Part 2 - Beauty Mayor

429 64 10
                                    

"Maaf, Bu. Tapi Ibu harus buat janji dulu," ucap si sekretaris dengan tubuh gemetar.

Sultan tak dapat menahan debaran jantungnya. Entah karena di hari pertama bekerja sudah timbul masalah, atau karena gairahnya melihat sosok wanita yang diimpikan. Cewek berseragam PNS itu benar-benar sesuai dengan tipenya. Tubuhnya yang tinggi dan ramping, kulitnya yang kecokelatan, serta matanya yang besar. Wajahnya berbentuk seperti hati dengan hidung mancung bertengger. Dan bibirnya, astaga, terlihat sangat penuh dan ranum. Jangan sampai dia bertindak seperti orang gila dan langsung melumat bibir sensualnya. Ingat posisi, Sultan! Lo itu bos di sini! Dan lagi, ngapain ada PNS datang kemari?

"Selamat siang, Bapak dan Ibu. Maaf tadi saya habis ambil pulpen yang jatuh," ucap Sultan tegas sambil berpegangan meja dan berdiri. Ia berdeham, menutupi kecanggungan yang tanpa sengaja tercipta. Ia baru menyadari kalau wanita itu tak datang sendiri. Di belakangnya, tampak dua orang memakai jas hitam seperti agen di film Man in Black, dan seorang perempuan berkacamata tebal yang membawa map tebal dan buku catatan.

"A—anu, Pak. Ibu ini—"

"Saya mau bicara sama direktur utama di perusahaan ini!" Wanita itu menukas kata-kata sekretaris tajam.

Sultan terhenyak. Apa pegawai negeri ini tak bisa melihat cowok ganteng di depannya yang baru saja menjabat jadi direktur utama? Huh, menyebalkan! Herannya, baru kali ini ia menemukan wanita yang melihatnya bukan karena terpukau, tetapi dengan tatapan ingin menerkam. Cewek ini harus diberi pelajaran.

"Saya direktur utama di sini," tegas Sultan. Nada suaranya naik seiring harga dirinya yang terusik. "Anda siapa dan ada perlu apa?"

Wanita itu mengernyitkan dahi, tak menjawab pertanyaannya. "Hah? Yang betul?"

"Iya. Kenapa? Ada masalah?" balas Sultan yang mulai tersulut.

"Yah ... Anda tidak terlihat seperti direktur utama pada umumnya," sahutnya datar. Seketika nada suaranya berubah tegas. "Tolong jangan main-main. Saya punya urusan penting dengan Bapak Wiryo Bagaskara!"

"I--ini Pak Sultan Bagaskara, Bu. Anak pertama Bapak Wiryo Bagaskara. Beliau ditunjuk menjadi direktur utama menggantikan ayahnya yang sedang sakit," jelas sekretaris gugup.

Sultan merasa di atas angin. Dia bersedekap sambil menaikkan sebelah alis, ingin menunjukkan tatapan, "Nah-gue-bilang-juga-apa." Terlebih untuk sedetik, ia menangkap mata wanita itu terbelalak dan ekspresi terkejut yang ditampilkan membuatnya gemas. Namun detik berikutnya, wanita itu kembali menjadi singa lapar dengan menatapnya tajam dari ujung kepala hingga perbatasan pinggang yang tertutup meja.

"Pak Sultan, Ibu ini adalah Ibu Fasya. Fasya Liana Nafisha. Bupati Kabupaten Tuku, tempat salah satu lokasi penambangan batu bara kita," jelas sang sekretaris.

Seolah ada lecutan listrik saat mata Sultan beradu dengan Fasya. Mulutnya ternganga saat mengetahui wanita songong itu adalah seorang bupati! Gila! Mana ada bupati seksi begitu? Jangan-jangan, dia dipilih cuma karena tampang dan penampilannya saja. Sekarang, rasakan pembalasannya!

"Wah, bupati, ya? Saya rasa, Anda juga sama sekali tak terlihat seperti bupati pada umumnya," sindir Sultan seraya melipat tangan di depan dada. "Anda lebih cocok jadi model atau artis ketimbang repot-repot jadi bupati dan masuk ke ruangan orang tanpa permisi!"

Mata besar wanita itu terbelalak. Wajahnya merah padam. Tangannya terkepal dan Sultan tahu, kalau saja dia kehilangan kewarasan, pasti tinju keras sudah melayang di wajahnya. Namun sepertinya pertahanan diri cewek itu lumayan oke. Dia berhasil menahan amarah yang terlihat hendak meledak sambil mengembuskan napas pelan.

"Justru Anda beruntung bisa bertemu dengan model yang mau repot-repot jadi bupati," sahutnya tenang. "Dan lagi, sudah berkali-kali saya datang ke sini tapi nggak pernah bisa bertemu dengan ayah Anda. Bapak Wiryo Bagaskara yang terhormat selalu mangkir dengan janji yang sudah ditentukan! Jadi, saya harap, kalau memang benar Anda adalah direktur utama PT Tambang Bagaskara, tolong patuhi kontrak yang sudah dibuat!"

Setumpuk kertas mendarat di meja Sultan, ditaruh--atau lebih tepatnya dibanting--oleh cewek itu. Lagi-lagi Sultan tercengang. Apa-apaan ini? Hari pertamanya bekerja sudah ditodong bupati preman.

"Memang kontrak apa, sih? Sampai bupatinya sendiri yang harus datang ke sini?" sergah Sultan tak sadar menggunakan bahasa tak baku.

"Kontrak izin penggunaan lahan perusahaan tambang kalian!" Nada suara bupati bernama Fasya itu meninggi. "Kalian sudah menyalahi aturan tata ruang dengan membuka hutan dan menggali di lingkungan adat! Sudah berkali-kali diperingatkan, perusahaan kalian masih tetap saja beroperasi dengan alasan perintah dari pusat. Makanya saya datang ke sini untuk bicara langsung pada atasan tertinggi perusahaan ini!"

Sultan terperangah. Ia bahkan tak tahu di mana saja lokasi penambangan batu bara milik ayahnya. Bukankah Om Putro sudah menjalankan perusahaan dengan baik? Dia bilang sendiri tadi. Lagi pula, sejauh ini, daerah lain tidak ada yang komplain. Kenapa bupati ini sangat rewel?

Tidak ada gunanya berseteru dengan perempuan yang sedang marah, setidaknya itulah yang ia pelajari selama karirnya sebagai playboy. Ia harus menurunkan sedikit emosinya sementara menutupi kebodohannya yang tidak tahu apa-apa tentang perusahaan ini. Sedikit rayuan ditambah gombalan biasanya mempan, tetapi ia harus hati-hati karena cewek ini punya jabatan. Bisa saja dia juga sudah bersuami dan ia tak ingin menambah masalah lagi.

"Ibu Fasya, mohon maaf atas sikap saya tadi. Itu karena saya belum paham permasalahannya. Baru hari ini saya menjabat sebagai direktur utama," ucap Sultan lembut. Perubahan warna terlihat di wajah perempuan itu yang sebelumnya merah padam. Kini, hanya tersisa rona di pipinya. "Untuk itu, saya akan mempelajarinya lebih lanjut."

Wanita itu menghela napas panjang. "Baiklah. Terima kasih atas niat baiknya, Pak Sultan. Silakan dipelajari dulu. Saya beri waktu maksimal satu minggu untuk menghentikan pembukaan lahan di tanah adat dan merestorasi hutan yang sudah terlanjur di buka," tegas Fasya. "Terima kasih sudah bersedia menemui kami."

Berhasil! pekik Sultan dalam hati. Cewek itu bersedia memakan umpannya. Ia berdeham untuk mengembalikan kesan wibawa dalam dirinya. "Sama-sama, Ibu Fasya. Terima kasih sudah bersedia mengunjungi kami. Karena Anda sudah datang dari jauh, bagaimana kalau Anda istirahat dahulu dan kita bisa makan siang bersama?"

Gelengan tegas menjadi jawaban pembuka. "Tidak, terima kasih atas tawarannya. Saya rasa itu termasuk gratifikasi dan saya tidak bisa menerima. Lagi pula, kami harus segera kembali ke Kabupaten Tuku. Selamat siang, Pak Sultan."

Sial! Niat baiknya malah dianggap gratifikasi oleh bupati angkuh itu. Hah, biarlah. Toh, setelah ini mereka tak akan bertemu lagi. Biar Om Putro dan bawahannya yang menyelesaikan masalah ini. Bukankah dirinya selalu menjadi korban underestimate pria itu? Sekarang, biar saja dia yang mengurus semuanya.

Menutupi kesal di hati, Sultan menyambut jabat tangan Fasya dengan menampilkan senyum ala kadarnya. Tangan perempuan itu begitu halus dengan jari-jari lentik yang terasa merambatkan getaran gairah dalam tubuhnya. Genggamannya sangat kuat, seiring matanya yang menatap tegas. Hanya sekilas senyum profesional yang terukir di bibirnya, tetapi memberikan efek kejut yang signifikan pada jantung Sultan. Tanpa banyak bicara lagi, wanita itu bersama rombongannya pergi meninggalkan ruangan. Tanpa sadar ia memperhatikan caranya berjalan, anggun dan elegan seperti model di atas catwalk. Tak salah lagi, dia adalah model yang dipilih menjadi bupati, atau bupati seksi yang bekerja sambilan sebagai model?

"Sekretaris!" panggil Sultan yang lupa nama sekretarisnya sendiri. "Tolong berikan seluruh dokumen tentang tambang kita di Kabupaten Tuku!"

Gadis kurus itu mengangguk, kemudian pamit meninggalkan ruangan. Sultan memijat dahinya pelan, mencoba mengingat-ingat nama asistennya itu. Mengapa ia bisa lupa? Padahal kalau dilihat, sekretarisnya lumayan oke juga. Tinggi dan berkulit putih. Yah, walau tubuhnya terlampau kurus dan dia berdandan seadanya, tidak seperti sekretaris seksi yang ada di film. Namun, seperti gadis lainnya yang hanya mampir sebentar dalam otaknya, ia selalu kesulitan mengingat siapa mereka.

Kecuali Fasya Liana Nafisha. Bupati Kabupaten Tuku yang galak dan menyebalkan. Cewek yang menggairahkan, tubuhnya selalu terbayang di depan matanya. Sampai kapan pun dia tak akan pernah lupa dengan wajah manis dan bibir sensualnya. 

The Beauty Regent: Love, Secret, & DangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang