Hari Senin, semua orang pasti setuju hari Senin adalah hari paling tidak mengenakkan. Bagi yang masih duduk di bangku sekolah sepertiku, hari Senin pasti sangat identik dengan kegiatan upacara bendera. Yah, meskipun aku merasa malas mengikuti upacaranya, tetap saja aku akan melaksanakannya. Daripada mendapat siraman rohani dari kesisiwaan.
Setelaha upacara selesai, semua siswa kembali ke kelas masing-masing. Pelajaran yang lebih membosankan dari upacara bendera akan di mulai. Aku, Hasna, dan, Hafi berjalan bersama menuju kelas. Di depan kelas XI IPA 2 kami berpisah. Aku dan Hafi masuk ke kelas XI IPA 2, dan Hasna harus berjalan lagi sampai ruang kelas XI IPS 2. Sejak kelas X kami memang berbeda kelas. Tapi saat kelas XI semester ke dua, Hafi pindah ke kelasku yang awalnya dia di kelas IPA 1. Aku tidak tahu ala alasan Hafi pindah kelas.
Waktu istirahat sudah tiba. Di depan kelas aku melihat Hasna berjalan menuju ke arahku.
"Kantin kuy," katanya saat sudah berada di depanku. Kami sama-sama pergi ke kantin. Hanya kami berdua yang pergi ke kantin, Hafi sepertinya ada urusan dengan Gus Al. Tadi sebelum jam istirahat Hafi mengatakan akan menemui Gus Al di ruangannya saat istirahat.
"Pesen apa?" Tanya Hasna saat kami sudah sampai di kantin.
"Samain aja" kataku.
Hasna perdu memesan makanan. Suasana kantin yang tadinya ramai seketika hening. Membuatku merasa aneh.
"Ekhem.."
Aku kaget mendengar seseorang berdehem di sekitarku. Saat aku mendongakkan kepala, ada laki-laki yang berdiri di depanku. Tampan, satu kata yang pas untuk laki-laki ini, tapi, masih lebih tampan Mas Zain. Upss.....
"Boleh duduk di sini?" Tanyanya.
"Terserah" kataku menjawab pertanyaannya
Dalam hatiku niatku tidak mengizinkannya duduk disini. Aku merasa sedikit risi dengan kehadirannya. Tapi ini adalah tempat umum, semua orang bisa duduk dimanapun. Melalui lirikan mata, aku melihat dia tersenyum tipis sambil pandangannya terus mengarah padaku. Kubiarkan saja meski aku risi dengan tingkahnya itu.
Untunglah Hasna datang membawa makanan pesanan kami. Kamu pun makan dengan khusyuk tanpa mempedulikan laki-laki itu. Lebih tepatnya cuek. Setelah kami selesai makan, dia mengajak kami berkenalan.
"Boleh kenalan nggak?" Tanyanya.
"Rizaldian Anggara," Kataku. Yup nama laki-laki itu Rizaldian Anggara. Aku mengenalnya, dia menjabat sebagai ketua OSIS. Selain ketua OSIS yang membuatnya terkenal seantero sekolah dia juga terkenal dengan ketampanannya.
"Oh Lo udah tau nama gue. Nah kerena Lo udah tau nama gue, boleh nggak gue tau nama Lo?"
"Nggak, aku permisi, udah bel. Assalamu'alaikum"
Aku menarik tangan Hasna agar segera pergi dari kantin.
**********
Jam dua siang, saatnya kembali ke kamar masing-masing. Semua murid berhamburan keluar kelas menuju gerbang sekolah. Sedangkan aku masih duduk manis di dalam kelas, menunggu keadaan sepi. Jadi aku bisa leluasa berjalan tanpa harus saling dorong. Hari ini aku pulang sendiri ke kamar. Hafi sejak istirahat sampai saat ini belum kembali. Mungkin masih di ruangan Gus Al atau mungkin sudah pulang lebih dulu. Untuk Hasna, aku tidak tahu kemana bocah itu menghilang sejak istirahat tadi.
Setelah keadaan sekolah sepi, kurasa, aku pun keluar kelas. Berjalan sendiri sepanjang lorong menuju halaman, lalu ke arah gerbang.
"Hafiazzahra"
Seseorang tiba-tiba memanggil namaku dari arah belakang. Aku membalikkan badan untuk mengetahui siapa yang memanggilku.
"Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu" kata orang yang memanggilku tadi.
"Hmm...di sini saja" jawabku.
"Tentang surat balasan yang kamu kirim, kenapa kamu melarang saya untuk menyebut nama kamu dalam doa saya?" Katanya.
" karena anda tidak pantas untuk melakukan itu"
"Apa alasannya?" Tanyanya lagi.
"Saya sudah menulis alasannya dalam surat itu"
"Saya rasa kamu ti---...
"Ustadz Haikal yang terhormat, saya katakan ini untuk terakhir kalinya. Saya sudah menjadi milik orang lain, bukan milik orang tua saya lagi. Dan saya rasa anda paham apa yang saya maksud. Permisi. Assalamu'alaikum"
Aku segera pergi dari hadapan Ustadz Haikal. Orang yang tadi memanggilku adalah Ustadz Haikal. Orang yang menitipkan surat pada Gus Al untukku. Semoga saja dia brmar-benar paham apa yang ku katakan tadi. Dan dia tidak akan menemui ku lagi untuk masalah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafiazzahra
De TodoPertemuannya dengan seorang Gus, putra seorang kyai juga kakak dari sahabatnya. pertemuan yang berubah menjadi takdir. Dia jodohnya. Walaupun banyak rintangan, termasuk dari keluarganya sendiri yang menginginkan dia menikah dengan kakaknya. Sekeras...