✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
Part ini spesial kayak martabak buat para shinobi konoha versi lokal, yang pernah merasa keren jika jadi pengkhianat desa daun, yang ngehalu makan intel (indomi telur) di kantin waktu ame lagi deras-derasnya meneror, berasa ramennya ichiraku. I miss you so much. Maap sekarang aku begitu jauh...., tapi tenang. You can meet me everyday........., on instagram. Hehe✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
By the way, pertajam imajinasi kalian ketika membaca part ini ya. Pokoknya fokus bacanya. Dan dimohon untuk tidak menebak-nebak. Tapi juga diharapkan sudah bisa menebak. (Labil yak haha)Bismillah, have a pleasant read ^^
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏Sepuluh tahun sebelumnya.....
Langkah kakinya memang hening. Tidak pernah gaduh. Di lantai papan sekalipun. Dengan atau tanpa alas kaki, langkahnya tidak bersuara. Namun sepelan apapun, sesunyi apapun ia melangkah memasuki ruangan, wanita itu selalu tahu.
"Ezzar? Kamu udah pulang?"
Suara lembut dan halus itu mengudara. Membekukan kakinya. Ia menoleh dan melihat Sang Bunda yang sedang berdiri menatap jendela, membelakangi dirinya. Ia pun beranjak mendekati ibunya.
"Bunda matanya di belakang kepala ya?"
Wanita itu memutar tubuhnya. "Mana ada," jawab beliau.
"Kok bisa ngeliat Ezzar barusan lewat? Padahal udah diem-diem. Pelan-pelan."
"Kamu masuk rumah kayak maling, senyap. Lain kali ucapkan salam, ini kan rumah sendiri. Kenapa masuknya sembunyi-sembunyi?"
Radith memilih tidak menjawab pertanyaan itu. Ia menggeleng pelan dan melanjutkan kecurigaannya. "Ngaku deh Bun, mata tambahan Bunda ada di belakang kepala kan? Ketutupan rambut?"
Remaja belasan tahun itu memandangi rambut di kepala Bundanya sedemikian rupa. "Bisa ngeliat walau ketutupan rambut. Makanya bisa tau," imbuhnya.
Bundanya tersenyum. "Feeling," kata Bunda pelan. "Percaya gak sama Bunda?"
"Lebih percaya kalau Bunda punya mata tambahan di belakang kepala, atau hidung super. Bisa menangkap aroma manusia lain yang masuk rumah," seloroh Radith.
Gelak tawa Bunda begitu lembut dan halus. Tubuhnya kini kembali menghadap jendela. "Taman rumah kita hampir selesai. Gazebo di belakang juga sudah jadi, nanti ajak temen kamu main ke rumah ya."
"Ezzar gak punya temen."
Hening.
Radith malah menatap tiap sudut langit-langit ruangan. Beberapa unit kamera pengawas terpasang di setiap ruangan di rumah ini. Ia tahu hal itu. Mereka tinggal di bangunan mewah dengan fasilitas lengkap. Mereka tidak kekurangan apapun. Tapi mereka seperti hewan. Diawasi. Dipantau. Seperti hewan peliharaan.
Radith ingin sekali berdecih di depan wajah bunda detik itu juga. Tapi sorot pedih di kedua iris gelap itu mengurungkan niatnya. Kain tirai jendela bergerak pelan, Daisy, kucing anggora milik mereka memanjat naik dan melompat keluar jendela. Kucing itu mendarat sempurna di pekarangan samping.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rabelin
RomanceBeberapa tahun setelah drama menyakitkan di kampusnya berakhir, Belin yang bergelar bidadari kini menjelma peri dalam lanskap alam liar. Ribuan omelan dari rumah, ratusan tanya dari para kerabat dan berjuta rindu yang mengendap berat, seolah menarik...