Lebih baik melawan daripada terus berlarut menikmati kepedihan
Bukankan manusia itu hidup untuk menghadapi ujian? Jadi wajar saja jika manusia akan menghadapi ujian setiap saat. Bisa atau tidaknya melewati ujian tersebut, hanyalah diri kita sendiri yang bisa mengontrol. Larut dalam kesedihan menghadapi ujian memang kerap kali kita lakukan. Tapi akan lebih baik jika kita nikmati semua ujian itu dengan sebuah kekuatan. Dukungan seseorang mungkin bisa menjadi salah satu cara atau tameng agar seseorang yang di dukungnya tak terlalu larut dalam sebuah kesedihan.
Itulah yang dipikirankan Jennie. Ia sekarang menyesal, mengapa dulu ia selalu betah dalam kesedihan jangka panjang ketika menghadapi ujian-ujian yang ia hadapi. Waktu memang tidak bisa berulang, maka dari itu sekarang Jennie ingin memperbaiki kebodohannya. Dirinya adalah miliknya sendiri, tidak boleh ada seorangpun yang berhak untuk menggunakan dirinya untuk kesenangan orang-orang keji.
Mungkin bagi Seona, menyakiti Jennie adalah sebuah moment yang membahagiakan. Terkadang tindakan keji bisa jadi sumber kebahagian seseorang, tanpa memikirakn perasaan orang yang disakiti. Ia hanya mementingkan ego dan kebahagiaannya sendiri. Sangat menyeramkan memang orang-orang seperti itu. Populasi orang seperti itu jumlahnya tak sedikit. Mereka dibedakan menjadi dua kategori, tak terlihat dan terlihat. Kategori yang tak terlihat adalah kategori yang paling menyeramkan.
"Jennie-ya, kerja bagus hari ini." Gadis itu mengaca sambil tersenyum. Mencoba memberikan semangat pada dirinya sendiri. Setelahnya, ia mengambil pasta gigi dan mengoleskan di atas sikat giginya. Kebiasaan yang bagus, menyikat gigi sebelum tidur.
Jennie merebahkan tubuhnya di atas kasur setelah ia selesai menggosok giginya. Tangannya meraba nakas yang berada tak jauh dari kasurnya untuk mengambil ponsel. Ia membuka social medianya, ingin melihat berita apa yang tengah ramai saat ini. Alih-alih mencari berita, niatnya terurungkan ketika ia melihat notifikasi pesan social media yang jumlahnya ratusan. Ketika jarinya hendak menyentuh tombol notifikasi tersebut tubuhnya tiba-tiba terjingkat, "Ya Jennie! apakah kau sudah gila? Aish, sudahlah jangan dilihat."
Jennie melempar ponselnya ke kasur, mengusap wajahnya gusar. Untung saja dia segera tersadar, jika tidak mungkin ia akan merasakan kembali kebodohannya. Dia harus mencoba untuk mengabaikan hal-hal semacam itu. Biarkan saja mereka sampai berbusa menghujat Jennie. Yang harus Jennie lakukan sekarang hanya perlu mengabaikan mereka. Yang terpenting, in real life dia tidak mempunyai musuh seperti Seona. Hidup mereka seperti keterbalikan.
Akhirnya Jennie menghembuskan nafas kasar, kemudian mengambil ponselnya yang tergeletak tak jauh dari tubuhnya, "Jennie, kau harus mengabaikan mereka. Hapus saja pesannya, oke? Jangan kau baca, jebbal."
&&&
"O-oohh, Hyung!" Teriak seseorang saat ia tak sengaja melihat Taehyung berjalan hendak keluar pintu agensi.
"Eoh? Choi Yeonjun? Wae?"
"Aniyo, opsoyo. Kau mau pulang?"
"Hhmm."
"Hyung! Kau tak ingin minum bersamaku? Kita sudah lama tak mengobrol bersama Hyung." Yeonjun berseru kembali saat Taehyung hendak melangkahkan kakinya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Jujur saja, Yeonjun sebenarnya sedikit takut ketika ia mengajak Taehyung untuk minum. Entahlah mereka bisa dibilang akrab atau tidak, tapi bagi Yeonjun dirinya dan sunbae-nya tersebut cukup akrab. Yeonjun dengan tak tau malunya terkadang mengajak Taehyung mengobrol dan bertanya-tanya banyak hal seputar musik. Maklum saja, ia harus menanyakan hal-hal seperti itu kepada orang yang lebih ahli. Yeonjun sangat ingin menjadi idol yang kelak bisa terkenal seperti sunbae-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin
FanfictionMenjadi kekasih atau pendamping seorang bintang ternama memang suatu hal yang ingin dirasakan oleh seorang fans. Namun dibalik itu semua, nyatanya tak seindah apa yang di bayangkan. Menjadi kekasih seorang bintang ternama mungkin bisa saja mendoron...