04 | PERIH TAK KASAT MATA

275 53 166
                                    






╭┉┉┅┄┄┈•◦•◦•◦

Manusia merasakan sakit untuk mengenal sehat,
Dipaksa menelan pahit agar mensyukuri nikmat.

•◦•◦•◦┈┄┄┅┉┉╯







ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ⠀⠀⠀⠀ ོ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ⠀                  ⠀           ⠀ ོ ⠀ ⠀              ⠀ ོ

Dirinya baru berjalan keluar sekian langkah dari mini market dengan menenteng satu krat kaleng coca cola ketika seseorang menepuk pundaknya. Ralat, bukan menepuk, tapi memukul. Ia sontak menoleh dan siap memaki. Namun umpatannya tersangkut di lidah tatkala menyadari siapa yang ia hadapi.

"Tante???" katanya heran. "Apa kabar?"

"Suram!" Dijawab dengan nada dingin tingkat dewa. "Kemana saja kamu selama ini, hah?!"

Huanita kembali memukulnya, kali ini bahu. Keras juga pukulannya sampai nyaris membuat krat minuman yang ia jinjing terlepas dari pegangan.

"Auuw! Apanya yang kemana Tante?" Daca mengaduh kesakitan. Tidak habis pikir kenapa mendadak ibu dari mantan kekasih menyerangnya begini.

"Kamu! Menghilang kemana?" Huanita melotot galak. "Belin jadi pergi! Semua gara-gara kamu!"

Hilang? Bukannya yang menghilang itu Belin? Pikir Daca. Daca kan gak kemana-mana. Masih di kota ini. Belin yang mengakhiri hubungan mereka dulu. Belin yang meninggalkannya. Kenapa dirinya yang disalahkan? Tiga tahun lalu, Belin yang menghilang tanpa kabar darinya, dari semua orang. Sepertinya ia perlu mengklarifikasi beberapa hal dengan Huanita.

"Tante, kita bicara sebentar gimana?" ajak Daca.

"Emangnya dari tadi kamu pikir ini ngapain kalau bukan bicara? Berdansa??" hardik Huanita.

Simulasi KDRT, Daca menjawab dalam hati. "Maksud saya, mari bicara baik-baik. Duduk. Dan lebih tenang. Mari Tan, kita cari tempat."

Huanita memandangnya sinis.

"Abis bicara Tante boleh deh pukul-pukul saya lagi sampai puas," bujuk Daca.

Keduanya sepakat. Seraya memesan dua gelas minuman di sebuah resto, Huanita menelisik lelaki itu dengan seksama.

"Kamu kurusan sekarang. Sakit-sakitan atau hidup susah?"

Nyaris saja Daca menyemburkan minuman yang tengah ia seruput. Ternyata kalau dipikir-pikir attitude Bening yang bicara sembarangan jelas diwarisi dari sang mama.

"Saya kurusan? Ah, mungkin karena sibuk dengan kerjaan. Alhamdullilah gak penyakitan. Walaupun sempat terbaring di rumah sakit beberapa tahun lalu, tapi sekarang saya sehat kok, Tante. Kalau masalah hidup susah, inshallah dalam hal materi masih cukup."

Penuturan Daca membuat Huanita teringat dengan cerita yang dipaparkan anak bungsunya kemarin lalu. Berdasarkan penuturan Bening, hubungan Daca dan Belin sudah berakhir sejak lama. Lebih dari tiga tahun lalu, Belin mengatakan sudah tidak menjalin hubungan dengan siapa-siapa, ingin fokus dengan pendidikan dan menemukan karir yang diinginkan. Tapi Huanita tidak menyangka yang dimaksud putri sulungnya adalah menyelesaikan pendidikan sarjananya dengan kilat dan kemudian kabur ke antah berantah tanpa banyak penjelasan, memblokir akses komunikasi, menolak semua lamaran dan tak kunjung pulang. Patah hati atau trauma kah putrinya itu?

RabelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang