bonchap ii

16.7K 2K 160
                                    

Tahun terlewati begitu saja, terasa sangat cepat. Hingga tak sadar bahwa anak dari pasangan Mark dan Haechan, Chenle Lee, telah menginjak umur lima belas tahun.

"Papa!! Dasi Chenle ditaruh dimana?!!" Haechan yang tengah sibuk dengan memasak sarapan menyahuti sang putra.

"Cek di laci kedua lemari pakaianmu!" Chenle pun tidak menjawab apapun lagi, Haechan tebak anak manisnya sedang melakukan apa yang disuruh.

"Sudah ketemu?!"

"Sudah papa!!" tak lama sahutan lain terdengar.

"Babe! Kaos kakiku ada dimana?!" tanya Mark dengan nada panik. Haechan menghela nafas setelah mematikan kompor.

"Tidak anak tidak ayah, sama saja!"

"Coba lihat di kolong ranjang, biasa kan terjatuh disana!" Dengan telaten, Haechan menuangkan nasi goreng buatannya ke tiga piring.

Dan sahutan-sahutan itu pun berakhir.

"Hey." Sebuah lengan melingkar erat di pinggang Haechan. Deheman Haechan keluarkan karena ia sedang meracik teh.

"Hari ini kau ikut ke kantor?" tanya Mark.

"Kau tidak lihat pakaianku sudah rapih?" jengkel sang suami mengundang kekehan Mark. Setelah itu tidak ada suara, Haechan yang sibuk dengan gelas-gelas dihadapannya sedangkan Mark mengecupi leher jenjang Haechan.

"Omo, drama apa lagi pagi ini." Sindir Chenle yang baru selesai dengan urusannya. Mau tak mau, Haechan dan Mark menarik senyum mereka ketika mendengar itu. Ketiganya pun duduk di meja makan dan memulai sarapan pagi mereka.

"Chenle-ya, hari ini kau pulang jam berapa?" wajah Chenle menunjukkan ia tengah berpikir.

"Hmm, mungkin sekitar jam satu." Haechan mengangguk.

"Apakah perlu kami jemput?" tanya Mark.

"Tidak perlu. Aku bisa menggunakan bus."

"Baiklah kalau begitu."

Sepuluh menit kemudian mereka selesai dengan sarapan. Setelah mencuci piring kotor, Haechan menghampiri Mark dan Chenle yang sudah berada di mobil.

"Berangkat!" seru Chenle.

***

"Hati-hati saat pulang nanti, kabari papa ya?"

"Pasti! Bye!" seusai melayangkan kecupan di kedua pipi orang tuanya, Chenle membuka pintu dan berjalan memasuki sekolah barunya. Mark kembali menjalankan mobil.

Helaan nafas pelan dari sebelahnya menarik perhatian Mark. Dengan lembut, ia membawa tangan Haechan untuk digenggam.

"Ada apa?" tanya Mark yang mengetahui bahwa Haechan sedang gusar.

"Apakah Chenle akan baik-baik saja?" Mark mengernyit.

"Tentu saja. Memang kenapa?"

"Tidak. Aku hanya takut kejadian seperti sekolah menengah terjadi lagi." Oh, Mark mengerti. Pria beralis camar itu mengulas senyumnya.

"Chenle anak yang kuat. Dia pemberani kau tau itu." Haechan ikut tersenyum.

Jika kalian bertanya-tanya apa yang terjadi saat sekolah menengah, maka akan ku beri tau. Saat pertama kali Chenle memasuki sekolah menengah, ia ditindas oleh beberapa kakak kelas yang mengatainya anak pungut. Tidak tau darimana mereka bisa berkata seperti itu namun Chenle yang saat itu masih kecil pun menangis. Tetapi setelah Haechan dan Mark menyemangatinya, ia menjadi bersemangat kembali. Atau mungkin terlalu bersemangat hingga ia tak segan menjambak kakak kelas yang menindasnya.

Mobil Mark berhenti di gedung tinggi dengan para karyawan yang berlalu lalang. Begitu pasangan direktur dan wakil direktur itu menginjakan kaki di lobby, orang-orang membungkuk hormat. Mark hanya menampilkan wajah datarnya sambil terus merangkul pinggang Haechan, sedangkan pemegang jabatan wakil direktur itu tersenyum sambil menyapa kembali.

"Pagi, Lucas." Sapa Haechan pada Lucas yang berkutat dengan komputernya di depan ruangan mereka.

"Oh, pagi bos." Lucas tersenyum lebar membuat Haechan tertawa. Sebelum masuk, Mark sempat melirik tajam sekretarisnya itu dan Lucas malah tertawa.

***

Chenle menoleh-noleh dengan bingung ke sekitarnya. Mereka sedang diperkenalkan dengan gedung sekolah baru mereka, namun karena Chenle ingin ke toilet ia pun meminta izin. Bodohnya ia malah lupa menanyakan dimana toiletnya.

Pada akhirnya, pemuda manis itu berjalan tanpa tau arah. Ketika melewati sebuah ruangan dengan pintu yang sedikit terbuka, ia mendengar suara pantulan dari bola basket.

Setahunya ini masih jam pelajaran berlangsung, mengapa ada murid yang berada di lapangan indoor sendirian? pikir Chenle.

Karena penasaran, ia pun mengintip. Seorang pria bertubuh atletis mengenakan kaos hitam dengan kemeja yang tidak kancingkan sedang memantul-mantulkan bola oranye itu ke lantai dan melakukan lay up.

Chenle terpesona ketika lelaki tersebut menyugar rambutnya yang sedikit basah.

Sebelum lelaki itu menoleh, Chenle cepat-cepat kabur dari sana sambil sedikit berlari kecil.

***

Setelah usai dengan urusannya, Chenle berjalan menuju wastafel untuk mencuci tangan. Bertepatan dengan itu, lelaki jangkung yang berada di lapangan tadi memasuki toilet dan berjalan juga menuju wastafel. Mata Chenle terpaku untuk sementara namun berusaha menetralkan wajahnya.

"Kau yang tadi mengintip kan?" tanya pria tadi. Chenle meneguk ludahnya pelan kemudian mengeringkan tangan.

"Mengintip apa?" tanyanya berusaha acuh. Orang itu terkekeh.

"Aku melihatmu tadi. Jangan berpura-pura seperti itu."

"Tidak ada yang mengintipimu." Baru saja Chenle ingin keluar, namun tangannya dicegat.

"Kau murid baru ya? Siapa namamu?"

"Chenle." Jawabnya singkat.

"Jisung, Park Jisung." Jisung mengulurkan tangannya.

"Aku tidak bertanya." Kemudian Chenle membalikkan tubuh, berniat keluar dari ruangan itu. Jisung kembali terkekeh tidak percaya. Orang-orang mengantri untuk sekedar bersalaman dengannya namun pemuda tadi malah mengacuhkan seorang Park Jisung? Benar-benar menarik.

Jisung akhirnya ikut keluar dan masih mendapati punggung Chenle beberapa langkah di depannya.

"Yak! Park Chenle!"

"Apa?!"

beneran end.




masi ada di library ga booknya? kangen sama cerita ini jadi ku kasi bonchap, semoga suka :3

canada || markhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang