Bag 7

558 53 9
                                    

Ketika pagi menjelang, Seokjin membuka matanya dan mengerjap. Pandangan matanya mengedar ke sekeliling ruangan dan ia menyadari bahwa dia sudah ada di dalam kamarnya.

Wanita itu dengan hati-hati langsung bangkit dan duduk disana. Mengambil nafas lebih dalam lalu mengusap matanya yang masih terasa bengkak. Ia ingat kalau ia terus menangis semalaman, bahkan sepertinya dia belum menyelesaikan tugasnya membersihkan dapur tadi malam. Tapi kenapa dia sekarang ada disini? Apakah Namjoon yang membawanya?

Tanpa berpikir panjang Seokjin langsung bangun dari tempat tidur dan beranjak menuju ruang makan.

Masih sepi, syukur lah dia tidak kesiangan.

Seolah sudah melupakan kejadian semalam, ia langsung mengikat rambutnya sambil berjalan menuju dapur untuk mengerjakan tugasnya. Lalu Seokjin mengambil gelas kosong dan mengisinya dengan air putih.

Ketika akan meminumnya, gerakannya terhenti karena ia melihat sesuatu jarinya.

Cincin pernikahan yang semalam ia lepas dan sudah di kembalikan kepada Namjoon tadi malam, ternyata masih terpasang di jarinya. Apakah perdebatan kecil yang terjadi semalam hanya mimpi?

"Jangan di lepas." sebuah suara menginterupsi ketika Seokjin hendak memegang cincin itu.

Ia pun berbalik dan melihat Namjoon baru saja keluar dengan pakaian kerjanya.

"Namjoon, ini...."

"Itu punyamu, jangan di lepas." ucapnya lagi. Lalu berjalan mendekati Seokjin, untunglah wanita itu tidak mundur dan menghindarinya, "itu milikmu Jinnie, kau adalah penerus pemilik cincin itu."

Seokjin menatap Namjoon yang mendekatinya, lalu pandangannya teralih pada cincin di jari manisnya. Kepalanya menggeleng pelan dan kembali menatap Namjoon.

"Tapi kita..."

"Kita tetap bersama, sampai kapanpun, sampai maut yang memisahkan kita, bukan perceraian." sahut Namjoon cepat sehingga Seokjin terdiam mengerjap. Lalu Namjoon mengambil jemari itu dan mengangkatnya pelan, "aku minta maaf, jika ucapanku waktu itu menyakitimu. Tapi.... aku bukan bermaksud tidak ingin hidup bersamamu karena masa lalumu. Aku hanya tidak ingin membebani perasaanmu karena harus hidup bersamaku, karena hidup dengan orang yang tidak pernah kau cintai itu tidak menyenangkan, bukan?"

Sejak awal pernikahan, Namjoon selalu di liputi perasaan bersalah karena melihat bagaimana tersiksanya perasaan Seokjin yang menerima lamarannya saat itu. Lalu melihat bagaimana saat wanita itu hidup bersamanya, menjalani aktifitas dengan latar suami istri namun yang terjadi adalah dua orang yang tidak saling mengenal hidup bersama.

Itulah alasan mengapa dia menolak meneruskan pernikahan ini, karena tidak ingin melihat perasaan Seokjin tersiksa untuk yang kedua kalinya.

"Tapi wanita itu, kau... menyukainya kan?" tanya Seokjin masih ingat dengan wanita yang dekat dengan suaminya tentunya.

Namjoon tersenyum lembut, "aku memang menyukainya, tapi aku tidak melamarnya. Aku masih memilikimu."

"Kalau begitu, katakan saja padanya, tidak apa-apa. Kau tidak boleh menyiksa perasaanmu" tukasnya dengan memasang sebuah senyuman. Meski nyatanya ia merasa sakit pada dadanya.

"Lalu bagaimana denganmu?"

Seokjin diam. Ia menunduk dan menatap ke sekitarnya. Lalu ia kembali menatap Namjoon dan tersenyum.

"Aku? Tidak apa-apa. Sejak SMP aku selalu tinggal sendiri dan jauh dari orang tua. Aku sudah terbiasa-"

"Bukan, bukan itu," sanggah Namjoon cepat "bagaimana dengan perasaanmu? Bagaimana jika aku menikah lagi sedangkan kau tinggal sendiri dengan bayimu?"

What Is True Love? (NamJin GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang