Bag 6

530 56 0
                                    

"Jinnie, kau mau ikut? Kami mau makan di kantin" ajak salah satu kerabatnya ketika sebentar lagi akan masuk ke jam istirahat.

Seokjin menoleh, ia tersenyum dan menggeleng pelan, "aku sudah bawa bekal."

Akhirnya temannya itu mengangguk paham, lagipula usia kandungan Seokjin sudah cukup matang dan pasti terasa sangat lelah jika harus naik turun tangga.

"Baiklah, ada yang mau kau titip?"

Seokjin berpikir sejenak, "Mungkin jelly, rasa buah."

"Baiklah, kami kembali satu jam, tenang di dalam sana ya adik kecil." ucap temannya itu sambil mengelus perut Seokjin yang sudah tampak membesar.

Seokjin tersenyum dan tertawa kecil. Ketika teman-temannya sudah beranjak keluar ruangan, seokjin pun berjalan keluar sambil membawa tasnya.

Tapi sebuah suara panggilan menghentikan langkahnya dan membuat ia diam sejenak.

Ketika ia menoleh, ia tampak terkejut ketika melihat seorang pria yang berdiri di belakangnya. Lalu kemudian Seokjin terdiam dan menatapnya tanpa ekspresi.

Pria itu yang sudah tidak pernah Seokjin lihat dalam beberapa bulan ini dan sekarang dia berdiri di hadapannya.

Ada perasaan yang menyeruak ketika ia kembali melihat sosok yang ia benci sehingga tanpa sadar Seokjin mengepal tangannya emosi dan segera pergi meninggalkan tempat itu.

Tapi tangan kekar itu dengan sigap menggenggam pergelangan tangan Seokjin dan membuat Seokjin hampir saja terjatuh jika ia tidak segera menyeimbangkan tubuhnya.

"Lepaskan aku Jaehwan." Seokjin meringis dan berusaha melepaskan tangan kekar yang menggenggamnya.

Lalu Jaehwan segera menarik tangan Seokjin menuju ke sebuah tempat yang cukup jauh bahkan membuat Seokjin tersandung beberapa kali. Tapi pria itu seakan tidak peduli bahwa wanita yang sedang di cengkramnya itu sedang hamil.

Dan di sebuah tempat yang sunyi mereka berhenti, tempat sempit dan hanya di lewati beberapa orang. Seokjin segera menutup perutnya dengan kedua tangan seolah ia sedang melindungi bayinya dari orang jahat.

Tapi pergerakan itu justru menarik perhatian Jaehwan, ia menatap perut Seokjin yang sedikit membuncit di balik gaun berwarna merah muda.

"Jadi benar dia ada." gumamnya dengan suara pelan.

Seokjin menyernyit mendengar ucapan itu.

"Kau benar sedang mengandung anakku." lanjutnya.

"Anakmu? Hanya dalam mimpimu." Seokjin ingin segera pergi tapi lagi-lagi Jaehwan menghalangi dan menggenggam tangan Seokjin begitu erat sehingga membuat wanita itu merintih kesakitan.

Jaehwan lalu menarik tangan Seokjin dan merapatkannya pada dinding sehingga membuat Seokjin tak berkutik karena Jaehwan mengunci setiap gerakannya.

"Lepaskan aku Jaehwan, hubungan kita sudah berakhir." pinta Seokjin dengan suara bergetar karena tatapan yang di tunjukkan Jaehwan membuatnya ketakutan.

"Berakhir?" ucap Jaehwan dengan pelan , genggaman tangannya tiba-tiba melonggar disertai dengan ekspresi wajahnya yang tiba-tiba berubah melembut dan pria itu berdeham pelan, "aku tahu aku salah Jinnie, aku datang lalu pergi dan meninggalkanmu. Tapi apakah kau tahu seberapa sakitnya aku mendengar bahwa kau sudah menikah?"

Seokjin terdiam, saat itu dia memang tidak menceritakan apapun, apalagi tentang pernikahannya. Tapi ia memilih menatap ke arah tembok di sampingnya ketimbang menatap pria di depannya, mencoba mengabaikannya.

"Aku sudah menyiapkan cincin pertunangan kita, aku juga mengumpulkan tabungan untuk pernikahan dan rumah tangga kita nanti. Tapi salah satu keluargamu memperingatkanku agar aku menjauhimu, kau tahu kan bagaimana sakitnya perasaanku setelah tahu kalau kau sudah menikah? Padahal satu bulan sebelumnya kita bertemu dan kita tinggal bersama." suara itu semakin pelan, sedikit bergetar bersamaan dengan dada yang terasa sesak.

What Is True Love? (NamJin GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang