CHAPTER 1: Mystery of Secret Letter

616 78 15
                                    

Cahaya matahari memaksa masuk ke netra seorang gadis yang tiba-tiba terbangun karena merasa aneh dengan tempatnya berbaring. Mengangkat tangan kanannya, sang gadis mencoba menutupi wajahnya dari terpaan sinar matahari yang menyilaukan. Perlahan tubuhnya terduduk tegak dan netranya kini terbuka penuh. Hamparan rumput keemasan setinggi mata kaki membentang di bawah langit merah muda yang bertabur kerlip bintang. Kebingungan, sang gadis mengedarkan pandangan dan memilih untuk berdiri.

"Ayah? Ibu?" Gadis itu berseru, mengharapkan seseorang menyahut panggilannya. Nihil. Tidak ada siapapun selain dirinya. Dilanda panik, sang gadis segera melangkah cepat menyusuri tempat itu. Beberapa menit berlalu tanpa seorangpun yang berhasil dia temukan. Merasa lelah dan putus asa, gadis itu akhirnya terduduk. Kedua kakinya ditekuk dan keningnya ditempelkan pada kedua lutut.

Sang gadis seketika mengangkat kepalanya karena merasa udara di sekitarnya menghangat, binar penuh harap di kedua mata cokelatnya dia layangkan pada seseorang yang berdiri dengan senyuman hangat terpahat sempurna di wajahnya. Kakinya yang semula tertekuk sekarang dia luruskan, berdiri menghadap orang asing yang kini satu tangannya terulur, memberikan sebuah amplop putih dengan gambar rasi bintang di kedua sisinya. Ragu-ragu tangan kanan gadis itu terangkat, menerima amplop yang entah apa isinya.

"Selamat datang, Veranda."

Pening, semua yang dilihatnya sekarang seolah berputar lalu perlahan menggelap. Veranda terkesiap, refleks kedua matanya membuka lebar. Kembali mengedarkan pandangan, dia bernapas lega saat mengetahui bahwa ruangan yang sekarang ditempati adalah kamarnya dan bukan lagi ruang terbuka asing seperti sebelumnya. Veranda terduduk, menyingkap selimutnya dan menurunkan kedua kakinya ke lantai. Bersiap untuk memulai aktivitas sehari-harinya, Veranda hendak melangkah keluar kamar saat sebuah amplop tiba-tiba terjatuh tepat di sebelah kiri kakinya.

Terpaksa dan juga didorong oleh rasa penasaran, Veranda membungkuk dan meraih amplop putih tersebut. Seperti amplop dalam mimpi aneh tadi, batinnya. Segera setelah amplop dan lipatan kertas putih di dalamnya terbuka, huruf-huruf mulai muncul perlahan mengisi kertas kosong itu.

"Selamat, Veranda! Kamu telah terpilih sebagai salah satu calon Lucterius. Perjalananmu akan dimulai lima menit setelah kamu membaca surat ini. Penuhi takdirmu dan semoga beruntung!" gumam Veranda, membaca setiap kata yang muncul. Dia membalik kertas itu untuk mencoba menemukan petunjuk lain mengenai surat aneh tersebut. Tidak menemukan apapun, kertas itu pun kembali dibaliknya. Hilang. Semua tulisan yang baru saja dibaca hilang. Tidak tersisa bahkan hanya untuk setitik tanda hitam yang biasa digunakan untuk mengakhiri kalimat.

"Lelucon macam apa ini," gumamnya mencoba mencerna kejadian aneh yang dialaminya pagi itu. "Bagaimana mungkin sebuah surat datang dari mimpi?!"

Veranda ingat dengan jelas sebelum dia terlelap tidak ada satupun surat di kamarnya, semua jendela dan pintu ditutup rapat sehingga tidak mungkin ada orang lain yang masuk. Lalu apakah surat itu benar-benar datang dari mimpinya? Tidak mungkin. Veranda tidak akan menerima hal tidak logis semacam itu secara mentah, dia harus mencari tahunya. Satu langkah baru saja diambilnya ketika peristiwa aneh lain kembali menghampiri. Sebuah lubang hitam menghisapnya dan mengantarkannya menuju tempat yang tidak pernah dia duga.

✦・ ・ ・  ─────── ・ ・ ・ ✦

"Kau bisa cepat sedikit tidak, sih?" Reynald berseru geram pada Kelvin yang sedang mengikat tali sepatunya yang lepas.

Kelvin yang diteriaki segera mempercepat gerakannya dan menghampiri Reynald sembari menggumam segala macam umpatan. Mereka kemudian mulai memanjat pohon yang berada tepat di luar tembok pembatas sekolah mereka. Jangan tanyakan kenapa mereka repot-repot memanjat dan masuk lewat jalur terlarang, tentu jawabannya pasti karena mereka sudah terlambat dan enggan untuk menjalankan hukuman yang akan diberikan oleh sang guru jika mereka melewati gerbang utama.

MARALUCT: Into The UN-KnownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang