9

239 67 5
                                    

"Mbak lagi males, jujur." Thalia bermonolog sendiri setelah dirinya berhasil dipaksa untuk menemani adeknya, Erik. Harusnya malam minggu ini Thalia tidur ditemani selimut serta guling yang tidak pernah absen menemaninya. Tapi hal itu digagalkan Erik karena Erik memaksanya untuk ikut dengannya.

"Itung itung pahala nemenin adeknya. Napadah loyo amat tu muka?" Erik berjalan disamping Thalia sesekali menyesap bubble tea nya yang tinggal separuh.

"Loyo gegara kamu ngajak mbak padahal mbak mau tidur." Jawaban Thalia berhasil membuat Erik tertawa melengking, membuat beberapa pengunjung mall mengalihkan atensi mereka ke Thalia dan Erik.

Erik sendiri mengajak Thalia karena Erik ingin merasakan vibes nge-mall dimalam minggu bersama pacar. Karena Erik nggak punya pacar akhirnya ia mengajak Thalia alias kakak rasa pacar. Bukannya ia tidak punya pacar, Erik lagi digantungin sama seseorang. Erik bukan tipe playboy atau pun fakboi.

"Sumpah dek, mbak ngantuk banget kenapa kamu ajakin ngemall sih. Kaya gak punya temen laki aja kamu."

"Gak mau, nanti dikira homo."

"Kan emang." Erik refleks memasang muka kesal. Thalia selalu saja begitu.

"Makanya, cari pacar sana gak usah nge-stuck di siapa itu lupa namanya? Ah gak tau lah." Thalia lalu menyesap minuman taro miliknya dan mengernyit karena ia sebetulnya tidak suka rasa taro. Tapi karena bentuk wadahnya lucu jadi Thalia mau. Kebiasaan buruk Thalia.

"Namanya Gemani, mbak."

Thalia hanya mengangguk karena sudah mengingat namanya. Thalia sendiri heran kenapa Erik bisa-bisanya nge-stuck ke satu perempuan. Padahal Thalia rasa, Erik punya bibit-bibit fakboi tapi kenapa ia tidak menggunakannya? Thalia sendiri kalau menjadi Erik pasti udah menggebet selebgram cantik nan kaya terus diporotin duitnya, canda.

Thalia mengambil bubble tea milik Erik dan menyesapnya, lumayan daripada taro miliknya. "Mbak sama mas jan jan itu emang udah maju? Keliatannya stuck mulu di chat." Thalia sontak tersedak mendenger pernyataan Erik. Erik sendiri tertawa kemenangan karena berhasil men-skak Thalia.

"Siapa bilang mbak pdkt sama Januar? Enggak tuh."

"Berarti masih mending Erik sama Gemani, digantungin tapi Erik maju. Daripada mbak sama mas Januar? Maju mundurnya gak keliatan."
"Tapi mas Januar lebih mending sih daripada Yudha Yudha yang kaya tai itu."

Thalia hanya diam membiarkan Erik mengoceh tentang masalah percintaannya. Maklum saja, Erik masih dalam tahap proses menuju remaja.

Mereka berdua akhirnya berhenti di salah satu cafe diluar kawasan mall namun masih dalam gedung yang sama. Sebenarnya, Thalia itu sangat jarang nongkrong di yang namanya cafe kalau bukan Nadine yang ajak atau kumpul-kumpul ke weekend. Mending uangnya buat beli pecel lele atau martabak asin lebih enak dan lebih kenyang.

Sebelum menuju kursi, Thalia dan Erik sempat memesan capuccino dingin. Tenang saja, taro dan bubble tea milik mereka tadi audah habis tepat sebelum masuk cafe. Ayah mereka tidak mengajarkan mereka sama yang namanya mubazir. Applause untuk didikan Ayah Sonu. Tapi yang namanya Thalia sama Erik gak cukup kalau gak banyak minuman.

"Kalau mbak ditembak Januar sama Yudha secara barengan, mau terima yang mana?" Thalia yang sedang menarik kursi lantas menoleh kearah sekitar.

"Gatau ya rik, mbak masih ragu juga sama perasaan mbak."

Erik menatap prihatin ke arah Thalia. Thalia itu diluar memang kelihatan sangar tapi Erik jelas tahu bahwa dalam masalah hati, hal itu yang menjadi kelemahan Thalia. "Yaudah gak usah sama Yudha atau Januar mbak, aku kenalin temenku yang mirip Dilan."

"Gak minat makasih."

"Padahal dia naksir mbak lo, kalau kerumah pasti curi-curi pandang ke mbak. Di sekolah juga suka diceng-cengin."

Thalia hanya diam. Bukan diam karena tidak ingin merespon pernyataan Erik, tapi diam karena netranya menangkap sosok Januar memasuki cafe tempat ia dan Erik sekarang. Namun bukan itu saja, ia terkejut karena Januar tidak sendirian, ia juga bersama dengan seorang perempuan.

Thalia tidak ingin menampik kalau dadanya sekarang terasa sangat sesak. Ia ingin marah dan cemburu tapi juga sadar bahwa hubungan mereka tidak lebih dari sebatas teman.

Erik yang menyadari perubahan suasana milik kakaknya langsung menoleh kearah mereka, tanda kutip Januar dan perempuan lain. Januar dan perempuan itu terlihat sangat akrab bahkan tak segan perempuan itu mengacak rambut Januar.

"Rik, ayo pulang, mbak tiba-tiba pusing."

Thalia kalut. Thalia ingin menangis saat itu juga tapi takut maskara-nya luntur. Maklum, hadiah dari Nadine saat ulang tahun yang berawal dari drama. Mukanya Thalia udah gak enak banget dilihat. Rasanya Thalia seperti nge-gep pacar sendiri sedang berduaan dengan perempuan lain.

"Cepet ah rik!" Thalia memukul pundak adiknya dengan pelan dan berusaha berjalan menuju pintu keluar, sampai ...

"Pesanan atas nama Thalia."

Bertepatan dengan barista yang memanggil nama Thalia, netra Thalia dan Januar bertemu. Rasanya Thalia seribu kali ingin menangis saat itu juga. Langsung saja Thalia keluar dengan setengah berlari, meninggalkan Erik yang tengah bingung harus mengejar kakaknya atau mengambil pesanan milik-nya dan kakaknya.

Sedangkan Januar, Januar tau perempuan dengan cardigan birunya itu tengah menahan tangis dan ialah penyebabnya. Tapi, ia juga tidak bisa menampik kalau dirinya seorang pengecut.

Redamancy. - Lee JuyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang