Part 20 - With You

631 28 8
                                    

Sultan merasakan sentuhan di wajahnya dan seketika tubuhnya bangkit. Terlihat Fasya sudah membuka mata. Selang infus menempel di tangannya tersambung dengan botol yang berisi cairan bening.

"Fasya? Kamu udah sadar?" tanya Sultan mengusap-usap dahinya.

"Sultan, berapa lama aku nggak sadar?" Gadis itu balik bertanya.

"Setahun."

"Hah?"

Sultan tertawa. "Bercanda, Fasya. Kamu pingsan sehari semalam. Sekarang udah jam ... sembilan pagi," lanjutnya melirik jam tangan sambil menguap. "Kata dokter kamu nggak apa-apa, cuma dehidrasi ringan aja. Jadi butuh tambahan cairan."

"Mama sama Papa gimana?" tanyanya tak menggubris penjelasan Sultan.

"Mereka sudah aman. Sekarang ada di hotel di kota. Kemarin Pak Idan dan Pak Fredi ikut mengantar, sama dua orang tetangga kamu juga. Mereka jagain orangtua kamu di sana," terang Sultan. "Tetangga kamu semuanya baik-baik, ya. Rumah kamu diberesin sama mereka. Di sini juga mereka berebut mau jagain kamu. Biar adil, biar saya aja yang jaga."

Fasya memaksakan bibirnya tersenyum. "Terima kasih, ya. Saya beruntung dikelilingi orang-orang baik. Termasuk kamu."

Desiran halus merambat di hati Sultan. Baru kali ini ada orang yang berterima kasih secara tulus padanya. Ia merasa sangat bangga bahwa dirinya ternyata orang berguna.

"Saya memang baik, Fasya. Kamu baru sadar? Padahal saya udah lama, loh, baiknya!" goda Sultan membuat Fasya tertawa.

"Oh, iya. Rizki sama Kayla ...," Wajah Fasya berubah muram.

"Mereka masih diurus kepolisian," Sultan mengusap pipi Fasya yang kembali menitikkan air mata. "Kita doakan aja semoga mereka diterima di sisi Tuhan."

Sultan menunggu hingga Fasya kembali tenang, baru ia menekan nurse call untuk memanggil perawat. Ia mengatakan kalau Fasya sudah sadar dan perawat segera memanggil dokter jaga.

"Semua normal, Ibu Fasya. Tapi sebaiknya Ibu beristirahat di sini dulu sampai benar-benar pulih," saran dokter laki-laki itu.

"Saya mau pulang, Dok. Banyak yang harus diurus," sahut Fasya serak. "Kalau semua normal, lebih baik saya segera pulang."

"Fasya ... kamu lebih aman di sini. Tunggu sehat dulu baru pulang," tahan Sultan.

"Nggak, Sultan. Saya nggak mau lama-lama di rumah sakit," ucapnya mengiba, membuat Sultan tak kuasa membantah.

Dokter menghela napas. "Baiklah. Kita lihat sore ini, kalau kondisi Ibu stabil, Ibu Fasya boleh pulang," jelasnya. "Tapi saran saya, lebih baik Ibu pulang malam karena di luar banyak sekali wartawan."

Fasya mengangguk seraya tersenyum. Dokter kembali meninggalkan mereka berdua. Sultan menanyakan hal yang mengganjal pikirannya sedari tadi.

"Kenapa kamu nggak mau lama-lama di rumah sakit?"

"Karena ...," Fasya menelan ludah, "Saya jadi ingat waktu Papa kecelakaan dulu."

***

Sesuai janji dokter, Fasya diizinkan pulang sore harinya. Mereka menunggu waktu malam agar para wartawan tak mencegat mereka. Sultan yakin, Fasya belum siap untuk menghadapi mereka. Dia masih perlu untuk menenangkan diri, dan ia akan menjaganya.

Mereka tiba di rumah Fasya yang kini sudah bersih. Tulisan merah teror itu sudah hilang, menyisakan warna putih yang lebih terang dari dinding di sekitarnya. Beberapa orang warga menyambut mereka, mengatakan kalau banyak wartawan yang datang. Mereka mencegat semua agar kembali saja dan mengatakan tak mengetahui keberadaan Fasya. Mereka juga memberikan makanan dan minuman untuk santapan malam. Setelah bekerja sama kemarin, mereka mempercayakan Sultan untuk menjaga Fasya.

The Beauty Regent: Love, Secret, & DangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang