Hari Rabu
"Selamat, Sei! Kamu dapet bonus buat bulan ini," ucap Bu Manajer.
Mata Sei membulat melihat amplop berisikan uang di atas meja manajer. Hampir dikiranya ini candaan di antara para karyawan.
"Prank? Yakali, Sei. Penjualan kita bulan ini meningkat gara-gara kamu, kan?" kata Bu Manajer lagi, lalu dia beranjak dari kursinya untuk menghampiri Sei. "Kamu udah kerja keras."
Dengan tangan beliau yang masih berada di pundaknya, Sei mengucapkan terima kasih berkali-kali sampai hampir membungkuk 180 derajat. Mulutnya tersenyum hingga ke pipi saking bahagianya sore ini.
"Pakai uangnya dengan baik, ya? Sampai jumpa, Sei!"
Pintu ruangan itu tertutup.
Tangannya masih mendekap amplop itu di dadanya, tubuhnya membeku di depan pintu karena masih tidak percaya. Senyum di wajahnya pun masih sama.
Meski uang di amplop itu tidak lebih dari setengah gajinya, perasaannya sangat tak dapat dideskripsikan. Rasanya Sei ingin jungkir balik, tapi dia berusaha menahannya karena sedang bersama karyawan lainnya.
Kerja kerasnya selama bekerja penuh lelah terbayarkan oleh sebuah amplop uang. Jarang sekali ada yang bisa dapat bonus begini.
"Eh, liat deh? Si anak baru dapet duit."
Tapi seharusnya Sei bisa menahan wajah senangnya ini lebih lama.
"Yah, dapet segitu doang mukanya udah kayak dapet uang jatoh dari langit aja."
Tidak ada yang suka melihatnya tersenyum, harusnya Sei sudah paham akan hal itu.
"Modal orang dalem dia tuh, gini amat sih saingan kita? Miris."
Di dalam toko serba ada ini, ada tiga tipe karyawan yang mudah terlihat dan bisa dibedakan.
Tipe pertama, ada mereka yang humble ke semuanya maupun itu rekannya atau pembeli. Biasanya dia ini paling giat dan disenangi semua orang.
Tipe kedua, tipe tengah-tengah. Meski tidak terlalu menonjol, mereka ini cekatan dan sigap melayani. Tidak terlalu akrab dengan yang lain tapi juga tak ada musuh.
Lalu, tipe ketiga...
Sei menunduk, lalu berjalan di depan beberapa karyawan yang sedang asyik berbincang ria dengan ponsel di tangan mereka.
Ralat, membicarakannya.
Sungguh, kalau saja bisa Sei ingin mentraktir mereka semua dengan uang bonus ini. Tetapi menatap mata saja mereka enggan.
Toko besar yang lumayan terkenal di kota ini milik teman kakak sepupunya. Makanya beberapa orang menganggap Sei si "lulusan SMA dan gak bisa apa-apa" ini bisa bekerja dengan bantuan orang dalam.
Padahal kenyataannya tak demikian, Sei juga ikut wawancara. Namun karena selama ini Sei selalu bersikap baik, teman kakaknya itu menambahkan nilai plus baginya sehingga dia bisa diterima.
Dipikir-pikir lagi dengan kedisiplinan dan ketelatenan Sei saat bekerja itu bisa mencoret "gak bisa apa-apa" dalam imej Sei. Bahkan karenanya, banyak pembeli yang datang. "Di toko ini, mbak yang jualnya gesit banget loh?" begitu kata pembeli yang pernah datang ke sini.
Nyatanya, mata orang-orang lebih menganggap itu hanya sebatas pencitraan yang memuakkan.
Sei tak suka, tapi memang dia bisa apa? Menggertak?
"Hai mbak dan mas yang lagi nongki di sini, kalian shift sore, kan? Aduh, kenapa pada ngumpul di sini, sih? Hush, hush!"
"Maaf mbak Seulgi!" seru mereka sambil membereskan peralatan mereka dan kabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika | Nakamoto Yuta
Fanfiction"Arunika: Cahaya matahari ketika pagi dimulai" Pasti ada maksud dari kamu yang bertemu denganku. Highest rangking: #8 out of 113 on yutanct