0 | intro

146 17 0
                                    

"Gue bosen." Alen melemparkan ponselnya entah kemana sebelum merebahkan diri diatas kasurnya yang berkapasitas empat orang.

Mahesa, atau yang sering Alen panggil Om Mahes, langsung melangkah kedepan pemuda itu sambil memastikan pendengaran.

"Heh?"

"Bosen," Ulangnya.

Mahesa langsung mengeluarkan ponsel, bersiap menekan kontak manapun saat Alen mengatakan alasan dia bosan. "Bosen apanya? Suasana kamar? Mau diganti gak? Kalo mau saya panggilkan arsitek langganan kita,"

"Bukan itu."

"Terus?"

"Bosen jadi kaya," Ucap Alen dengan nada polos, lantas merubah posisi tiduran yang awalnya telentang jadi menyamping. "Pengen nyoba merakyat,"

Disitu, Mahesa hampir mengumpat.

Dia yang sudah jadi pelayan, pengawal, sekaligus 'teman' Alen selama kurang lebih dua belas tahun nggak paham pola pikir remaja satu itu.

Waktu dulu Mahesa ditawari pekerjaan menjaga Alen ini, dia sudah bahagia setengah mati.

Dia nggak bisa membayangkan kalau misalnya sekarang masih berkeliaran di jalanan sambil bawa map berisi CV. Hih, memikirkannya saja sudah merinding.

Apalagi saat sedang di kontrakan, lantas mesin listriknya berbunyi tanda token listrik mau habis.

Atau saat samponya habis dan dia harus mengisi botolnya dengan air. Masa-masa kegelapan yang membuat Mahesa minder.

Makanya, dia bawaannya agak emosi jiwa begitu dengar Alen bilang begitu.

Tapi keadaannya sekarang jelas lebih baik. Bukannya mau sombong atau bangga-banggain pekerjaannya, tapi dari menjadi person-nya Alen, penghasilan Mahesa seminggu cukup untuk membeli sepeda motor keluaran terbaru.

Namun penghasilannya itu nggak ada apa-apanya sama uang jajan si tuan muda selama sehari.

TERUS DIA BILANG BOSEN JADI KAYA?!

"Jangan, tuan muda. Hidup tuan muda nih udah luar biasa ueenakk, nggak usah repot-repot merakyat," Larang Mahesa begitu Alen bangkit dari posisi tidurnya hendak keluar kamar.

"Tapi kata Tanaya merakyat itu asik,"

Mahesa merutuk dalam hati. Keponakannya itu benar-benar racun buat si tuan muda-nya.

"Itu karena Tanaya, sama seperti saya, sudah terbiasa dengan kehidupan mereka."

"Loh Om Mahes rakyat jelata?"

"Ehm," Mahesa memaksakan senyum kaku. Kalo diiyain nanti Alen ngelunjak, kalo dibilang salah nanti Alen mengadu ke bapaknya, serba salah. "I-iya, bisa dibilang begitu,"

"Hooo..." Cowok dengan suara nyaring itu manggut-manggut. "Yaudah kalo gitu Om Mahes coba cerita, rakyat jelata biasanya gimana!"

---

"Om, Om, mandek diluk,"  Juniar menepuk-nepuk pundak supir yang mengendarai mobilnya, memerintahkan mobil tersebut untuk berhenti.

Si supir menurut, memberhentikan mobil jenis Bugatti Divo itu ditepi jalan sementara sang tuan muda telah membuka pintu mobil dan berjalan entah kemana.

Dengan tenang Juniar melangkah ke tempat yang sejak tadi menangkap pandangannya, yaitu kang cilok pinggir jalan yang lumayan ramai.

Pikirannya berputar sebentar, dan gumaman kecil mulai keluar dari mulutnya.

"Alen gelem dijak mangan ngene'an gak yo? Eh tapi kan iki ra higienis, ntar tante Irina marah." Pikirnya, kemudian teringat sesuatu. "Oh iya, kan wingi jare Alen pengen merakyatㅡ"

Idyllic Sides [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang