03.| RASA PILU

3 0 0
                                    

●●●

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



RISA merespon objek yang dilihatnya dengan senyuman. Entah kenapa ia merasa senang juga iri di waktu yang bersamaan tiap kali melihat kedekatan anak kecil dengan ayahnya. Risa ingin sekali ada di posisi itu, mengingat waktunya dengan almarhum ayahnya dulu bisa dibilang terlalu singkat.

Tak banyak yang diketahui Risa tentang sosok ayahnya. Terlebih karena ayahnya mulai sakit-sakitan dan meninggal ketika Risa masih berumur empat tahun lebih. Tapi satu hal yang pasti bahwa Risa sempat merasakan pelukan hangat figur seorang ayah. Setidaknya ia masih bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan emas itu.

"Lah, kok gue malah bengong sih," Risa membuyarkan lamunannya. Ia mendongak melepaskan indra penglihatannya dari bocah laki-laki yang bercengkerama dengan ayahnya menuju langit yang kian gelap.

Risa harusnya tiba di rumah beberapa jam lalu. Tapi karena tugas sekolah terpaksa dia mampir dulu ke toko untuk membeli alat yang dibutuhkannya. Selain alasan mampir ke toko, ia juga tidak bisa pulang dengan kendaraan umum karena uang sakunya digunakan membeli peralatan tadi.

Saat tiba di rumah, yang Risa liat pertama kali adalah kondisi pintunya yang terbuka lebar-lebar. Sempat mengerutkan keningnya karena ini bukan kebiasaan mamanya. Biasanya pintu rumah tertutup rapat saat maghrib menjelang.

"Mah Risa udah pulang," teriaknya. Lalu gadis itu pun mengambil posisi duduk melepaskan sepatu beserta kaos kaki dan menyimpannya pada rak dekat pintu.

"Mah," panggil Risa sekali lagi. Kali ini diikuti gerakan menutup pintu tempatnya masuk. Tetap saja tidak ada jawaban dari yang bersangkutan.

Dijam seperti ini biasanya sang mama sedang melanjutkan jahitannya atau paling tidak ia duduk di depan televisi untuk menutupi perasaan lelahnya setelah seharian bekerja sebagai seorang penjahit.

Risa berpikir sebentar, "Mungkin lagi masak," gumamnya sembari membawa langkah kakinya menuju dapur.

"Maaf Mah, Risa telat karena tadi mampir dulu di..." Alih-alih menemukan sang mama seperti bayangan imajinya, Risa justru menemukan figur lain di sana. Alasan itulah yang membuatnya memilih menjeda kalimat dengan cara menautkan kedua sisi bibirnya.

Selama beberapa saat Risa dibuat tercengang oleh objek yang saat ini disaksikan kedua matanya. Bagaimana bisa figur yang membuatnya menderita sedang terduduk anteng di meja makan ditemani mangkuk berisikan mie hangat.

Berharap apa yang disaksikannya hanya khayalan membuatnya mengucek-ucek matanya. Ia juga mengerjap berharap bayangan itu lenyap. Namun nihil, usahanya hanya berakhir dengan kesia-siaan. Orang yang membuat hidupnya menderita masih ada di tempat yang sama.

"Apa liat-liat, minggir sana. Bikin nafsu makan hilang aja liat muka kamu," judes pria itu dengan tatapannya yang masih sama dengan terakhir kali dia bertemu dengan Risa. Selain tatapan, cara bicaranya pun masih sama. Tegas dan tak terbantahkan. "Kamu punya kuping gak?"

TENTANG RISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang