Pagi menjelang,
Aku sudah merasa lebih baik. Aku juga sudah tidak merasa sakit di kepalaku. Meskipun begitu, aku tetap pergi ke Apotek. Kerena obatnya sudah habis.Sepulang dari Apotek, aku di tarik Hasna untuk mengikutinya.
Dan di sinilah sekarang. Taman. Ada ayah dan ibunya juga, dan seorang laki-laki yang mirip dengan Hasna. Mungkin kakaknya. Laki-laki itu tidak menunjukkan ekspresi apapun, datar. Juga tatapan yang dingin. Lebih menakutkan dari pada Hafi dan Gus Al."Nah ini Azza nya" kata Hasna
"Duduk za" lanjutnya, menyuruhku duduk.
Tapi aku tidak menghiraukan perintahnya. Tiba-tiba saja perasaanku tidak enak. Mereka saling pandang dengan raut bertanya-tanya."Duduk atau saya cium kamu"
Aku tersentak saat telingaku mendengar kalimat itu. Bahkan merinding melihat tatapan tajamnya padaku seolah mengatakan jika aku tak segera duduk, dia akan menciumku.Aku pun duduk, tapi dia lebih dulu meraih tanganku dan menyeretku agar aku mengikutinya.
Ada yang aneh, aku merasa ....... apa yah? Susah jelasinnya."WOY! KAK ITU ANAK ORANG, MAU KAKAK APAIN?" Teriak Hasna karena dia berada lumayan jauh di belakang.
Sampai di samping sebuah mobil, dia membuka pintu dan mendorongku masuk. Kemudian dia berjalan memutari mobil dan duduk di kursi kemudi.
Aku duduk di sampingnya, bukan di kursi belakang. Selintas pikiran muncul di otakku, aku seperti istrinya jika duduk di sampingnya. Eh ...... astaghfirullah, mikir apa kamu za."Emm .... Gus saya pindah bel----
"Di sini aja, belakang udah penuh"
Benar apa yang dia katakan. Kursi belakang sudah terisi oleh Hasna, dan orang tuanya.Mobil pun berjalan, segera bergabung dengan arus jalan raya.
Tiga puluh menit kemudian mobil berhenti di parkiran Mall. Wah ... ternyata mereka membawaku ke sini, seryously?
Kami semua turun dari mobil dam masuk ke Mall.
Aku, Hasna, dan Gus Zainal berpisah dengan orang tua Hasna. Mereka menuju salah satu resto."Kak beli es krim yuk" ajak Hasna. Kami pun masuk ke sebuah kedai es krim, memesan es krim kesukaan Hasna. Selesai menghabiskan es krim kami lanjut berkeliling.
"Jangan berjalan di belakang saya, saya merasa bukan majikanmu"
Yah, aku memang berjalan beberapa langkah di belakangnya.Merasa aku tidak akan menuruti ucapannya, dia menarik lenganku keras hingga aku berada tepat di sampingnya. Hampir bersentuhan.
'ck...' dia berdecak samar, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencari sesuatu. Hei! Kemana Hasna?
'Ting'
Ponselnya bunyi. Setelah membaca pesannya, dia malah tersenyum. Aku sedikit terpesona dengan senyumnya. Tapi seyumnya lebih ke arah menyeringai.
Aku selalu mengikutinya sampai dia masuk ke sebuah toko pakaian syar'i. Saat melihat-lihat, aku terkesan dengan sebuah gamis warna navy. Terlihat sederhana tapi elegant.
"Ambil aja kalau mau, pasti pas buat kamu"
Kata Gus Zainal dari arah belakang.
"Ndak usah Gus" aku menolak, walau sebenarnya ingin.
Tapi sekarang aku tidak punya uang cukup untuk membelinya.Gus Zainal sudah berada di kasir, membayar belanjaanya. Dan kami keluar toko.
"Pulang yuk, yang lain udah nunggu di parkiran"
Aku hanya mengangguk.Sampai di parkiran saat aku akan membuka pintu belakang Hasna menahannya.
"Eitss .... kamu di depan za sama kak Zainal"
"Tapi---
"Udah sana depan" setelah mengatakan itu Hasna langsung masuk diikuti orang tuanya.Huh, aku hanya menghembus nafas pasrah. Kembali duduk di samping Gus Zainal. Di belakang, Hasna cikikikan sambil melirikku. Membuatku kesal.
"Kak, Azzanya ngambek tuh. Bujukin dong" katanya
"Kakak ngga mau"
"Ihh....jangan gitu. Nanti aku dimarahin Hafi kalo sampai pesantren Azza masih ngambek"
"Itu urusan kamu, kakak ngga mau ikut campur"
"Kak ihh"Aku jengah mendengar mereka berdua. Apalagi akulah objek yang mereka perdebatkan.
Yang kulakukan hanya memandang jalanan yang ramai. Kepalaku juga mulai sakit lagi, lebih sakit dari kemarin.Sampai di halaman ndalem, aku segera keluar, bahkan aku tidak mengatakan apapun pada mereka. Sangat tidak sopan, tapi aarrgh..... bodo amat lah. Gampang nanti. Sekarang aku hanya ingin rebahan dan tidur. Berharap semoga setelah tidur. Sakitnya hilang.
Aku masuk lewat pintu samping ndalem
BRUKK...
Aku menabrak seseorang. Hafi. Aku sedikit limbung tapi Hafi segera manahanku.
"Kenapa" tanyanya
"Ndak papa, aku ke kamar dulu" jawabku lirihMasuk ke kamar, aku segera membuka lemari, meraih lalu membuka bungkus obat dan langsung meminumnya.
Dengan perlahan, aku menuju kasur dan berbaring. Aku merasa sesak, sulit untuk bernafas.
Perlahan, mataku menutup. Tidur. Mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafiazzahra
AcakPertemuannya dengan seorang Gus, putra seorang kyai juga kakak dari sahabatnya. pertemuan yang berubah menjadi takdir. Dia jodohnya. Walaupun banyak rintangan, termasuk dari keluarganya sendiri yang menginginkan dia menikah dengan kakaknya. Sekeras...