03

17.4K 2.7K 116
                                    

Johnny menatapi suami kecilnya yang kini sedang mondar-mandir di hadapannya dan juga Hendery yang sedang bermain ponsel. Ketiganya sedang berada di ruang keluarga. Ten khawatir dengan anak bungsunya yang sejak kemarin belum memberi kabar sama sekali.

"Sayang, duduklah" ucap Johnny, ia ikut lelah melihat kelakuan pasangan hidupnya itu. Namun Ten malah menatapnya garang membuatnya secara reflek menelan ludah gugup.

"Duduk?! Aku khawatir tau! Mana bisa aku hanya duduk lalu bersantai-santai! Haechan belum memberi kabar sejak kemarin dan ini adalah pertama kalinya ia pergi sendirian ke tempat sejauh itu!" serunya kesal.

"Mungkin dia diculik warga lokal disana" jawab Hendery asal yang dihadiahi jitakan sayang dari sang ayah.

"Aw!"

"Omonganmu itu!"

"Pa! Zona waktu dia dan kita kini sudah berbeda. Saat ini kemungkinan disana sedang malam hari jadi Haechan masih tertidur!" kedua orang yang berumur lebih tua itu terdiam. Johnny pun kaget Hendery bisa berpikiran seperti itu.

"Benar juga" lirih Ten.

***

Disisi lain, terlihat seorang pemuda berwajah manis yang masih terlelap dalam tidurnya. Namun tak lama kemudian kedua mata itu mengerjap untuk menetralkan sinar matahari yang menerobos lewat jendela tempatnya tidur— tunggu.. Tidur?! Matanya terbelalak lebar dan langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Haechan menatapi isi ruangan itu, ini jelas bukan hotel. Kamar ini luas, interior di dalamnya di dominasi oleh warna hitam dan terlihat modern. Ditambah wangi maskulin yang anehnya terasa nyaman di indera penciumannya ok, ini bukan saatnya berpikir seperti itu.

"Astaga dimana aku?!" gumamnya. Pandangannya kembali mengedar dan mendapati koper miliknya berada di ujung ruangan.

Haechan berdiri lalu menyisir sedikit rambutnya dengan tangan. Ia mencari ponsel dan mendapati keluarganya terutama Ten menelpon dan mengiriminya pesan berkali-kali.

"Aku baik-baik saja!"

Ia mengirim pesan singkat itu kepada orang tuanya sebelum berjalan keluar kamar dan mengintip. Haechan tidak bisa tidak berkata 'wow' ketika melihat apartment ini. Di sana terdapat jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota dari atas, satu buah sofa besar dan dua sofa kecil lainnya dengan tv lebar, dan semua interior disana terkesan modern juga tertata dengan rapih dan bersih. Setelah memastikan tidak ada siapa-siapa lagi disana, ia menghembuskan nafas lega. Bukannya pergi, Haechan malah melangkahkan kakinya menyusuri isi apartment mewah ini.

"Ah, ternyata tempat ini milik laki-laki kemarin" batinnya setelah melihat foto di pigura.

Suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatiannya.

"Oh, you're awake?" tanya Mark sambil berjalan ke dapur dengan sebuah kantong berukuran lumayan besar, Haechan mengangguk lalu menghampiri lelaki itu, "maaf semalam sudah merepotkanmu. Terima kasih juga sudah membawaku kesini, aku akan segera pergi" ia mengulas senyum.

Mark menatap Haechan dan terdiam sebentar.

Pikirannya kembali ke malam kemarin ketika ia menaruh tubuh Haechan di ranjangnya kemudian memperhatikan lamat-lamat wajah yang manis dan cantik itu. Belum pernah ia bertemu seseorang dengan wajah sepolos Haechan ketika mereka tertidur dan menjadi secantik malaikat ketika mereka terbangun. Wajah itu entah mengapa membuat Mark ingin melindunginya bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya meskipun mereka adalah orang asing.

Mata itu mengerjap-ngerjap saat Haechan menjentikkan jarinya di depan wajah.

"Kenapa melamun?" Mark melempar senyum tipis.

"Ah tidak. Sebenarnya tidak apa jika kau ingin menetap disini selama di Kanada, aku tidak keberatan" katanya sambil bersender pada meja pantry dan bersedekap dada. Wah posisi itu membuatnya terlihat lebih tampan, batin Haechan menggila. Lelaki berkulit tan itu menaikkan salah satu alisnya.

"Kau..." Mark menunggu Haechan melanjutkan ucapannya dengan penasaran. Wajah itu terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan.

"Kau tidak berencana untuk meracuniku dengan makanan-makanan itu lalu menjual organ-organ tubuhku kan?!" mata Mark membelalak lebar.

"Dari segala kemungkinan yang akan terjadi kau berpikir kesana?" tanyanya tidak percaya.

"Tentu saja!" Mark menghela nafas lalu berjalan ke arah Haechan. Ia mendekatkan wajah ke samping telinga Haechan.

"Tapi idemu boleh juga.." bisiknya.

"YAK!!!" seru Haechan lalu secara reflek mendorong Mark menjauh sedangkan yang di dorong hanya terbahak-bahak.

"Astaga, aku hanya bercanda!"

tbc.

hayo mana votenya

canada || markhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang