Jakarta, aku kembali.

2.3K 468 53
                                    

Setelah malam itu, semua berjalan baik-baik saja. Aku dan Chandra menjalani hari seperti biasa, seolah tidak pernah ada yang terjadi pada malam itu. Aku dan Chandra masih sering bertemu, dan masih menghabiskan waktu bersama seperti biasanya.

Tidak ada yang berubah, semua masih sama, kurasa begitu.

Hari berlalu dengan begitu cepat. Mulai dari masa adaptasi lingkungan kuliah hingga sekarang aku baru saja menyelesaikan ujian semester pertamaku, semua mampu kulalui dengan baik.

Liburan semester sudah tampak di depan mata, aku hanya perlu menyelesaikan beberapa kegiatan lagi di kampus untuk beberapa hari kedepan, lalu setelah itu aku bisa menikmati liburan semester peratamaku.

Kembali ke Jakarta adalah hal pertama yang terlintas di benakku. Melepas rindu dengan Papa setelah berbulan-bulan merantau di kota orang terasa sangat membahagiakan jika dibayangkan. Aku mengulum senyum ketika membayangkan hal tersebut hingga bayanganku buyar karena diinterupsi oleh seorang yang tiba-tiba berada di sebelahku.

"Kamu teh kenapa, Sa? Sawan?" Tanya suara pria yang sangat kukenal di telingaku.

"A' upami datang teh sok atuh ucap salam heula, kaget aku," tegurku pada orang itu yang membuatnya hanya tertawa kecil.
(Trans; kalau dateng ucap salam dulu dong, kanget aku)

"Assalamualaikum."

"Telat, udah kaget," omelku yang membuat ia semakin tertawa kencang.

"Eleh-eleh ngomel muluu eta congor teu diajarkeun sopan santun?" Omelnya balik sembari memberi jitakan kecil dikepalaku.
(Trans; aduh, itu mulut nggak diajaron sopan santun?)

"Ishh, nanaonan sih A'? Sakit atuh ih gajelas."

"Ngan kitu hungkul ngamuk kamumah, ceurik gera ceurik!" Godanya lagi membuatku semakin kesal dengan tingkahnya.
(Trans; digituin doang marah kamumah, nangis sok nangis!)

"Sabodo teuing!" Ujarku.
(Trans; bodoamat!)

"Kabogoh na Chandra ganas pisan euy," katanya lagi membuatku membulatkan mata sempurna.
(Trans; pacaranya Chandra galak banget ih)

"A' Nadim, maunya kamu teh naon si, A'?" Tanyaku kesal yang membuat ia tersenyum dengan tanpa dosa.

"Tuh kan tuh, disebut nama Chandra langsung diem, langsung merah eta pipi jiga bokong babi hahaha." ledeknya lagi dengan tawa yang semakin kecang saja.

Begitulah A' Nadim, jika moodnya sedang bagus, mulutnya tidak memiliki rem. Biarkan saja ia tertawa sampai puas.

Karena diamnya dia adalah hal terakhir yang inginku lihat.

"Sa? Sa, kok diem aja nggak ngelawan lagi?" Tanyanya karena aku memilih sibuk dengan ponselku. Ia terus memanggil hingga merebut ponselku begitu saja, kurang ajar.

"A' Nadim mah ih, kamu teh asli ya akumah kesel pisan ih sama kamu," ujarku merajuk.

"Heuh, sok terus," katanya.

"A' balikin dulu atuh ih itu handphone aku."

"Heuh nanti A'a balikin."

"A'?"

"Hmm?"

"Pulang ayo, berisik kamumah didieminnya," Ucapku final yang berhasil membuatnya patuh mengikuti langkahku keluar dari area kampus.

Di  epanjang jalan, ia masih saja berbicara tidak jelas, ada saja yang ia komentari mulai dari orang yang membawa mobil ke kampus, hingga pedagang somay depan kampus. "Orang kayak gitu hidupnya gak sehat, di dalem mobil terus" , "itutuh pedagang somay dari A'a masih maba bajunya itu itu terus." kata orang bernama Zafran Nadimas tadi, aku hanya menghela nafas saja mendengarnya.

WARNA || [HAECHAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang