1. Kembali

48 4 0
                                    

Hai! Aku Azaa. Hafiazzahra.
Saat ini aku kelas XI SMA.

Aku sedang dalam perjalanan kembali ke pesantren tempatku menimba ilmu dan mengabdi.
Setelah puas berlibur, kini saatnya kembali menimba ilmu.

Aku punya dua orang teman atau mungkin lebih kepada sahabat. Tapi aku lebih nyaman menyebutnya teman. Hasna dan Hafi. Duo H. Mereka adalah putra seorang kyai, lebih tepatnya Hasna lah yang putri seorang kyai. Sedangkan Hafi adalah menantu Sorang kyai. Yap ! Hafi sudah menikah, setahun lalu. Dengan Gus Al.

Betapa beruntungnya aku bisa berteman dengan mereka. Awalnya aku tidak menyangka mereka seorang 'ning'(panggilan kepada putri seorang kyai atau istri seorang Gus).
Pertama kali ke sini, mereka berdua langsung mengajakku berteman. Aku pun menerimanya dengan senang hati karena kau belum mendapat teman sama sekali.

Hafi itu Hafidzah(penghafal Al-Qur'an). Dia istri Gus Al. Aku pernah beberapa kali bertemu dengan suaminya saat menjemput Hafi pulang atau jika berkunjung.

Tidak banyak yang tau jika Hafi sudah menikah selain aku, Hasna, dan keluarga ndalem tentunya. Suami Hafi itu adalah keponakan pakyai.

***********************

Sampai di pesantren, kedua temanku itu sudah menunggu di depan gerbang.

"Assalamualaikum.." salamku
"Wa'alaikumussalam warahmatullah, akhirnya tuan putri datang juga. Lama banget si,, capek tau nungguin"
"Hmm ... maaf, aku kan bilang berangkat jam delapan, sampai sini ya jam sembilan lh"
"Terserah, masuk yuk ke kamar, ada sesuatu buat kamu"

Mereka membantuku membawa tasku yang hanya berisi dua stel baju. Sampai di kamar, aku langsung memasukkan baju yang ku bawa ke dalam lemari. Kamar ini hanya terdiri dari kami bertiga, dulunya ini adalah kamarnya Hafi dan Gus Al. Tapi sejak  Hafi mendapat teman(Hasna dan aku) kamar ini menjadi kamar kita bertiga.
Letaknya berbatasan langsung dengan ndalem. Bahkan ada pintu penghubung di sudut ruangan agar memudahkan kami keluar masuk ndalem. Lebih tepatnya Hanya Hasna dan Hafi yang sering menggunakan pintu itu jika mereka ada urusan di ndalem.
Kami juga terkadang tidur di kamar Hafi, di ndalem kerena kamarnya tidak bersifat pribadi. Tapi tetap haru meminta izin pada bunyai atau Gus Al sendiri.
Kamu termasuk santri senior.
Aku dan Hafi bahkan sudah menjadi pengajar untuk kelas tahfidz.

*********************

Hasna memberiku sebuah paper bag yang katanya dari orang yang akan menjadi spesial di hidupku. Aku membukanya, isinya gamis warna navy juga hijab senada. Asa pesan singkatnya.

'Aku menemukanmu dalam istikharah
Tunggu aku dalam akad'
-MZ

Itulah isi pesannya. Apa maksud pesan itu?
Sepertinya Hasna salah ngambil. Masa iya, jika itu untukku masa isi pesannya seperti itu.

"Hasna, kayaknya kamu salah ambil paper bag deh"
"Hah! Masa sih, coba aku liat"
Aku menyerahkan paper bag itu padanya, dia memeriksanya.

"Bener kok Za, ini buat kamu"
"Masa isi pesannya kaya gitu"
"Emang apa isi pesannya, liat sini"

Hasna membaca pesan itu, setelah membaca malah senyum-senyum sendiri. 'akhirnya aku punya kakak ipar impian'. Aku mendengarkan gumammanya, tapi aku tidak mempedulikannya.

"Mungkin ada maksud lain dari pesan itu, simpen aja kalo belum mau make bajunya" kata Hasna
"Tapi simpen di kamar Hafi aja, kalo di sini aku takut ada orang lain yang nemu pesan itu, aku ngga mau d takzir"
"Nih, fi simpen" kata Hasna sambil menyodorkan paper bagnya.
Hafi menerimanya dan langsung menuju kamar nya di ndalem, bahkan tanpa menjawab perintah Hasna. Kami sudah terbiasa dengan sikapnya. Aku dan Hasna menjulukinya 'ice girl' . Hafi selalu menunjukkan wajah datar dan tatapan dinginnya. Sama seperti Gus Al suaminya.

***************************

Cahaya senja
Indah bukan?
Memang,
Tapi berbanding terbalik denganku
Meskipun tidak terlalu buruk

Bahagia itu sederhana
Dalam lubuk hatiku
Aku masih ingin bersama mereka
Berada di sekeliling orang yang kita sayangi
Tapi......
Di sana pun aku merasa sakit
Aku memberimu walau kita bersaudara.

3, Januari 2020

Aku menutup buku harianku. Disini masih sangat sepi. Karena masih masa liburan.

'ceklek'

Pintu terbuka, kedua temanku sepertinya baru pulang, entah dari mana, mungkin jalan-jalan.
Mereka duduk di sebelahku.

"Kenapa?"
Suara Hafi memecah keheningan, bertanya padaku Dengan sedikit melirik. Dia tau aku sedang memikirkan suatu hal.

"Bukan untuk sekarang" kataku
Jika Hafi bertanya kenapa pasti dia ingin tau hal yang sedang dipikirkan temannya.

"Terserah, tapi kamu tau tempat untuk berkeluh kesah"
"Yes i know"
"Aku mau mandi dulu"

Aku beralih pada Hasna, dia sedang memainkan...
'hei, dia dapat ponsel dari mana?'

"Na, dapet ponsel dari mana?" Tanyaku
"Kakaku yang membawanya, dia akan menginap di sini. Eh .... oh ya besok orang tuaku mau ke sini. Dan kami harus ikut aku ketemu ayah dan ibuku"
"Ngapain? Mereka kan ayah dan ibumu"
"Ngga boleh nolak AZZA!!
"Terserah, liat aja besok"
"Pokoknya.kamu.harus.ketemu"
"Ak----

"WOY!! Kenapa ribut sih?"
Hafi berdiri bertolak pinggang di depan kamar mandi. Menatap kami tajam. Siaga 1, nyonya besar pasti akan marah.

"Azza ngga mau ketemu orang tua aku" jelas Hasna
"Buat apa? Aku ngga ada hubungan sama orang tuamu. Kita kan cuma teman"
"Sebentar lagi kamu akan terima dengan orang tuaku. Dan kita lebih dari sekedar teman"
"Musta----

"DIEM NAPA SIH, KAYA GITU AJA BERDEBAT, KAYA ANAK KECIL"
Hafi marah beneran.
"Maaf fi," kataku
Lalu aku pergi untuk menenangkan diri.

Kenapa sih harus berdebat karena hal kecil itu. Pada kenyataannya memang aku hanya sebatas teman baginya.

Merebahkan diri  di atas rumput, memejamkan mata. Aku merasa kepalaku berdenyut.
Dan secara kebetulan pula, obatnya habis.

Setelah merasa lebih baik walaupun kepalaku masih sedikit sakit, aku kembali ke kamar, tidak ada siapapun di sini. Aku berbaring di kasur dan tidur. Meskipun masih sore.


HafiazzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang