Mengalah dan Dikalahkan.

433 78 3
                                    

Semenjak hari di mana Chandra mengalami kecelakaan, semua masih berjalan seperti biasa. Jadwal kuliah berjalan dengan biasa begitu pula dengan hariku, iya semua berjalan dengan bagaimana seharusnya. Bahkan cerita dan statusku dengan Chandra pun masih seperti biasa; teman.

Yang berubah hanyalah intensitas, kualitan dan kuantitas pertemuanku dengan Chandra yang kian hari kian berkurang.

Seminggu hanya bertemu satu kali, atau bahkan pernah dalam satu minggu aku dan dia tidak bertemu, berbica bahkan tidak berkomunikasi sama sekali. Chandra dengan kesibukannya kuliah menjelang semester akhirnya dan aku yang mulai disibukan dengan tugas-tugas baru di semester ini menjadi salah satu alasan semua ini terjadi.

Dan juga tentu saja perasaan dan pikiran kami berdua yang menjadi penguat alasan untuk tidak bertemu satu sama lain.

*****

"Kalo jalan jangan meleng atuh," tegur salah satu suara yang bahkan terasa sudah sangat lama hilang dari indera pendengaranku.

"Eh hahaha nggak meleng ini mah."

"Sa, antosan di dieu sakepndap nya. Saya bade masihan ieu heula ka Jeno di sekre. Tong kamana-mana," pamitnya begitu saja lalu berlalu ke arah sekre.

Orang itu adalah Chandra. Orang yang sudah menghilang beberapa hari terakhir ini.

Selang 10 menit aku bisa melihat dia yang berlari kecil di selasar koridor kampus, "Ngke heula." Chandra menetralisir nafasnya dengan tangan yang berpegangan pada salah satu pundakku.

"Kamu ngapain sih lalarian? Jiga dikerjar jurig."

"Lain dikejar jurig ini mah, lebih penting."

"Naon tah?"

"Ditungguin sama kamu hehehe." Dia terkekeh pelan, pipi gembilnya bergetar karena ia tertawa. Lucu.

"Nanaonan kamu teh ih? A' Nadim ngajarin kamu gombal sebegininya?" Godaku lalu ia kembali tertawa.

"Kasian si Nadim nggak ngapa ngapain tapi kamu salahin."

Aku tertawa karena air wajahnya berubah dengan tiba-tiba, "Hahaha soalnya yang biasa nga gombal teh A' Nadim. Dia rajanya pokonya mah."

"Heuh, saya mah nggak jago." Chandra mengalungkan tangannya di bahuku lalu mulai melangkah meninggalkan daerah pelataran kampus membuatku mau tidak mau mengikuti langkahnya.

Kami berdua jalan ke arah kosan dengan berjalan kaki, sebenarnya aku sangat jarang pulang kuliah berbarengan dengan Chandra, karena jadwal kami yang berbeda. Namun sepertinya sore ini kami berdua diberi kesempatan untuk melepas sedikit rindu? Hahaha aku tertawa dalam hati dan di dalam rangkulan Chandra.

"Ndraaaa?" Panggilku membuatnya menoleh sembari tersenyum, "Naha kamu teh manggil tapi diem aja? Kesurupan?"

"Kamu ih kalo ngomong meni ngasal." Chandra tertawa.

"Aku mau makan seblak ambu, kamu mau?"

"Ngke heula, ini teh kamu ngajak saya makan, ya?" Ia menggodaku seperti biasa.

"Berisik kamumah diajaknya, males. Aku ajak Mas Juna aja deh atau Kak Jeno," rujukku bercanda mengundangnya tertawa. Namun tawanya hanya sekilas, setelah itu ia menatapku serius.

"Kamu lagi deket ya sama salah satu temen saya?"

Bodohhhh. Ingin sekali aku berteriak di depan wajahnya bahwa dia sangat bodoh. Namun urung.

"Kamu nanya mulu, ya? Aku cuman ajak makan. Kamu mau apa enggak? Kalau nggak ya gapapa, aku nggak maksa, Ndra."

"Eleuh eleuh ngambekkk, eta bibir monyong monyong jiga soangg."  Aku awalnya enggan untuk tertawa, namun tangannya benar-benar menarik bibirku bercanda, aku spontan mendorong tubuhnya sekilas membuat dia mengaduh dan ikut tertawa.

WARNA || [HAECHAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang