Ace mendatangi Zoro dan teman-temannya yang tengah berkumpul di kantin.
Hari ini mereka kembali ke sekolah seperti biasanya.
Sadar akan seseorang yang hadir, Zoro menoleh mendapati sosok kakak Luffy. Dengan sopan Zoro menyuruh Ace duduk.
"Ah, maaf mengganggu acara kalian."
"Tidak apa-apa Ace senpai." kata Robin, ia tersenyum manis. "Apa kalian teman-temannya Luffy?"
Tidak ada yang menjawab, hingga suara Usopp membuat mereka menatapnya. "Bisa dibilang; 'iya' tetapi, bisa juga dibilang; 'Tidak' karena bagaimana, pun Luffy hanya mengenal Aku, Chooper dan Zoro yang pernah di temuinya."
Ace mengangguk mengerti, "baiklah, apa kalian ada yang tau kegiatan Luffy selama dikelasnya."
"Dia bersekolah tidak lama, jadi aku tidak tau." Sanji menggeleng begitu juga dengan Robin. Hanya saja Robin tersenyum manis.
"Saat itu, aku pernah melihatnya memasuki sebuah gang kecil di jalan bunderan Redline.
"Jalan Bunderan ...,"
Usopp terlihat terkejut, mengingat satu gang sempit yang hanya ada di sana. Robin yang sadar wajah Usopp berubah bertanya, membuat semua orang di meja itu juga menatapnya.
"Ada apa Usopp?"
"A-aku pernah masuk ke gang itu, dan gang itu dipenuhi hewan hewan mengerikan seperti; An—"
"Tunggu sebentar, ini bukan waktunya untuk bercerita Usopp." kata Sanji, membuat Usopp terkejut.
"Sanji! Aku ... Aku ingin mengatakan bahwa-" Sanji mengibaskan lengannya di wajah Usopp, "sudahlah Usopp!"
...
Law berdiri didepan pintu kelas sebelas ipa, di mana dia akan memulai penyamaran, mengingat dirinya akan menyamar, membuat dia sedikit gugup. Bukan karena ia malu, namun ia takut gagal dalam misinya ini.
"Untuk apa aku menyamar? Dan mencari Informasi tentang keluarga D."
...
"Nami!" Nami menoleh, menatap Vivi yang berjalan ke arahnya. "Ya?"
"Kau tau? Dikelas sebelah ada murid baru yang tampan!"
"Oh, ya? Apa dia kaya?" Vivi terlihat berpikir, "sepertinya ia kaya, melihat betapa tampannya dia, oh! Dan dia juga memakai anting berlapis emas yang indah!"
"Benarkah?" Nami segera menutup kran Wastafel, lalu mengusap tangannya oleh lap yang tersedia disana.
"Mau mendekatinya?" tanya Vivi was-was.
"Tentu saja! Siapa yang akan menyia-nyiakan pemuda tampan itu—!"
"Tetapi Nami, aku agak khawatir juga, soalnya—itu Anu Vio-chan sudah mendekatinya terlebih dahulu."
"Oh Ayolah Vivi! Dia hanya seorang Violet, dia tidak begitu cantik! Mana mungkin pemuda tampan dan kaya itu menerima Violet."
Vivi terlihat mendengus geli, "kau berlebihan Nami." Nami mengangkat alis kirinya, "apanya yang berlebihan Vivi? Memang buktinya, kan?"
"Tapi, kau tidak seharusnya—"
"Vivi! Kau memilih gadis jangkung, sombong dan so cantik itu? Kau dan aku bersahabat sudah dari dulu!" bentak Nami, ia merasa Vivi membela Violet.
"Nami ... Se, seharusnya kau berpikir lebih dalam, sebelum mengatakan itu! Violet tidak seperti yang kau katakan. Dia tidak sombong!"
...
Violet terlihat akrab dengan Law, dan itu membuat siswi-siswi di sana iri padanya. Violet beruntung! Sangat beruntung.
"Law, lihatlah! Aku membuat burung burung ini dari Origami!" Law menghela nafas, dan tersenyum menanggapi teman barunya itu. "Ya, bagus."
"Law, kau dari sekolah mana? Apa kau dari Grandline?"
"Aku—" Law berpikir. "Hem, sebenarnya aku dari—"
"Law!"
"Usopp?" gumam Law, Usopp melambaikan tangannya dan mendekati Law. "Masuk kapan?"
"Setelah istirahat pertama." kata Law, Usopp melihat gadis lain disamping Law. "Violet?"
"Usopp? Kau mengenal Law?"
"Ya, dia temanku."
...
"Nami!"
"Ayolah, Vivi! Apa kau tidak menyadarinya?"
Vivi terlihat emosi, dia mengepalkan tangannya. Wajahnya memerah menahan amarah. "Sebagai sahabat, kau seharusnya tidak boleh mengatakan itu!"
"Aku hanya memanfaatkannya Vi! Berhubungan dia anak dari salah satu pemegang saham sekolah ini, kita akan kaya! Bila memanfaatkan anak itu!"
"Tapi, tidak seharusnya—"
Nami memegang erat bahu Vivi, membuat Vivi menatapnya. "Vi! Kumohon. Sebaiknya kau dengarkan aku," Vivi melepaskan genggaman Nami dibahunya, lalu pergi.
Tanpa mereka berdua sadari, Robin yang dari tadi tidak keluar dari kamar mandi, hanya mendengarkan mereka.
"Argh! Dasar!" Nami menendang ember kecil di sana. Ia mencengkram erat sisi wastafel, sembari menatap dirinya di pantulan cermin.
"Kau akan merasakan akibatnya Vivi, Violet!"
Apa yang gadis itu pikirkan? Dia memanfaatkan Vivi dan Violet karena harta dan kedudukannya itu.
...