Axel

23 5 0
                                    

"Ada yang mau jadi pengganti gue ga?" Axel masuk ke sebuah ruang latihan yang dipenuhi alat-alat musik dan papan whiteboard dengan coretan rancangan pembuatan lagu.

 "Lo mau ga? Gue ga janji bisa konsisten," ujar Axel segera mendaratkan tubuhnya di kursi depan.

"Lo mau gue sleding ga?"

"Sel ayolah ini udah h-2 minggu dan lo baru bilang ga janji."

"Gue gatau deh, pokonya lo harus ikut."

Seorang laki-laki berperawakan tidak terlalu tinggi menghampiri Axel yang saat itu dilema. 

"Mau ngobrol ga?"

Axel mengiyakan, "bantuin gue ya Di."

Dendi, teman satu tempat latihan musik Axel. Ia satu-satunya orang yang mengetahui permasalahan antara Axel dan emosinya.

Tanpa basa-basi, Dendi segera keluar dari ruang latihan. Axel mengikuti langkah Dendi tanpa menghiraukan pertanyaan dari anak-anak yang lain.

"Jadi gimana?" Dendi berhenti di tengah-tengah lorong gedung.

"Gue makin merasa bersalah Di."

"Keinget yang dulu lagi?"

"Tiap nyanyiin lagu itu gue selalu ngerasa kalo dia masih ada. Gue ga pantes buat itu."

"Lo kira dengan rasa bersalah lo bisa bikin anak-anak yang lain peduli? Ga semua dari mereka tau kejadian ini."

Axel terdiam. Ia hanya menunduk sambil mengepalkan telapak tangannya menahan sesuatu.

"Lo gabisa pake alesan ga konsisten cuma karna lo mau ngehindar dari rasa bersalah lo. Ini udah h-2 minggu dan we've all been waiting for this chance, lo gabisa egois Sel."

Axel mengangguk. Sejujurnya dia sangat bingung dengan posisinya sekarang ini. Ia masih belum siap dengan kenyataan bahwa ia harus menyanyikan lagu yang dapat mengingatkan dirinya ke masa lalu yang ia benci. Ia tidak bisa tapi harus apa?

Hari itu Axel memutuskan untuk kembali menjadi vokalis tetap walaupun sangat berat baginya untuk mengiyakan.

Dendi dengan dualitynya harus bisa senetral mungkin dalam mengambil keputusan. Bahkan bagi Dendi pun, lagu ini bisa menjadi trigger baginya untuk kembali menangisi penyesalan masa lalunya.

******

Ruang himpunan hari ini sudah mulai menampilkan tanda-tanda kehidupan. Kembali lagi dengan panitia makrab inti yang pasti sudah stand by bak satpam sekolah yang siap mencatat siapa saja siswa yang telat.

Tara, Dinda, Rangga, Haikal, Raka dan kating-kating yang lain sudah membentuk posisi duduk layaknya forum meja bundar. 

"Lo ngakak ga sih?" seengganya itu kalimat pertama dari Haikal yang tidak biasa dengan situasi seperti ini.

"Sorry bang telat."

"Gapapa gapapa santai aja Sel, kita lagi sharing aja sih ini."

Axel masuk dengan senyuman ala bayi matahari telletubies. Tara gimana tuh? Ya Tara sih masih fokus aja ngelamun entah mikirin apa, doi ga terlalu peduli sama eksistensi Axel. Lagian ini kan bukan rapat jadi ga masalah kecuali Rangga yang masih liatin Axel dari atas sampai bawah, jijik.

"Nasi kotaknya mana bang?" Lucas dengan segala kehumorisannya.

"Bang beng bang beng, tukang cilok gue?" jawab Martin

Haikal menarik lengan baju Raka, "diemin aja. Orang batak gausah dilawan sat, nyari gara-gara lo."

"Gue batak sunda kali kaga galak-galak amat."

"Kalo bang Lucas marah gimana tuh bang?" Tantang Dinda yang masih sibuk mengunyah cheetosnya.

Dengan semangat 45, Lucas segera berdiri dari tempat duduknya, "ehem," ambil nada. "Ari kamu gaboleh gitu ih bodat kamu mah aku teh butuh hepeng opung geulis kamu mah ah."

"Muka aja ganteng kelakuan kaya setan," ujar Yudis yang sedari tadi sibuk menghitung jumlah kartu uno di depannya.

Tidak ada yang menjawab jika Yudis sudah berkata-kata. "Komdis yang sekarang sedikit aneh ya bang," Axel tersenyum kecil kearah Yudis namun hanya dibalas tatapan sinis. "Eh maksud saya gagitu bang."

"Lagian macem-macem," Tara meleos keluar dari ruangan yang siang itu semakin dipadati kating-kating lain. 

"Kabur terosss," sindir Rangga.

Tanpa basa-basi, Axel mengikuti Tara yang terlihat berjalan kearah lorong gedung A.

Tara terlihat masuk ke salah satu ruang kelas dengan membawa satu kertas berukuran A4 yang sudah dipenuhi lukisan abstrak. Axel memutuskan untuk berhenti di depan pintu ruang kelas tanpa maksud mengganggu privasi Tara.

 "Ck, moga ga aneh-aneh lagi sih," gumamnya.

Axel mengetuk-ngetukan jarinya ke pintu ruang kelas. Ia khawatir. Ini sudah lebih dari 20 menit semenjak Tara masuk ke ruang kelas.

 "Ra, ngapain?" dengan terpaksa, Axel memberanikan diri untuk mengetuk pelan pintu kelas.

"Lagi boker."

"HAH? Gue masuk ya."

Axel membuka pintu ragu-ragu, "Ra? Dah beres bokernya?"

"Gue duluan ya Ra."

"Loh bang Jef? Eh kirain gaada lo bang sorry sorry."

Jeffry menepuk pundak Axel sebelum meninggalkan kelas, "lo jangan kaya Tara ya Sel, capek."

"e-eh gimana bang?"

"Udahlah Sel sok gatau banget lo," Tara berdiri dari posisi duduknya, "Jadi lo ngapain ngikutin gue? Maling?"

"Loh gue masih gangerti Ra. Bang Jeffry sama lo disini lumayan lama dan tadi gue liat muka bang Jef kaya kecewa gitu, what happened?"

"Gue mau ngasih lukisan ini lewat dia buat dikasihin ke orang yang gue sayang tapi dia nolak dan bilang gue aneh Sel. Tadi juga kita berdua sempet debat dikit. Jujur, gue juga capek."

Axel berjalan menghampiri Tara, "Gue gatau apa hubungan bang Jef sama dia tapi gue juga gamau lo kaya gini terus."

"Susah Sel."

"Ra, denger gue sedikit aja," Axel menatap lekat-lekat mata Tara, "Bukan cuma lo yang sayang dia, bukan cuma lo yang nyesel, gue juga Ra dan bahkan gue harus gantiin posisi dia di lagu yang sama waktu dia bilang kalo semuanya udah selesai."

Tara terdiam. Kedua pipinya sudah dipenuhi air mata yang sangat jarang ia tunjukkan di depan orang lain kecuali Axel dan Jeffry.

"Gue mau lo jalan ke depan yah, kasian sama badan lo, kasian sama keseharian lo, kasian sama cowok lo yang bahkan ga lo anggep ada. Jangan egois Ra, lo kuat dan gue tau itu."

"Hiks...Hiks....Hiks...."

Tak kuat melihat Tara menangis, Axel melawan ketakutannya selama ini untuk sekedar memeluk perempuan yang ia sayang. Dan untuk pertama kalinya, Tara berhasil menahan egonya untuk menangis di pelukan laki-laki yang pernah ia sayang. Ruang kelas saat itu hanya dipenuhi isakan tangis Tara dan penyesalan luar biasa yang kembali menggerogoti pikiran Axel.

To be continued

*********

What's the relation between Jeffry, Tara and Axel??? Well i'll see you on the next chapter peeps!!

Makrab (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang