunjuk Brianna pada dua bodyguard di sampingnya.  "Bereskan wanita ini. Jangan biarkan dia ada di sekitar perusahaan ini."

"Baik, Miss."

Brianna melangkah masuk tanpa memperdulikan teriakan Tania. Wajah cantiknya berbinar bahagia ketika pandangannya tertuju pada pria tampan tengah memunggunginya. Kedua tangannya mengepal erat. Wajahnya memandang sayu pada layar ponselnya yang memampangkan foto seorang wanita berkimar merah muda tengah mengelus perut buncitnya, bahagia. Senyuman menghiasi wajah cantiknya membuat sesak dalam dada.

"Kakak ...."

Brian memutar tubuhnya. Seketika pandangan mereka bertemu. "Apa yang kau lakukan di sini, Nona Brianna Alexandra Georgia Morgan?" tanya Brian, tajam.

Brianna mendesah lelah, tersenyum tipis pada sang Kakak. "Menemui Kakakku tersayang, apalagi."

"Jika tidak ada alasan lain sebaiknya kau keluar dari ruanganku."

"Oh ayolah ... Kak. Please, kau boleh membenci Papa, tapi jangan membenciku," keluhnya. "Apa kau ikut menyalahkanku atas meninggalnya Bunda yang sama sekali tidak kuketahui."

"Apa maksudmu tidak diketahui, he? Kau bahkan tidak mau ikut bersamaku waktu aku melarikan diri dari rumah terkutuk itu dan sekarang ...."

Tawa penuh pesakitan memenuhi ruangan. Tangan besarnya mengusap wajahnya, kasar. Netra setajam pisau menusuk netra kebiruan Brianna. Dalam, hingga Brianna bisa merasakan bagaimana sakitnya apa yang dirasakan Brian selama ini.

"Dan sekarang kau datang mengaku sebagai Adikku? Adikku?" Brian menunjuk dirinya sendiri kemudian berdecih, kesal. "Aku tidak mempunyai Adik sepertimu, Nona Brianna Alexandra Georgia Mogran yang terhormat!"

"Apa kau melupakan janjimu sebelum pergi dari rumah, Kak? Apa kau lupa setelah kau mempunyai pekerjaan, kau akan menjemputku dan kita akan hidup bahagia. Hanya ada kau dan aku, kita berdua. Kau mengingkarinya, Kak. Kau meluapkan janji yang sudah terucap dari bibirmu dulu padaku. Kau jahat, Kak! Kau jahat!"

***

Suara tetesan air menggema di sebuah ruangan pengap dengan minim pencahayaan. Di sebuah kursi, seorang wanita terikat menatap tajam wanita berpakaian serba hitam di hadapannya. Beberapa kali wanita terikat itu mencoba meronta, namun sia-sia sudah usahanya.

"Jadi, dia berusaha membunuh Mr. Alexander kemarin malam?" tanya Rose, tak percaya dengan informasi yang baru didengarnya.

Mike berdecak tak percaya. "Benar-benar tak habis pikir. Aku kira dengan pakaian tertutupnya, dia benar-benar orang baik. Tapi, rupanya dia seorang pembunuh bayaran yang menyamar menjadi orang baik." 

"Aku pun tidak percaya dengan apa yang kulihat. Tapi, inilah kenyataanya," ujar wanita bercadar di samping Rose.

Kedua tangannya bersidekap, kejoranya memandang lurus tahanannya yang terus berontak. Zainab alias Eliza melotot marah pada wanita bercadar di hadapannya.

Sorot lembut yang dulu terpancar dari mata itu terganti dengan kedinginan yang membuat siapa pun yang menatap indahnya kejora itu menggigil ketakutan. Aura dingin terpancar tatkala wanita misterius itu memandang lampu redup di atas kepala sang tahanan.

"Miss, mengapa Anda baru muncul sekarang? Saya sangat merasa bersalah atas insiden waktu itu. Bahkan Mr. Alexander terlihat tidak mempunyai gairah hidup lagi. Walau Nona Muda hadir dalam hidupnya," ujar Mike, dengan suara bergetar.

Rasanya bertemu dengan wanita itu sungguh membuat jantungnya hampir copot setelah mengingat kejadian 1 Tahun lalu yang menyatakan wanita itu telah tiada. Mike tidak kuasa menahan rasa bersalah mengingat ia diperintahkan oleh Bos besarnya untuk menjaga wanita yang tengah mengandung. Istri sang Mafia. Kanaya Alexander.

Desahan keluar dari mulutnya. Kejora kecoklatan itu melirik Rose sekilas, lalu memandang jauh. Berbagai kelebatan memori bermunculan di otaknya tentang insiden penculikan hingga pembunuhan terpatri dengan begitu jelas. Air mata, darah, tembakan, hingga siksaan ia dapatkan setelah berhasil melahirkan buah cintanya bersama Brian.

Hanya sebuah dendam semata, ia disiksa hingga hampir mati. Mereka bahkan memanipulasi kematiannya demi membuat suaminya lemah. Dan begitulah mereka bergerak--menyusup ke dalam keluarga Salfotara--mengirim Eliza--sebagai pembunuh bayaran--berkedok pengasuh.

"Ingatanku hilang, butuh waktu beberapa waktu untuk mengembalikannya," kilahnya.

"Ba--bagaimana bisa Anda hilang ingatan, Miss? S--saya tidak mengerti akan semua itu?"

"Bisakah kau membantuku, Nona Rose?" tanyanya, mengalihkan pertanyaan Rose. Bagaimana pun, dia tidak mungkin menceritakan bagaimana ia menghilang dan kembali dalam kurun waktu setahun.

Mengerti akan jalan pikiran wanita itu, Rose memaklumi. Mungkin Sang Nyonya belum bisa menceritakan apa yang sebenarnya menimpanya hingga baru muncul sekarang.

"Tentu. Apa itu, Miss?"

"Tolong kau dan Mike ke Austria sekarang. temui orang yang bernama Joanna. Ambil seorang bayi laki-laki bernama Aaron. Jika dia menolak memberikan anak itu, berikan ini padanya. Dia akan memberikan anak itu pada kalian."

Sebuah gelang batu safir ia letakkan di atas tangan wanita itu. Sejenak Rose memandangi gelang itu dengan perasaan tak mengerti. Kemudian menatap kembali wanita bercadar di sampingnya dengan tatapan tak mengerti. Apa yang Anda rencanakan, Miss Kanaya ? guman Rose dalam hati.

"Baik, Miss."

"Pergilah sekarang. Jangan sampai ada seorang pun yang mencurigai kalian."

Next

ISTRI SATU MILYAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang