Bab IX. Hubungan Sosial di Uni Soviet

0 0 0
                                    

Dalam industri, kepemilikan negara atas alat-alat produksi berlaku hampir secara universal. Di pertanian, sistem ini berlaku mutlak hanya dalam pertanian-pertanian Soviet, yang mencakup tidak lebih dari 10 persen tanah tergarap. Dalam pertanian-pertanian kolektif, koperasi atau kepemilikan kelompok dikombinasikan dengan beragam proporsi dengan kepemilikan negara dan pribadi. Tanah, sekalipun secara hukum merupakan milik negara, telah dipindahtangankan ke kolektif-kolektif untuk penggunaan “untuk selamanya”, yang sedikit perbedaannya dengan kepemilikan kelompok. Traktor-traktor dan mesin-mesin besar dimiliki oleh negara; mesin-mesin yang lebih kecil dimiliki oleh kolektif. Setiap petani kolektif masih tetap melakukan pertanian perorangan. Akhirnya, lebih dari 10 persen petani tetap menjadi petani individual.

Menurut sensus 1934, 28,1 persen populasi adalah buruh atau pekerja pada perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga negara. Buruh industri dan konstruksi, tidak termasuk keluarga mereka, di tahun 1935 mencapai 7,5 juta. Pertanian kolektif dan koperasi kerajinan-tangan, pada saat sensus, mencapai 45,9 persen populasi. Pelajar, prajurit Tentara Merah, kaum pensiunan dan elemen-elemen lain yang sepenuhnya bergantung pada negara, mencapai 3,4 persen. Seluruhnya, 74 persen populasi termasuk ke dalam “sektor sosialis” dan 95,8 persen kapital dasar negeri dikuasai 74 persen ini. Para petani dan pengrajin perorangan, di tahun 1934, berjumlah 22,5 persen, tetapi mereka hanya memegang kepemilikan atas sekitar 4 persen dari kapital nasional!

Sejak 1934 tidak ada lagi sensus; yang berikutnya akan dilakukan pada tahun 1937. Tidak diragukan lagi bahwa selama dua tahun belakangan ini sektor usaha pribadi telah terus menyusut dibandingkan dengan yang “sosialis”. Petani dan pengrajin perorangan, menurut perhitungan para ahli ekonomi pemerintah, kini mencapai sekitar 10 persen dari populasi—yakni, sekitar 17 juta orang. Bobot ekonomi mereka juga menyusut jauh lebih banyak daripada jumlah mereka. Sekretaris Komite Sentral, Andreyev, mengumumkan pada bulan April 1936: “Bobot relatif produksi sosialis di negeri kita tahun 1936 akan mencapai 98,5 persen. Artinya, sekitar 1,5 persen masih dimiliki oleh sektor non-sosialis.” Angka-angka yang optimistik ini sepintas kilas merupakan bukti tak terbantahkan dari kemenangan “mutlak dan tak tergoyahkan” dari sosialisme. Tetapi bodohlah orang yang tak dapat melihat realitas sosial di balik angka-angka ini!

Angka-angka itu sendiri didapatkan dengan agak memaksa: cukuplah kita tunjukkan bahwa lahan-lahan pribadi yang melekat pada pertanian kolektif dimasukkan ke dalam sektor “sosialis”. Namun, ini bukanlah inti masalahnya. Superioritas statistik yang hebat dan sangat tak terbantahkan dari bentuk-bentuk perekonomian negara dan kolektif, sekalipun penting bagi masa depan, tidaklah menyingkirkan masalah lain yang tidak kalah pentingnya: yakni kekuatan tendensi borjuis di dalam sektor “sosialis” itu sendiri, dan bukan hanya dalam pertanian melainkan juga dalam industri. Capaian material yang telah tercapai sudah cukup tinggi untuk membangkitkan peningkatan permintaan dalam semua bidang, tetapi masih kurang untuk memenuhi permintaan itu. Dengan demikian, dinamika kemajuan ekonomi ini melibatkan satu pembangkitan nafsu borjuis kecil, bukan hanya di antara kaum tani dan para perwakilan buruh “intelektual”, tetapi juga di tengah lingkaran teratas kaum proletar. Satu antitesis telanjang antara para pemilik bisnis swasta dengan para petani kolektif, para pengrajin perorangan dan industri milik negara, tidaklah memberikan gambaran sedikitpun tentang daya ledak nafsu-nafsu ini, yang merasuk ke dalam seluruh perekonomian negeri, dan mengekspresikan diri mereka di dalam hasrat setiap orang untuk memberi sesedikit mungkin bagi masyarakat sementara menerima sebanyak mungkin dari masyarakat.

Tidak kurang banyaknya tenaga dan pemikiran yang dihabiskan untuk memecahkan masalah korupsi dan konsumerisme ketimbang yang dihabiskan untuk pembangunan sosialisme dalam maknanya yang sejati. Dari situlah asalnya sebagian sebab dari rendahnya produktivitas kerja sosial. Sementara negara terus berjuang melawan aksi-aksi molekular dari kekuatan-kekuatan sentrifugal ini, lingkaran penguasa itu sendiri menjadi waduk utama dari akumulasi pribadi, baik yang legal maupun ilegal. Karena mereka menutup wajah mereka dengan kedok norma yuridis, tendensi-tendensi borjuis kecil ini tentu saja tidak dapat ditentukan secara statistik. Tetapi dominasi nyata mereka dalam kehidupan ekonomi terbukti, terutama, oleh birokrasi “sosialis” itu sendiri, yang merupakan contradictio in adjectotelanjang, penyimpangan sosial yang mengerikan dan terus tumbuh, yang pada gilirannya menjadi sumber pertumbuhan kanker dalam masyarakat.

REVOLUSI YANG DIKHIANATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang