Chapter 4

2.1K 246 8
                                    

Mata Fabian masih terkunci pada Diandra, dan ia merasakan perubahan napas dan detak jantungnya. Fabian bergerak lebih dekat lagi, bibirnya nyaris menyentuh bibir Diandra; napas mereka menyatu dalam hembusan tertahan. Jika Diandra bergerak barang sedikit saja, kurang dari satu inci saja, maka bibir mereka akan bersentuhan. Ia tidak bisa melawan hasrat itu, tubuhnya menegang berusaha menahan diri, ketika suaminya menyumpah dan mundur menjauhinya. Diandra berkedip-kedip, seolah keluar dari alam mimpi.

"Naik ke kasur." Tangan Fabian menempel di punggungnya, mendorongnya lembut ke arah tempat tidur.

"Aku nggak mau berhubungan..." bibirnya mulai memprotes.

"Aku tahu," potong Fabian tak sabar. "Aku juga sedang nggak ingin." Didorongnya lagi tubuh Diandra maju ke tempat tidur.

"Kamu nggak akan menyentuhku?"

"Nggak. Kecuali kamu yang mau." Fabian mengangkat bahu, seolah tidak peduli manapun yang dipilih Diandra.

"Aku nggak mau," jawab wanita itu tegas.

"Kalau gitu nggak usah khawatir." Fabian berbalik menjauh darinya, melepas kaus yang dipakainya, membuatnya bertelanjang dada. Selalu saja, tubuh pria itu mampu membuat napas Diandra tercekat, hingga ia harus memaksakan diri berbalik dari pemandangan menggoda di hadapannya, naik ke atas ranjang mereka. Diandra menyusup masuk ke bawah selimut, memunggungi Fabian namun sepenuhn ya sadar akan suara yang dibuat oleh pria itu, melepaskan pakaiannya satu persatu meninggalkan jejak menuju ke kamar mandi. Untuk seorang laki-laki yang memiliki disiplin dan selalu terkontrol, Fabian orangnya tidak terlalu rapi: ia bakal melepas baju sembarangan, kaus kaki di sini... celana dalam di sana... menunggu peri pembersih merapikannya untuk Fabian. "Peri pembersih" itu biasanya Diandra; wanita itu sedikit gila soal kerapian dan sering mendapati dirinya mengambili pakaian yang dibuat berserakan oleh suaminya, melipatnya lagi hingga rapi. Tidak lagi, pikir Diandra. Suaminya bisa merapikan bajunya sendiri mulai sekarang.

Bersungut-sungut, Diandra sadar bahwa resolusinya akan berakhir sampai salah seorang pelayan datang besok pagi dan memunguti pakaian Fabian dan membersihkan kamar mereka. Satu kelebihan menjadi orang berada tentu memiliki kebebasan untuk tidak perlu membersihkan rumah mereka sendiri. Fabian sudah biasa dimanjakan dengan pengetahuan kalau dunia ini mengelilinginya. Meskipun keluarga Diandra juga berpunya, ia tidak pernah menyia-nyiakan hal itu, tidak ketika ayahnya begitu acuh, selalu menunjukkan ada di mana cela Diandra dan ibu yang depresif dan meninggal dunia karena menyetir sambil mabuk. Usia Diandra baru sebelas tahun ketika kecelakaan itu terjadi dan menimpa ibunya. Ia bersyukur karena tidak ada korban lain pada kejadian itu.

Diandra mendesah, berbalik mengamati ke arah pintu menuju kamar mandi yang terbuka sedikit. Cahaya keperakan menembus kamar mereka, uap panas menghembus keluar, ia bisa mencium aroma rempah sabun suaminya dari dalam. Air pancurannya tiba-tiba berhenti, Diandra mendengar suara handuk yang diusap-usapkan ke tubuh suaminya. Ia tersenyum ketika mendengar handuknya dijatuhkan begitu saja ke lantai setelah Fabian selesai. Diandra mengenali rutinitas mandi suaminya di malam hari; biasanya dia akan menyikat gigi dan bercukur sambil mandi di bawah pancuran. Lima menit berikutnya, lampu kamar mandi dimatikan, Fabian melangkah keluar dari kamar tidur mereka yang kini gelap gulita. Tatapan matanya cukup bisa melihat siluet tubuh telanjang Fabian, sedikit panik ketika menyadari suaminya berniat berbaring seperti itu.

Biasanya Fabian tidur telanjang tapi sejujurnya Diandra mengira bahwa setidaknya pria itu akan memakai celana pendek atau apa, terutama setelah pertengkaran mereka. Kurang beruntung... Diandra merasakan suaminya membuka selimut dan berbaring di sisinya. Wanginya sungguh memabukkan, Diandra harus melawan reaksi alaminya yang ingin berbalik menghadap suaminya. Fabian tidak mengatakan sepatah katapun, tidak bergerak ke arahnya, tetap berada di sisi tempat tidurnya sendiri. Bukan kabar baru. Fabian memang biasanya tidur di sisinya sendiri, kecuali ia sedang ingin menunaikan proyek jangka panjangnya untuk mendapatkan anak laki-laki. Hanya saat itulah ketika laki-laki itu bersedia mendekati Diandra, menyentuh dan membelainya, melakukan segalanya kecuali mencintai istrinya.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang