19. Naik motor

2.4K 401 96
                                    

"Naya nggak akan kemana-mana tanpa seijin dari gue!"

Tiba-tiba sebuah suara yang sudah sangat ku hafal terdengar di belakang kami. Aku melihat Raffael tengah berjalan kearah kami dengan mata yang berfokus pada tanganku yang di genggam oleh Kak Firma.

Aku buru-buru menarik tanganku dari genggaman Kak Firma, khawatir Raffael akan salah paham. "Raf, kenalkan ini Kak Firma. Kak Firma ini Kakaknya...."

"Gue sudah tahu tentang hubungan terlarang kalian!" sambar Raffael.

##

Aku membeku mendengar sindirannya. Apa dia berpikir kabar itu memang benar? Ya Tuhan, pantas saja jika selama ini dia begitu jijik padaku, ternyata karena gossip ini salah satunya. Tapi siapa yang tega mengatakan kebohongan itu kepada Raffael? Apakah Monika yang memberitahunya--mengingat tidak ada orang lain yang mengetahui perihal ini selain keluarga Om Hery.

"Karena lo udah tahu, jadi sebaiknya sekarang juga lo ceraikan Naya gue! Karena mulai sekarang gue yang akan menikahinya!" gertak Kak Firma.

Raffael berdecih dengan tatapan jijiknya pada kami. "Oya? Lo pikir akan semudah itu membawanya pergi dari sini?" Dia kemudian menarikku ke sisinya. "Naya sekarang istri gue, jadi baiknya mulai sekarang lo kubur aja mimpi lo itu, karena Naya nggak akan pernah jadi milik lo!"

Setelah mengatakan kalimat itu, Raffael kemudian membawaku masuk kedalam meninggalkan Kak Firma sendirian. Tiba di depan pintu kamarku, Raffael melepaskanku, dan sesaat setelah memberiku tatapan membunuhnya ia kemudian menghela pergi, hendak meninggalkanku yang masih termangu melihat sikapnya.

"Raf, sebenarnya kami...."

Raffael berhenti, lalu menoleh lewat bahunya. "Aku mengatakan itu untuk Monika, karena aku tahu dia pasti tidak akan suka melihat Kakak dan sepupunya menjalin hubungan yang terlarang," sambarnya dengan pedas.

Aku yang merasa tertohok sontak terdiam, mendadak kehilangan keberanian untuk menjelaskan yang sebenarnya. Ya, seharusnya aku tidak perlu besar kepala, karena tujuan Raffael menahan kepergianku pasti bukan karena dia peduli padaku, tapi karena demi Monika. Selalu ... Dan selamanya akan selalu begitu. Namun, tak pelak fakta tersebut kembali menyakitiku seperti biasanya.

Oh Tuhan, mengapa aku harus tersakiti dengan mudah olehnya yang tidak pernah mencintaiku?

Dan pemikiran itu berhasil menghantam hatiku dengan pedih, mengapa seakan-akan aku jadi mengharapkan Raffael seperti ini? padahal sejak awal aku sadar cinta Raffel hanya untuk Monika, lantas mengapa aku sampai melibatkan perasaan dalam pernikahan ini?

##

Dikantor, aku tidak lagi mendapatkan pekerjaan yang banyak seperti biasanya, aku sendiri tidak tahu mengapa Pak Roy tidak lagi memberiku tugas yang banyak. Jadi dalam beberapa hari ini, aku bisa pulang tepat waktu seperti karyawan lainnya. Sampai di lobi saat akan pulang dengan Mely, tiba-tiba Mario menghampiri. Aku pun langsung buru-buru menarik tangan Mely untuk segera pergi.

"Nay, itu Pak Mario manggil kamu tuh!" kata Mely dengan suara cemprengnya yang langsung membuatku kesal.

"Udah biarin aja, yuk buruan pulang!" sahutku cepat, tanpa menoleh sedikitpun.

Tapi sebelum aku sempat membawa Mely pergi, Mario sudah keburu mencekal lenganku.

"Kamu kenapa sih, Nay? Akhir-akhir ini ko menghindariku terus?" tanya Mario saat sudah berhadapan denganku.

Aku menunduk, menolak untuk menatapnya. "Ah, nggak ko. Itu mungkin cuma perasaan kamu aja!" jawabku mencoba untuk terdengar biasa.

Mario terdiam, mengamatiku lamat-lamat. "Syukur deh kalo itu nggak benar, tadinya ku pikir ... Raffael yang sudah membuatmu menjauhiku," katanya dengan wajah murung.

(Un)Wanted BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang