1

964 105 11
                                        

Thalia memang suka lapangan sekolahnya. Apalagi saat jam pelajaran olahraga. Ia bebas berlari kemanapun sembari menendang bola. Bukannya tomboy tapi memang kegemarannya adalah bermain bola. Lagian, apa salahnya seorang perempuan bermain bola, toh dia masih punya jiwa feminim.

Tapi saat ini ia sedang berada di tengah lapangan menghadap tiang bendera sembari hormat. Bukan tanpa alasan. Ia tidak mengerjakan pr fisika yang diberikan pak Bondan. Bagaimana ia harus mengerjakan tugas rumah itu jikalau dirinya bahkan tak mengerti angka-angka untuk apa itu.

Panas? Pasti. Sudah setengah jam ia berdiri di tengah lapangan. Tinggal setengah jam lagi ia kelar. Daripada khawatir kulitnya akan menghitam, ia lebih khawatir pada rasa dahaganya.

Bayangkan saja, ia belum meneguk setetes air karena ia tadi disuruh membantu ibu perpustakaan untuk membawa buku dan ternyata bel sudah berbunyi yang mengakibatkan Thalia berlari agar tidak tertinggal pelajaran pak Bondan. Itu sebelum ia menyadari kalau tidak mengerjakan tugasnya. Kalau tau dirinya tidak mengerjakan tugas, Thalia lebih memilih di perpustakaan.

"Panas banget kaya simulasi padang mahsyar."

Dari kejauhan, seorang pemuda tengah menenteng plastik bening berisikan es teh yang dibungkus dan beberapa cemilan yang Thalia yakini membeli dari kantin. Thalia berfikir sejenak lalu mendekati pria itu sembari tangannya masih dalam mode hormat. Ia berhenti tepat didepan tiang bendera.

"Kiw cowok. Bagi es teh nya dong." Pemuda yang menenteng plastik itu berhenti tepat di depan tiang bendera juga namun berlawanan arah dengan Thalia. Ia melihat sosok Thalia yang acak acakan. Rambut yang dikucir berantakan serta lengan seragam yang digulung.

Pemuda itu menatap Thalia dan es teh didalam plastik itu secara bergantian "Ini?" Thalia mengangguk tak sabar. "Ayo dong, kasih gue es teh lo. Aus nih." Thalia menggosok lehernya menandakan dia benar benar haus.

Pemuda itu kemudian mengeluarkan kantong es teh manis. Membuka ikatan plastiknya lalu memasukkan sedotannya kedalam es teh nya. Ia berjalan mendekat ke Thalia. Thalia langsung berbinar saat itu juga.

Thalia sangat senang namun kemudian rautnya berubah setelah pemuda itu memasukkan sedotan ke mulutnya lalu meminumnya "Ah seger. Duluan ya, semangat hormatnya." lalu pemuda itu melanjutkan langkahnya meninggalkan Thalia dengan harapan palsu. Bahkan dengan sengaja, pemuda itu mengunyah es batu.

"Bangsat, gue tandain lo." Rasanya Thalia ingin melemparkan sepatu converse hitamnya ke pemuda itu. Seumur hidup ia tidak pernah melihat pemuda yang menjengkelkan.

☁️

Setelah hukumannya selesai, Thalia gak langsung ke kelas. Gak peduli udah ada gurunya atau belum ia lebih memilih ke kantin. Beruntung ada Nadine yang sedang memakan bakso. Thalia langsung duduk dihadapan Nadine.

"Nadine, gue capek. Pak Bondan gaada emangnya?" Nadine yang masih mengunyah bakso menggeleng pelan. Jawaban Nadine membuat Thalia meringis "Tau gitu gue gausah jejer bangsat. Aduh, pak Bondan suka banget nambah masalah."

Thalia mengambil gelas yang berisi es teh punya Nadine dan langsung meneguknya sampai habis "Heh tai. Punya siapa yang lo minum?" Thalia menyengir dan langsung memesan es teh dua gelas.

