7 | street food time!

43 14 2
                                    

"Kurs dollar hari ini adalah 13.700! Saham Bitdol Entertainment naik 40 persen, jadi saya rekomendasikan anda investasi disana."

Ningning mengerjap-ngerjap tak habis pikir dengan rahang jatuh menatap sosok didepannya.

Bukan, bukan Alen yang bicara. Buat apa pemuda itu membagikan informasi yang buatnya tak penting sama sekali? Bukan juga Mahesa yang memang sesekali memberi saran seperti itu pada majikannya.

Ini nggak terduga.

Satu bulu berwarna putih bersih (agak mengkilap, bahkan) jatuh didepannya saat makhluk yang tadi bicara mengepakkan sayap di bahu Alen. Ningning nggak lagi menganga, sekarang malah menunjuk makhluk itu dengan heran.

"Apaan, nih?!"

"Ini? Namanya burung kakaktua. Gue gak tau kalo orang biasa asing sama hewan ini,"

"BUKAN ITU!" Si cewek menghentakkan kaki membuat burung kakaktua yang tadi bicara menoleh, hendak membuka paruhnya sebelum Ningning menyambung kalimat. "Kok lo tiba-tiba bawa burung kakaktua? I have a lot of question! Buat apa? Darimana? Alasan lo nunjukin ini ke gue apa? Terus buat apa dia ngomong kurs sama saham ke gue yang notabene-nya cuma anak smk?"

"Calm, lady. Let me explain," Alen menengok bangga pada hewan berbulu itu, lantas mendongak menatap Ningning dengan angkuh. Ningning paham tatapannya.

Tatapan songong.

"Ini iseng gue beli karena tempo hari gue ngeliat kartun Peter Pan di yutub dan mendadak kepengen peliharaan kayak burung kakaktua-nya kapten Hook."

Udah gila! Batin Ningning.

"Gak usah sebutin harga, karena gue pasti bakal misuh-misuh bahkan dari awal lo nyebut angka."

"Oke,"

"Tapi kenapa dia ngomongin kurs dolar sama sahamㅡsaham apa tadi? Dol enterteynmen? Itu lah. Emangnya muka gue muka-muka orang kaya?" Saat mengucapkan kalimat terakhir, entah kenapa Ningning merasa senang sendiri.

"Haha, jangan mimpi."

Burung kakaktua-nya nyeletuk. Kedua lawan bicara itu langsung saling tatap sebelum melotot.

"Udah gila nih burung!"

"Heh, heh, stop!" Alen menjauhkan unggas berbulu itu dari Ningning. "Dia cuma gak sengaja denger Om Mahes ngomong tadi pagi, jadi ngikutin. Yang barusan juga diikutin, dari kartun Peter Pan itu."

"Yaelah,"

"Makanya jangan kebawa emosi."

"Lagian lo aneh-aneh?! Ngapain beli burung gegara kartun? Lebih surprising-nya lagi, lo masih nonton kartun?!"

Alen entah kenapa tersinggung. "Emang gak boleh? Never heard of the saying 'boys will be boys'?!"

"You just proof it just now."

"Is that supposed to be an insult or what?!"

"Udahlah. Gara-gara burung lo gue jadi lupa mau ngomong apa," Ningning melambaikan tangan, celingukan melihat sekitar tempat mereka berdiri sebelum kata-katanya diinterupsi.

"Ambigu banget, bisa diganti gak kata-katanya?"

Dia menghela nafas capek, tapi tetap saja diturutin. "Burung lo namanya siapa?" Niatnya merubah panggilan si kakaktua yang sekarang lagi toleh-toleh nggak jelas disebelah Alen, tapi pemiliknya malah menyahuti dengan bego.

"Yang bisa ngomong apa yang satunya?"

"Bangsat, otak lo yang bermasalah ini, bukan salah gue."

"Apa sih. Orang maksud gue yang satunya tuh burung merak yang dipelihara ayah gue di taman belakang rumah, kok."

Idyllic Sides [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang