09. Diperalat

65 93 11
                                    

"Yang meninggalkan, ada masanya akan ditinggalkan"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yang meninggalkan, ada masanya akan ditinggalkan"

"Ul! Keluar yuk?" ajak seorang lelaki yang berdiri di ambang pintu kamar Ulya.

Ulya yang tengah berbaring di kasur menatapnya datar. Wajahnya yang penuh dengan masker lepi (lemon kopi) layaknya topeng yang tidak ingin di usik. Tangan kanannya bergerak mengisyarat untuk menyuruh lelaki itu pergi.

"Ikut? Atau gue kasih warna baru di kasur lo. Pakai ampas resep glowing lo?" tawaran yang sangat menyebalkan di telinga Ulya. Dengan terpaksa ia beranjak dari kasur menuju kamar mandi.

Selesai itu, Ulya kembali ke kamar. Meraih jaket yang ada di gantungan baju.

"Cuma pakai babydoll?" tanya lelaki itu memastikan.

Ulya menatap penampilannya dari atas ke bawah. Menurutnya normal-normal saja. "Memang kita mau ke mana?"

"Jalan-jalan lah, anak muda."

"Cuma jalan-jalan aja kan? Ngapain coba harus dandan segala," protes Ulya. Sudah waktu peremajaan kulitnya di ganggu. Ngatur-ngatur lagi. Temannya ini memang tidak tahu diri.

Lelaki itu mendorong tubuh Ulya mendekati lemari. "Udah ganti, nggak usah malu-maluin deh."

"Iya iya. Yang ada itu lo yang malu-maluin," gerutu Ulya sambil mengambil baju yang sekiranya cocok.

"Terus, lo ngapain masih di sini Pan?" Pandu terkekeh dengan pertanyaan Ulya.

"Oke oke, gue keluar."

"Yaudah yuk," seru Ulya mengakhiri penantian Pandu.

Setelah berkendara dengan motor selama beberapa menit. Pandu menghentikan motornya di sebuah mall.

Di dalam mall, mereka berjalan bersisihan. "Sekarang kemana?"

"Udah ikut aja. Nanti lo pokoknya harus nurut apa yang gue bilang!"

"Tap_"

"Dan nggak boleh protes! Inget ya Ul. Nasib ban motor lo ada di tangan gue. Kalau lo aneh-aneh gue bocorin tuh si ban bluky lo. Biar nggak semok lagi, gimana?"

Ulya menatap tajam Pandu. Memang benar yah Pandu itu orang yang nggak tahu diri. Masih untung ia tadi mau menemani, malah nglujak ini anak. Pakai bawa-bawa si bluky lagi montor kesayangannya. "Oke, gue nggak akan mau bantuin lo ngerjain pr," ancam balik Ulya.

"Terserah! Pokoknya kalau lo nggak nurut nasib si bluky bakalan apes." Pandu menatap Ulya dengan alis terangkat sebelah.

Ulya yang tidak ingin keestetikan bluky hilang karena disentuh si bejat Pandu lebih baik ia menurut. "Iya-iya."

Mereka memasuki sebuah tempat makan. Ulya hanya celingukan, menerka-nerka apa rencana Pandu. Pasalnya sejak tadi ia bertanya, selalu dijawab 'udah nanti juga tahu'. Kan ngeselin!

RUbah SekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang