"Selain kubangan, ternyata hujan juga meninggalkan sederet kenangan."
✏
Musim penghujan telah tiba, membawa awan-awan berkumpul menghitam. Membuat bau tanah menyeruak di indra penciuman. Dan hembusan angin terasa segar, sementara suara gemericik air terasa menenangkan.
Kita beralih pada keadaan kelas 10-APHP. Setelah kepergian guru sejarah sebelum bel menggema, itu adalah surga bagi semua penghuni kelas ini. Dan pada akhirnya, kelas menjadi riuh. Suara hujan pun juga ikut bersorak. Namun tidak dipungkiri, beberapa dari mereka juga ada yang resah akan datangnya hujan.
"Huh... hujan," gumam seorang gadis yang sedang berjongkok di teras kelas. Tangannya menengadah tetesan hujan yang turun dari atap. Suara ribut siswa lain yang berlalu lalang tidak begitu ia hiraukan. Hingga sebuah tepukan mengejutkannya.
"Yak!" ucapnya spontan terjengkit. Kepalanya menoleh dengan raut wajah kesal.
Berbeda dengan tersangka yang langsung tertawa melihat reaksi gadis itu. Tangannya bertumpu pada tiang di sebelah gadis itu. "Hahaha ... "
Raut wajah gadis itu sudah terlihat sangat-sangat kesal, siap meledak kapan saja. "Sialan kamu Han!" Tangannya memukul-mukul kaki jenjang Raihan yang berdiri di belakangnya.
Raihan bergerak mundur, memperlihatkan ekspresi tengilya. Namun tidak sengaja kakinya menginjak sebuah botol. Membuatnya tergelincir ke belakang. Tubuhnya mendarat cepat di atas lantai. Sementara kepala bagian belakangnya terbentur pintu. "Eshh," rintihnya pelan.
Melihat wajah Raihan yang meringis, bukannya merasa iba Ulya malah tertawa kecang sampai terduduk di atas lantai yang basah karena percikan hujan. "Karma, hahaha ... "
Raihan segera bangkit, mengabaikan pantatnya yang masih terasa nyeri. Sambil mengusap kepalanya yang sedikit berdenyut. Matanya menatap jengah Ulya yang masih saja tertawa. Dan telinganya juga ikut mendengung, mendengar teman-teman sekelasnya yang juga ikut tertawa.
"Diamlah," ucap Raihan ketus.
Ulya yang mendengarnya semakin terbahak-bahak.
"Sialan," batin Raihan kesal.
"Apa lihat-lihat, cantikkan aku," ujar Ulya percaya diri.
"Cantik doang, kalo ngomong nggak ada akhlak," tukas Raihan sambil menatap Ulya dengan satu alis terangkat seperti menatang.
Ulya yang masih terduduk di lantai mendongak. Menatap sinis Raihan. "Ups, situ tahu apa tentang akhlak?"
"Akhlak itu perilaku. Gitu doang nggak tahu." Raihan melangkah ke pintu, duduk jongkok menghalangi jalan keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUbah Sekat
Teen FictionMasa SMK yang akan berlalu menjadi penuh warna, gelap terang terus berperang menjadi perlambang. Retorika yang paling indah terlantun adalah, "Kamu menyukai ku?" "Jika sikapku kurang tercermin, apa mataku bisa berbohong?" "Ini tidak adil Tuhan!" Ole...