AAA12

33 6 2
                                    

Devina, kini sedang celingak-celinguk mencari seseorang.
'Kenapa dia gak keliatan ya dari tadi?' Heran Devina dalam hati.

Sedangkan Prisilla menatap Devina bingung. "Lo, cari siapa sih Dev?" Tanya Prisilla.

"Ah, engga. Kenapa?"

"Lo, aneh!" Celetuk Devina.

"Lo yang aneh, dari tadi liatin Bang Arya mulu.

Prisilla pun gelegepan. "Ngaco lo, ngapain gue liatin Bang Arya,"

Devina pun mengedikan kedua bahunya. "Siapa tau, lo suka sama Bang Arya,"

"Apaan sih, jangan mulai gila nya."

"Tapi ni yah, kalau lo rebut Bang Arya dari gue. Gue gak mau lagi temenan sama lo!" Ucap Devina, yang hanya bercanda, tapi membuat Prisilla tegang.

Dengan mencoba mengalihkan pembahasan mengenai Bang Arya, Prisilla mengajak Devina untuk mencicipi semua hidangan.
Meski di dalam dirinya begitu tak nyaman.

Sedang asik-asik nya mereka makan, pertanyaan Devina membuat Prisilla terbatuk-batuk.

" Gue, khawatir sama Kenzie deh,"

"Gue, gak salah denger kan?" Ucap Prisilla mencoba memastikan kembali.

"Apa? Tadi gue ngomong apa?" Heran Devina, karena tadi dirinya tengah melamun memikirkan Kenzie yang tidak terlihat batang hidung nya.

"Lo, gak sadar yang barusan lo ucapin?" Tanya Prisilla yang di angguki Devina.

"Sekarang, lo telphon Kenzie!" Pinta Prisilla.

"Buat apa, ogah ah,"

"Lo,bener-bener gak tau apa yang lo ucapin tadi?" Kembali Prisilla, memastikan.

"Emang apa sih, yang gue ucapin?" Gemes Devina.

"Lo, tadi bilang. Lo khawatir sama Kenzie, Devina Ayana." Heboh Prisilla.

"What!! Gak mungkin, lo cuma ngadi-ngadi," bantah Devina.

"Sumpah, gue gak ngadi-ngadi. Dev,"

"Masa sih gue bilang gitu," ringis Devina merasa malu.

"Emang dia gak dateng ya? Bukanya tadi dia ngajak lo berangkat bareng?" Tanya Prisilla.

"Iya, malahan tadi gue telat gara-gara dia. Tapi suaranya rada beda sih, kayak lagi sakit Sil." Ucap Prisilla dengan muka khawatir.

Prisilla yang melihat kekhawatiran Devina hanya bisa tersenyum. "Udah lah Dev, gak usah khawatirin Kenzie. Dia kan bukan siapa-siapanya elo. Tuh liat Bang Arya, mau ke sini mau nyamperin lo. Kalau gitu gue pergi dulu ya."

Seelah Prisilla pergi, kini Arya sudah berada di dekatnya. "Kenapa? Kok mukanya kusut,"

"Gak papa, cuma sedikit pusing aja." Bohong Devina.

"Kalau begitu kita pulang aja yuk?" Ajak Arya dengan Khawatir.

Devina yang melihat raut khawatir yang di tunjukan Arya, membuat dirinya merasa bersalah karena berbohong.

"Gak apa-apa kok, bang,"

"Beneran? Tapi sekarang sudah malem jadi kita pulang aja yuk." Ajak Arya, dan di angguli Devina.

Kini mereka berada dalam mobil, hanya keheningan yang menemani mereka dan hanya terdengar derh mesin mobil melim Arya atau pengendara lain nya.

Sedangkan Devina yang merasa gelisah, karena masih penasaran dengan tidak hadirnya Kenzie tadi.

Dengan rasa penasaran yang besar, Devina mencoba memberanikan diri bertanya kepada Bang Arya. Abangnya Kenzie.

"Ehem, bang."

Arya pun menengok ke arah Devina sebentar, dan kembali menatap ke arah depan. "Kenapa,"

"Kok tumben ya, Kenzie dan teman-teman nya gak hadir?" Tanya Devina.

"Oh, Kenzie ya. Dia tadi jatuh dari tangga setelah ngerjain kamu di telphone.

Devina yang kaget pun langsung menoleh ke arah Arya dengan kencang hingga lehernya sakit.

Aww... Teriak Devina, langsung memegang lehernya nya yang sakit.

Sedangkan Arya yang mendengar teriakan Devina, langsung menghentikan mobil nya.

"Kenapa?"

"Leher aku Bang, sakit huhuhu." tangis Devina, yang masih memegang lehernya yang menoleh ke arah Arya.

"Coba lurusin dulu lehernya biar gak sakit,"

"Gak bisa Bang, sakit." Kembali tangisan Devina keluar.

"yaudah, kamu sabar dulu. Jangan banyak gerak, kita ke dokter."

"Gak mau ke dokter, ke rumah Tante Mona aja. Huhuhuhu,"

"Tapi-. Oke kita ke rumah Tante Mona." Ucap Arya.

Setelah 15 menit lamanya menuju rumah Tante Mona, mereka pun sampai. Dan Devina masih saja menangis, yang membuat Arya gelegepan dan khawatir.

Tok...tok...tok....

"Eh den Ar- " belum selesai Mbok Mun menyapa, Mbok Mun sudah panik duluan melihat Devina yang tengah menangis sambil memegangi lehernya yang menoleh ke arah kanan.

"Yaampun Non, nangis? Dan kenapa lehernya Non?" Tanya beruntun Mbok Mun, sambil menggiring Devina masuk.

Ketika Devina masuk samnil tetap menangis, dari arah ruang keluarga Tante Mona lari tergopah-gopah mencari tangisan yang sudah ia kenal.

Ketika melihat keadaan Devina, Tante Mona pun menyuruh Mbok Mun untuk mengambil air hangat dan lap.

"Ayah, yah. Kesini cepetan," Teriak Tante Mona.

Paman Devina pun menghampiri sang istri yang berteriak memanggil nya. "Ada a- " Belum selesai bertanya Paman Devina pun langsung menghampiri Devina yang msdih terisak-isak, meski Sudah di tenangin oleh Tante nya.

"Apa yang terjadi sama Devina, ma?" Tanya Paman Devina ke istrinya.

"Mama juga belum tau yah, mama sibuk nenangin Devina."

Sedangkan Arya yang berada di situ hanya bisa diam.

"Sakit, Tan. Huhuhuhu" Kembali Devina menangis.

"Ayah, telphone dulu Dokter deh." dan berlalu pergi.

"Iya sayang sakit, tahan ya. Sebentar lagi di periksa dokter." Ucap Tante Mona.

"Ini bu, air hangat nya." Beritahu Mbok Mun, dan berlalu pergi.

Setelah selesai di obati dan di gips lehernya. Devina kini sedang berada di kamar bersama Tante nya.

Sedangkan Arya, sedang di giring ke ruang keluarga untuk di introgasi.

"Jadi? Bagai mana ceritanya Devina bisa kayak gitu?" Tanya Paman Devina.

" I...itu- "

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adek atau Abang??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang