🍁9🍁

4 0 0
                                    

*****

Gelisah. Tidak percaya. Itulah yang dirasakan Arumi sejak beberapa menit yang lalu. Jok mobil pajero milik Raka yang diduduki, bagai menyimpan bara di bawahnya. Terasa panas dan tidak nyaman.

Menjadi orang terakhir yang memasuki mobil, dan menempati bangku penumpang tengah. Lalu sibuk membenahi tas ransel yang berisi beban cukup berat. Arumi terlambat menyadari bahwa di kursi belakang, ada orang lain yang duduk bersebelahan dengan Gito pacar Puput.

"Zayn. Teman Raka. Kamu ... kerja di Saung juga?"

Suara itu, yang menjawab basa basi perkenalan dari Gito, membuat Arumi terkesiap dan seketika menoleh ke belakang. Terkejut. Reaksi itu jelas kentara dari mata bulat Arumi yang membeliak.
Beberapa detik, gadis itu menatap pria yang sedang berfokus pada Gito.

Arumi yang sebelumnya menjadikan hari ini sebagai salah satu hari terbaik, memulai paginya dengan perasaan bahagia dan ceria, perlahan kehilangan rona wajah. Pias.

"Enggak. Saya pacar Puput." Gito menjawab cepat dengan senyum simpul.

Setelahnya, Zayn menoleh pada Arumi yang wajahnya tampak horor. Membuat kesadaran gadis itu kembali. Segera Arumi mengalih pandang pada Puput di sebelahnya. Wajah sahabat Arumi itu pun menunjukkan raut heran dan tanya sekaligus.

Zayn yang paham atas keterkejutan gadisnya, hanya menampakkan senyum geli dengan gestur tubuh yang sangat santai.

"Ekhem ... Berapa lama sampai Golaga ya, Mbak?" Puput berusaha memecah keheningan setelah sekian menit si hitam melaju.

"Lebih kurang sejam asal nggak macet. Nanti kita lewat Purbalingga-Pemalang." sahut Raka menggantikan adiknya menjawab.

"Oh ... kira-in jauh Mas, hehe ..."

"Nggak. Cuma agak naik aja jalannya."

"Syukurnya cuaca bagus. Nggak kayak kemarin." Nadia tersenyum tipis.

"Ke Golaga aja atau ke mana lagi Mbak Nad? Kan Purbalingga banyak obyek wisata tuh," tanya Puput lagi.

"Tanya-in Mas Raka tu. Aku ngikut aja si. Orang mau kencan berduaan sama Arum, direcokin." Nadia terkekeh. "Malah diajak ke Golaga. Penasaran dia. Kabarnya Goa Lawa udah bagus. Nggak kayak dulu waktu kapan terakhir kita ke sana ya, Mas. Masih gelap. Agak serem gitu," ujar Nadia.

Nadia mengambil beberapa camilan kering dari keresek berlogo minimarket terkenal di Indonesia. Mengangsurkan beberapa bungkus ke penumpang tengah yang kemudian berestafet ke belakang.

Raka tergelak. "Iya ... Iya, maaf ya. Emang udah lama pengin ke sana. Cuma belum ada waktunya aja. Nah, mumpung kita sama-sama punya waktu senggang, ya Mas manfaatin. Kalau ke sana sendiri, malas lah Nad. Kalau rame gini kan asyik. Ya nggak Zayn?" Raka melirik spion tengah untuk melihat pada Zayn yang menanggapi dengan senyum dan mengacungkan ibu jari ke depan.

"Rencana ke Goa Lawa aja si. Biar puas. Nggak papa kan, Put?

"Nggak papalah, Mas. Kita mah ngikut aja. Yang penting nggak disuruh bayar," jawab Puput yang membuat Raka tertawa.

"Tenang aja Put. Ada bos cafe yang bakal bayarin semua," sahut Raka di sela tawanya.

Arumi dan Puput bertukar pandang. Kening mereka sama-sama berkerut. Mungkin karena pemikiran yang sama. Setahu Arumi, Raka adalah bos restoran, bukan cafe.

"Arum kok diem aja si? Marah sama saya?" Tanya Raka menyentak gadis itu dari pemikirannya.

"Eehhh ..." Arumi sedikit gelagapan. "Memangnya harus marah kenapa," tanya gadis itu balik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menggapai RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang