9. Kembali Bekerja

2.1K 343 42
                                    

"Oh baik! Lo pikir gue sudi mencampuri urusan lo." Raffael berdecih keras. "Dan karena kita sudah sepakat, mari kita sama-sama berdoa kalau kejadian di malam terkutuk itu tidak menghasilkan penerus Fernandez di rahim lo yang kotor itu!"

Setelah mengatakan kata-kata pedas itu Raffael kemudian keluar dari kamar, meninggalkanku begitu saja yang tertohok karena ucapannya. Dengan cepat aku berlari memasuki kamar mandi, menyalakan shower lalu menempatkan diriku yang mulai menangis di bawah kucurannya, masih dengan pakaian lengkap aku membiarkan hangatnya air shower mengguyur sekujur tubuhku yang bergetar karena tangis.

Semoga saja aku tidak jadi hamil karena malam itu.

##

Paginya, aku bangun lebih pagi dan langsung bersiap untuk pergi bekerja. Ku lihat Raffael yang baru terbangun langsung mengamati penampilanku dari atas sampai bawah dengan sepasang alisnya yang terangkat, tapi aku mengabaikannya. Hatiku masih begitu sakit mengingat ucapannya yang semalam.

"Lo mau kerja?"

Kakiku reflek berhenti tepat di depan pintu, aku cukup kaget mendapatkan pertanyaan darinya. Bukankah semalam kita sudah sepakat untuk tidak saling mencampuri urusan masing-masing? Tapi karena tidak ingin berdebat, aku pun mengangguk saja tanpa menoleh padanya.

"Kerja dimana?"

Dia bertanya lagi dengan suara yang terasa lebih dekat, dan aku terkejut saat mengetahui dia sudah berdiri tepat di sebelahku dengan sepasang lengan kokohnya yang saling bersedekap. Buru-buru kupalingkan wajahku kembali saat mendapati dadanya yang telanjang kini berada tepat di sisi wajahku. Oh iya, dia memang selalu tidur dengan telanjang dada, itulah kenapa aku semakin merasa tak nyaman berada sekamar dengannya.

"Di PT. Gemilang Praja," jawabku pelan.

"Serius?"

Aku kembali mengangguk, mencoba memaklumi ketidakpercayaannya, mengingat setiap kali kunjungan Raffael ke kantor itu, hanya aku yang menyadarinya sementara dia menoleh padaku pun tidak--meski beberapa kali ia melintas dihadapanku saat itu. Tapi tidak apa-apa, lagi pula siapa sih aku? Kalau bukan karena Monika, mana mungkin Raffael mengenalku.

"Udah lama lo kerja disana?"

Kali ini aku menggeleng, karena memang baru 5 bulan aku bekerja disana--tepatnya setelah aku terbangun dari koma. Aku mencoba melamar di kantor itu dan tidak menyangka kalau akan diterima bekerja disana.

Setelah mendapatkan jawaban dariku, Raffael tidak lagi bertanya, dan segera ku gunakan kesempatan itu untuk bertolak keluar, meninggalkannya yang membatu di depan pintu.

Tiba di ruang makan, aku cukup terkejut saat mendapati seluruh keluarga Raffael sudah berada disana. Kapan pulangnya coba? Namun karena tidak ingin membuat suasana pagi ini menjadi buruk, aku memilih untuk tidak bertanya soal kemarin.

"Pagi Nay," sapa Tante Alea sembari mengembangkan senyumnya padaku, dia bersikap biasa saja, seolah kemarin tidak pernah terjadi sesuatu.

Aku tersenyum kikuk saat di tempat duduk kulihat Kaysha dan Kaivan saling melemparkan senyuman misteriusnya padaku. Aku menebak, pasti kedua abg itu kini tengah membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi antara aku dan Raffael kemarin.

"Kamu udah mulai kerja ya Nay?" tanya Tante Alea padaku.

"Iya, Tante." Ku lihat Tante Alea melototkan matanya saat lagi-lagi aku lupa memanggilnya Mama. Baiklah, sepertinya aku harus lebih sering membiasakan diri untuk memanggilnya Mama. "Maaf Ma, Naya hanya belum terbiasa."

"Kalo gitu, harus lebih sering di biasakan lagi dong Nay. Biar nanti kamu bisa lebih luwes manggil kami Mama dan Papa, iya kan Kak?"

"Iya Sayang." Pertanyaan Mama Alea yang langsung di setujui oleh Papa Dava membuatku tak kuasa menahan buncahan kebahagiaan di hati.

(Un)Wanted BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang