Nyonya Kang meletakan sepiring salad di hadapan Minhee. Anaknya itu nampak lebih diam sejak ia tidak di rumah. Tapi, wanita itu sama sekali tidak tahu apa yang membuat sang anak lebih diam. Sehingga ia berencana untuk menanyakan beberapa hal pada sang anak setelah makan malam ini selesai.
“Sayang?” Wanita itu lalu membuka mulutnya, memanggil sang anak dengan pelan. Tapi, reaksi yang datang dari si manis cukup membuatnya berpikir—anaknya itu terlihat kaget. Apa ada yang dipikirkannya?
“Iya, bu?”
“Itu salad yang kau minta.”
Minhee menggerakan matanya lalu menangkap sepiring salad di depannya. Dua detik kemudian, ia menoleh dan menatap sang ibu yang sudah duduk di depannya sambil menatapnya dengan senyuman.
“Terima kasih, ibu.” Ia menjawab kemudian lalu menarik piring itu untuk lebih dekat dengannya. Tapi, sebelum tangannya sempat meraih alat makannya, pemilik wajah manis itu kembali menatap sang ibu. “Ibu punya apel?”
“Kau mau?” Si manis memberikan anggukan cepat sebagai jawaban. “Sepertinya ada di kebun belakang. Ibu akan pergi untuk mengambilnya.”
“Biar aku saja.”
Nyonya Kang sudah akan beranjak dari duduknya untuk pergi ke kebun kecil milik mereka yang ada di belakang rumah. Kebun itu tidak terlalu besar dan hanya digunakan untuk menanam beberapa jenis sayuran. Pohon besar yang tumbuh di sana hanyalah pohon apel.
Tapi, belum juga wanita itu bergerak untuk pergi, Minhee lebih dulu menahannya dengan sebuah kalimat. Pemilik surai coklat gelap itu bahkan langsung beranjak dari duduknya sebelum sang ibu sempat bangun.
“Biar aku saja yang mengambilnya, bu. Bukankah lebih muda jika aku yang pergi untuk mengambilnya?” Si manis berucap demikian setelah ia berdiri dan akan melangkah pergi meninggalkan ruang makan—membuat sang ibu jadi mendongak dan menatapnya.
“Tidak apa-apa?”
Lalu, saat sebuah anggukan kecil ia berikan sebagai jawaban, wanita itu juga mengangguk.
“Ibu juga mau?”
“Kalau kau mau mengambilnya, sayang.”
“Mereka yang akan memberikannya untuk ibu.”
“Kalau begitu, sampaikan terima kasih dari ibu untuk mereka, sayang.”
“Tentu.”
Menjawab ucapan sang ibu dengan ceria, Minhee lalu melangkah keluar rumah. Kebetulan, ruang makan yang menyatu dengan dapur itu langsung dihubungan dengan halaman belakang oleh pintu belakang rumah.
Keluar dari rumah, Minhee tidak langsung pergi ke arah pohon apel yang ada di sudut halaman sana. Pemilik manik hijau itu justru melangkahkan kakinya ke arah yang berlawanan dengan letak pohon itu lalu membisikan sebuah kalimat. Tak lama setelah kalimatnya ia bisikan, seekor kupu-kupu dengan sayap berwarna hijau terbang menghampirinya. Senyum manis lantas merekah dan menghiasi wajahnya setelah itu.
“Aku perlu bantuan kecil. Kau bisa melakukannya untukku, kan?”
Kupu-kupu itu lalu terbang mengitari tubuhnya, membuat senyum di wajahnya semakin melebar begitu saja. Detik berikutnya, tangan kanannya terangkat begitu saja, membuat serangga cantik itu jadi hinggap di sana.
“Pergi ke rumah tuan Hwang—penyihir yang terkenal itu. Cari tahu keadaan Hwang Yunseong sekarang. Aku khawatir terjadi sesuatu yang buruk padanya.”
Kupu-kupu itu lalu mulai terbang dari telapak tangannya. Tapi, hewan bersayap itu tidak langsung pergi, ia terbang berputar selama beberapa saat di sekitar situ sebelum terbang lebih tinggi dan mengitari kepala Minhee. Lalu, setelah beberapa kali putaran, hewan itu terbang pergi ditelan kegelapan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST AXELDIAN || HwangMini
Fanfiction(Sedang Revisi) Kang Minhee tidak pernah berpikir jika masuk ke kelas unggulan untuk manusia di akademi sihir itu akan membuatnya bertemu ribuan masalah. Mulai dari anak kelas yang sering memojokannya, teror-teror tidak penting dan menyebalkan, hing...