"Lagian sih lo pake alasan buku ketinggalan. Coba tadi lo pura pura sakit pasti diampuni." ujar Nadine lalu ia melahap baksonya lagi.

"Gini loh Nadine sayang, gue tuh anak yang baik tidak suka berbohong dan pandai menabung."

Nadine langsung menyuapi Thalia dengan bakso. Bahasa kerennya, ngejejelin. "Makan tuh. Lo rese kalo lagi laper."

Thalia merengut namun mulutnya berkata, "Enak" sehabis itu mereka tertawa.

"Eh din, gue mau cerita. Masa tadi ada cowo sok iye banget gue mintain es teh dia kagak mau. Padahal gue mintanya baik baik dan parahnya lagi dia malah minum didepan gue. Padahal dia tau gue lagi kepanasan."

"Tampang lo melas banget, gue yakin dah."
"Tapi btw, cowonya itu siapa?"

Pertanyaan Nadine dibalas gelengan sama Thalia karena memang Thalia tidak mengetahui nama dan kelas mana dia. "Gua gak tau anjir, yang gua inget dia tinggi, putih, ganteng tapi ngeselin. Sumpah gua kalo ketemu dia pengen nimpuk asli dah."

"Pacarin aja deh Thal."

"Stress lo."

"Daripada ngejar kak Yudha yang ngasih lo harapan palsu mulu. Gua sampe gedeg denger lo curhatin dia mulu. Kalo lo kaya tai, si Yudha itu ampasnya."

Thalia meringis. Sudah dua tahun ia mengejar kak Yudha. Ia sudah confess dan diterima dengan hangat oleh kak Yudha namun hubungannya lebih seperti digantung. Kak Yudha dengan keramahannya ke semua cewek dan mungkin Thalia adalah tempat kalau kak Yudha udah bosen dengan semua ceweknya.

"Kalau pun gue gak sama kak Yudha, gue gak bakalan sama tuh cowok." Thalia mendengus dan langsung mengambil es teh karena ibu kantin itu memanggilnya setelah itu langsung duduk kembali.

"Sekesel itu lo ke cowok tadi Thal?" Pertanyaan Nadine hanya dijawab anggukan kepala oleh Thalia.

Belum sempat Nadine meluncurkan pertanyaan selanjutnya, seorang pemuda dengan rambut sedikit gondrong merebut es teh Nadine. Nadine ingin menyumpahi ini kali kedua es teh nya diminum tanpa izin.

"Mahesaaa. Es teh gue!" Mahesa hanya tersenyum yang membuat Nadine mendengus kasar lalu merebut kembali es tehnya.

"Anak cewek tuh ga boleh digulung bajunya." Mahesa menurunkan gulungan lengan baju Thalia yang membuat Thalia menepis kasar tangan Mahesa "Lo siapa pegang pegang? Cakep lo?"

"Gua? Ya cakep lah buktinya bisa jadi pacar Nadine." Ucapan Mahesa membuat Nadine terpingkal karena raut wajah Thalia yang nampak jengkel.

"Lo pada pacaran gak ada so sweet nya."

Mendengar hal itu, Mahesa langsung merangkul Nadine dan mengecup puncak kepalanya. Nadine juga membalas pelukan Mahesa dan membulatkan bibirnya membentuk pout "Yaampun kasiannya Thalia gaada pacar buat dipeluk. Yudha teros sih."

☁️

"Es teh gue lo kemanain dah Jan?" Gama sibuk mencari-cari es tehnya di plastik. Rasanya ia tadi sudah membeli es teh. Tadi, ia dan Januar pergi ke kantin untuk membeli jajanan serta es teh namun ia menitipkan plastik beserta isinya ke Januar karena panggilan alam yang gak bisa ditahan dan menyuruh Januar untuk duluan.

"Gue minum."

Gama berdecak, "Bukannya lo gak suka teh?"

"Haus."

Januar pasti sudah gila karena tersenyum sendirian mengingat kejadian beberapa menit lalu.

Redamancy. - Lee JuyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang