CHAPTER 3: The Code is Arsenic

414 51 28
                                    

Fajar menyingsing, semburat ungu dan merah muda mulai beradu dengan kelamnya biru langit malam. Bintang-bintang masih enggan untuk beranjak karena matahari pun belum tampak mengintip dari peraduannya. Sedangkan di tepi belantara hutan, seekor burung hantu yang bertengger di sebuah ranting pohon memutar kepalanya, mata bulat besarnya menangkap pergerakan bayangan hitam di dalam sebuah menara yang menjulang tinggi. Menara yang membatasi kawasan utama Maraluct University dengan kawasan lainnya.

Sang bayangan menoleh ke luar jendela, mengangguk. Seketika daun-daun maple oranye mulai berguguran, tidak benar-benar gugur karena bila dilihat lebih dekat ada sebuah tubuh kecil berukuran dua kepalan tangan manusia dengan kulit pucat berambut oranye memakai gaun selutut dengan warna serupa. Sekumpulan peri. Daun-daun itu berputar, mengubah diri sepenuhnya menjadi peri kecil bersayap. Daun yang semula kaku, sekarang mengepak-ngepak layaknya sayap yang menempel di punggung sang peri. Mereka melintas masuk melalui jendela menara yang menghadap ke hutan dan keluar dengan sebuah kertas dalam genggaman mereka melalui jendela lain yang menghadap bagian luar hutan.

Terbang mendekat ke bangunan utama sekolah, para peri terbang lebih tinggi, berbelok ke kanan dan kiri menghindari bagian atap sekolah yang runcing. Melewati sebuah taman penuh kunang-kunang menuju bangunan asrama. Mereka menyebar, setiap peri menuju pada masing-masing jendela kamar yang berbeda. Menyelinap masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka.

Veranda terperanjat menyadari ada sosok mungil yang masuk ke kamarnya diam-diam. Dia baru saja terbangun dan membuka jendelanya sedikit lebar, niat awalnya hanya untuk menikmati panorama langit penuh bintang sebelum matahari mengambil alih singgasana malam. Namun tak disangka, sekonyong-konyong peri muncul, masuk tanpa permisi. Sang peri meletakkan kertas di atas meja belajar yang terbilang tidak terlalu penuh akan barang, bahkan nyaris kosong. Setelah meletakkannya, perlahan peri itu melangkah mundur, duduk bersender pada dinding di bawah bingkai jendela yang masih sedikit terbuka.

Veranda masih memaku pandangan, mengamati peri kecil bersayap daun maple oranye. Sampai akhirnya dia menjulurkan tangan untuk meraih kertas yang dibawa sang peri. Dia membuka lipatan kertas itu. Kosong. Tidak ada apapun, tidak ada tulisan bahkan setetes tinta. Kertas itu benar-benar bersih. Mengingat kali terakhir dia mendapat surat aneh, Veranda memilih untuk menunggu. Pikirnya sebuah kalimat akan muncul dengan sendirinya nanti.

Beberapa saat berlalu, matahari sudah mulai mengintip malu-malu. Namun tidak ada yang berubah dengan kertas di genggaman gadis berambut coklat panjang itu. Veranda masih menunggu, sedikit merasa jenuh. Mulai merasa skeptis, dia meletakkan kembali kertas ke atas meja. Memandanginya bingung. "Apa kertas ini memang kosong?"

Sang peri memiringkan kepala begitu tatapan Veranda mengarah padanya. Paham pertanyaan yang meluncur dari bibir gadis itu ditujukan untuknya, peri kecil itu mengangkat kedua tangannya ke samping bersamaan dengan pundaknya yang juga sedikit terangkat, sebuah gestur yang menyatakan ketidaktahuan.

"Benarkah?" Veranda kembali bertanya. Kali ini dibalas dengan sebuah gelengan kepala.

"Kau tidak tahu atau tidak yakin?" tanya Veranda, lagi, memastikan. Kali ini hanya dibalas senyum kecil.

Veranda menghela napas, melangkah kesana kemari seraya mengangkat kertas ke atas dan terus membolak-baliknya. Mencari akal untuk membuat tulisan dalam kertas itu dapat terbaca oleh matanya, dia yakin ada sesuatu di kertas itu. Hanya saja, Veranda belum tahu bagaimana cara memunculkannya.

Ting!

Sebuah suara mengejutkan gadis yang masih fokus pada kertas kosong di tangannya. Dia menoleh, mencari asal suara. Tak butuh waktu lama untuk menemukannya, karena sesaat setelah suara itu terdengar, sebuah hologram muncul tepat di depan pintu kamar. Seseorang yang asing memakai pakaian serba putih, rambutnya pirang diikat rapi ke belakang.

MARALUCT: Into The UN-KnownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang