Tragedi Belaian

16.4K 1.3K 97
                                    

Saat tiba di rumah, ponselku berdering. Tertera nama di layar Aksa. Aku melotot ngeri. Ngapain sih Aksa menelponku di jam malem kaya begini. Aku menoleh Adit yang sedang melepas kemejanya.

"Apa?" tanyanya sambil mengangkat wajah.

Dia mendekatiku dan meraih ponselku. "Halo, ini suami Arunika. Ada apa ya malem-malem begini nelpon istri orang."

Adit kalau ngomong makin ke sini makin ngeri.

Dia melirikku.

"Iya. Arunika udah bersuami. Kenapa? Sori ya, malem ini kami mau bertarung dulu." Dia mematikan ponsel.

"Mantan kamu ini masih ganggu aja ya. Aku blokir aja nih orang. Kenapa sih kamu nggak ngeblokir dia? Harus banget aku yang blokir."

Adit ngomel terus kaya pembawa acara gosip.

"Aku makan sama Arka nggak boleh. Aksa nelepon aku malah diblokir." Aku menyilangkan tangan di atas perut. "Kamu maunya apa sih, Dit? Malah ngasih tahu lagi aku udah bersuami. Aksa pasti kaget banget."

Sebelah sudut bibir Adit tertarik ke atas. "Kamu itu teledor, Nik. Beda sama aku, aku mainnya aman."

Aku memberengut kesal mendengar perkataannya. Ngeselin banget nih orang! Seenaknya sendiri aja tuh.

Aku mengambil handuk, memasuki pintu kamar mandi dan menguncinya. Aku melepas pakaian kerjaku yang udah bau asem dan menyalakan kran air hangat untuk mengisi bath. Aku menenggelamkan tubuhku di dalam bath dan mengusapkan sabun ke seluruh tubuhku. Setelah itu aku memilih memejamkan mata. Mengingat banyak hal yang harus diingat.

Sebelum aku mengingat sesuatu-apa pun itu aku mendengar suara pintu terbuka. Mataku ikut terbuka secara otomatis dan tubuhku menegang seketika.

"Adit!" Aku panik dan mencoba mencari-cari sesuatu yang bisa menutupi tubuhku tapi handukku cukup jauh, aku nggak mungkin bangkit dari bath dan ngambil handuk gitu aja. Aku menutupi bagian dadaku. Untung busa sabun melimpah sehingga tubuhku masih bisa ditutupi.

"Kamu kok masuk sih? Pintunya kan udah aku kunci."

"Kalau pintunya udah kamu kunci aku nggak mungkin bisa masuk." Katanya dengan nada suara acuh tak acuh.

"Tapi... perasaan aku udah kunci pintunya kok." Aku melotot dan waspada. "Lalu kamu ngapain masuk ke sini?"

"Jangan pakai perasaan makanya."

Bibirku mengerucut.

"Aku lagi nyari sesuatu nih."

"Apa?"

Adit menatapku. Tatapan mata Adit malah membuatku makin ngeri. Gimana kalau tiba-tiba dia malah ikutan mandi di atas bath. Ini bahaya untuk keberlangsungan hidupku. Aku nggak mau kalau Adit sampai melakukan yang aku nggak mau lakuin.

"Dit, mending kamu cepetan keluar deh."

"Apa sih kamu negatif thinking aja tuh." Adit meraih cincin pernikahan kami yang terletak di tempat sabun. "Aku ninggalin nih cincin di sini, kalau sampai hilang bisa diomelin mamah."

Aku bernapas lega karena Adit akhirnya keluar dari kamar mandi. "Syukurlah."

Lima belas menit berlalu aku keluar dari kamar mandi dan mendapati Adit sedang membaca sebuah buku. "Aku udah mandi." Kataku memberitahu.

"Terus?" tanyanya acuh tak acuh.

"Kamu nggak mandi?"

"Nanti setelah aku selesai b aca nih buku. Bentar lagi."

Aku menguap. Mataku terasa berat. Aku yang udah mengenakan piyama di kamar mandi segera menuju ranjang dan terlelap.

***

Pagi menyapaku dengan kedinginan yang menggigil. Aku mencari ponsel dan melihat jam yang masih menunjukkan pukul lima pagi. Aku melihat Adit yang terlelap di sampingku. Aku senang meskipun kami nggak menikah karena keinginan kami tapi aku dan Adit bisa menahan diri hanya untuk sekadar memeluk saat kami tertidur. Ada bantal guling khusus yang memisahkan antara kami. Meski ada bantal guling tetap aja kadang kami tidur berhadap-hadapan dan nggak sengaja menyentuh bahu, lengan atau bagian dadaku. Pernah suatu ketika tangan Adit ada di atas dadaku dan aku langsung menyingkirkan tangan itu. Aku sendiri pernah meminta untuk pisah kamar tapi Adit nggak setuju.

Mata Adit terbuka. Aku nyaris aja berpura-pura tidur tapi terlambat. Dia udah nangkep mataku yang menatapnya.

"Apa?"

"Nggak. Tadi ada nyamuk nempel di dahi kamu." Dustaku.

"Oh," dia kembali terlelap.

Aku membalikkan tubuhku agar nggak berhadap-hadapan dengan Adit. Aku menarik napas lega kemudian aku merasakan punggungku yang dibelai sebuah tangan. Tangan Adit.

"Tidur, Nik. Masih pagi."

Apakah dia sedang mengigau? Kenapa dia membelai punggungku?

Aku yang menyukai caranya membelai punggungku di jam lima pagi membuatku kembali memejamkan mata.

Jangan berhenti membelai punggungku sampai aku terlelap, Dit.

***

Jangan lupa buat tinggalin vote dan komentarnya ya, kalian juga boleh kok share cerita ini ke yang lain.

Btw, Adit kenapa ya? 😂
Aku tunggu 92+ komentar ya biar update laaagiii ❤️

Marriage Life With The Boss (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang