Ningning yang tadinya lagi rebahan santai ahoy jos di kasurnya sambil streaming Penthouse sama sekali nggak menyadari ada mobil Lamborghini warna silver yang pintunya bisa dibuka kayak sayap pegasus lagi melambatkan laju dan perlahan parkir didepan rumahnya.
Dia nonton sambil ngemil, sayangnya harus terganggu begitu penumpang mobil itu mengetuk pintu. Ningning pikir siapa yang ngetuk, jadinya dia ngintip lewat jendela kamar yang langsung ke taman samping.
Begitu ngelihat mobil mahal yang sama sekali tak familiar, dia langsung paham. Pasti anak sultan itu.
Dengan terpaksa dia nge-pause tontonannya, keluar kamar dan membuka pintu bersiap mengomel karena anak ini mendatanginya setiap hari. Aneh aja gitu lho, rumahnya Alen jelas lebih bagus, kenapa harus mampir ke rumah Ningning yang biasa saja?
Tok tok tok.
"Iya," Saat membuka pintu, dia sudah bersiap meluncurkan pertanyaannya tapi jadi urung begitu melihat siapa yang berdiri didepan pintu.
Jas rapi yang nggak ada kerutannya sama sekali, rambut klimis yang kayaknya ditata langsung di salon mahal, in-ear layaknya agen-agen rahasia, serta iPad terbaru yang dipegang tangan kanan sosok itu membuatnya refleks ternganga.
Sampai sosok tampan itu buka suara. "Selamat siang mbak Ningning, saya Mahesa."
"I-iya, tau. Alen-nya mana?"
"Pas sekali. Saya kesini mau memberitahu perihal itu. Tuan muda Alen mengundang anda ke rumah untuk bertamu dan menjenguk karena dirinya jatuh sakit dan tak bisa mengikuti sesi pelajaran orang biasa dari anda hari ini."
Ningning berasa guru les yang ada di Sky Castle, tapi tentu saja pemikiran itu nggak dia ucapkan. "Sakit kenapa?"
"Kalau kata dokter yang saya datangkan dari Amerika, sudden surge and unhealthy amount of junk food."
"Hah?" Maklum, Ningning di sekolah Bahasa Inggrisnya pas-pasan. Dia cuma paham artinya junk food dari kalimat yang Mahesa ucapkan.
Sementara itu, tanpa mereka berdua ketahui, bapak Ningning alias Pak Henry ngintip mereka sambil bawa-bawa sarung. Takutnya Mahesa itu rentenir.
"Kebanyakan jajan,"
"Oh." Ningning sweatdrop. "Gara-gara kemarin itu ya?"
Mahesa mengangguk saja, tak mau menjelaskan lebih jauh. Jadi Ningning bersiap untuk pergi kerumahnya setelah izin sebentar dari PA si tuan muda. Menyambar jaketnya yang paling bagus, dandan dikit, dan begitu sudah siap dia langsung menyambar apapun yang ada di meja makan buat bawaan kerumah mewah itu.
Melihat sosok bapaknya duduk menonton TV, dia salim sebelum menghilang begitu saja. "Duluan ya pak, keknya lama, jadi ntar makananku simpen aja dulu."
"Hm, hati-hati."
"Oh iya, itu jajanan yang di meja makan kubawa, ya! Buat oleh-oleh."
"Lho, kalo itu jangan! Ghetuk punya bapak itu! He!"
Ningning keburu lari keluar. Bapaknya cuma bisa pasrah gagal ngemil jajanan yang ternyata ghetuk itu.
Mahesa yang menunggu didepan mobil sempat mengernyit sesaat melihat kotak makan sejuta umat dipegang Ningning dengan dua tangan. "Apa itu?"
"Buat bawaan, om. Namanya getuk,"
Mahesa diam. "Dipikir gua nggak tau getuk apa gimana?!" Tapi akhirnya cuma mengangguk dan mempersilahkan Ningning masuk kedalam mobil.
Lamborghini yang tadinya bergeming mendadak berbunyi mesin, lantas pintu mobilnya naik keatas layaknya sayap seekor Pegasus ㅡiya, ini hanyalah pengulangan narasiㅡ dan Ningning mengangkat kakinya masuk kedalam sambil berdecak kagum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Idyllic Sides [Hiatus]
De TodoAlen mau coba temenan sama rakyat jelata, bosen punya temen yang selalu nyoba saingin kekayaannya katanya. dan akhirnya, dia ketemu Ningsih. cewek yang lebih suka dipanggil Ningning karena menurutnya nama aslinya norak, bikin Alen penasaran akan li...