10; Just A Song

105 25 8
                                    

Akhir-akhir ini sering terdengar gumaman lagu di setiap jam 3 malam, di tengah gelapnya malam membuat Sei kadang sering terbangun. Penasarannya memuncak tapi rasa kantuk mengalahkan segalanya, niat untuk mencari tahu pun sirna seketika digantikan dengan empuknya kasur.

Tetapi hari ini gumaman lagu itu sangat mengganggunya tidur. Suaranya enak sih, tapi namanya jam 3 malam waktunya tidur pasti membuatnya menyerah sekali lagi untuk dapat tidur dengan tenang.

Perlahan dia memberanikan diri untuk keluar kamar, siap sedia membawa bantal. Kalau manusia dia timpuk, kalau setan tetap dia timpuk. Setan kurang ajar mengganggu orang saja.

Secercah sinar bulan melewati kaca jendela, menerangi ruangan depan. Di situlah Sei tahu siapa pelaku gumaman suara tersebut, yang pasti tidak akan ditimpuknya. Pelaku itu duduk membelakanginya, menghadap jendela. Membuat tubuhnya seperti diselimuti cahaya bulan. Kepalanya mendongak melihat langit sambil terus menyanyi pelan.

"Udah jam 3 malam, gak tidur?"

Orang itu berbalik, Yuta. Dia tersenyum tipis, kemudian kembali berbalik pada posisinya semula.

"Aku gak bisa tidur sejak kemarin," jawabnya.

"Tetap aja, kenapa malah menyanyi malem-malem?" Sei menghampiri Yuta, ikut duduk di sebelahnya.

"Kamu dengar?"

"Iyalah, lagi sunyi begini suara sekecil apa pun bakal terdengar apalagi tembok kamarku tipis."

Yuta menutup mulutnya sendiri, "aku mengganggu tidurmu, ya?" tanyanya merasa bersalah.

Sei tertawa pelan, "iya, tapi suaramu bagus. Nyanyiin apa sih?"

"Sejak kapan bahasamu berubah?"

"Hah?"

"Itu, kamu pakai aku-kamu."

"Ah... enggak, pengen aja sih." Sei mengusap lehernya, ah sadar juga dia. Menurutnya dia mulai nyaman menggunakan aku-kamu sekarang daripada sebelumnya. Maklum, dulu alias beberapa hari yang lalu ia masih menaruh kecurigaan pada seorang laki-laki berambut cokelat ini yang lama-kelamaan berhasil mengubah kesannya.

Laki-laki itu hanya tersenyum, kemudian menyanyikan lagu itu lagi. Tatapan matanya kosong, seolah menerawang ke suatu tempat dan waktu yang begitu indah untuknya. Seperti sedang berusaha memeluk semua kenangan dalam pikirannya.

Lagu tanpa lirik, hanya lantunan nada dari dalam mulutnya. Tetapi bagaimana ia menyanyikannya yang membuat dunia pun ikut bernyanyi bersamanya. Seakan ia membawa jiwa-jiwa lama yang terkubur dalam tanah dan bangkit hanya untuk mendengar gumamannya.

Sekejap tak ada hawa perkotaan yang biasa terasa di daerah sini, menghilang begitu saja ditelan suara manis keluar dari mulut si pemuda berambut cokelat panjang. Satu lagu selesai disenandungkannya, segala hal kembali seperti semula.

Laki-laki ini dengan segala keajaibannya.

"Itu lagu siapa?" tanyanya.

Yuta menggeleng, "lagu biasa yang dimainkan oleh gitar tua. Aku gak tau itu lagu siapa, tapi dalam ingatanku lagu tersebut diputar berulang-ulang sampai aku gak bisa mengeluarkannya dari otakku."

Atau maksudku lagu yang dinyanyikan oleh seseorang yang tak bisa kuingat lagi.

"Nadanya bagus," celetuk Sei.

Yuta terkekeh, kemudian mengusap rambut panjangnya yang sudah hampir menyentuh pundak. "Ya, memang nadanya sangat bagus. Makanya selalu kunyanyikan biar aku gak lupa."

Benar alasan tersebut, agar setidaknya ingatannya tidak hilang sepenuhnya walau hanya dari nada lagu pendek yang terdengar tidak bermakna.

🍃🍃🍃

Arunika | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang