CHAPTER 5: The Return of Guardian

297 44 6
                                    


"Siapa yang sudah berhasil? Silakan maju."

Profesor Virous berdiri tepat di tengah dua bangunan dari bata putih yang menjulang melampaui rata-rata tinggi pepohonan. Di belakangnya hutan belantara tampak gelap karena cahaya satu-satunya yang menerangi adalah cahaya bulan berbentuk sabit. Suara jangkrik juga dedaunan yang tertampar embusan angin menjadi alunan bersahutan, menemani para calon Lucterius yang masih setia membisu.

Pukul delapan malam. Hanya Jalaera yang sudah berhasil menembus pelindung tak kasatmata Hutan Athermyst. Namun itu siang tadi. Sekarang di hadapan para profesor dan calon Lucterius, nyali Jalaera seketika menciut.

"Bagaimana caranya? Tadi siang, kan, kau berhasil," bisik Athy, menjeling ke arah Jalaera yang berada tepat di samping kirinya.

"Aku tidak tahu. Sudah kukatakan berkali-kali, itu terjadi begitu saja."

Athy berdecak, menghembuskan napas pasrah. Dia memilih diam, memperhatikan profesor di depan sana. Sudah lelah menanyakan hal yang sama berulang kali, dan dijawab dengan jawaban yang serupa berulang kali. Entah teman barunya itu berbohong atau memang jujur, segalanya terasa abu-abu untuk Athy saat ini. Berharap saja ini bukan akhir dari perjalanannya.

"Iya, Ethan? Sudah berhasil?" tanya Profesor Virous, melihat Ethan mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Belum. Saya hanya ingin bertanya," ucapnya, mencuri semua fokus serta pandangan siapapun yang ada di tempat itu.

"Tentu, silakan."

"Apakah kunci yang dimaksud berbentuk kunci pada normalnya atau hanya berupa kiasan semata?"

Profesor Virous tersenyum, kemudian beralih menatap Jalaera.

Jangan lihat ke sini, batin Jalaera.

Gadis itu menunduk, matanya bergerak gelisah menatap sepatu putih yang dia pakai. Memainkan jemari asal, tubuhnya seketika terasa panas karena dihujami banyak tatapan.

"Jalaera, berkenan untuk menjawab pertanyaan temanmu?"

"Aku pikir belum ada yang berhasil," gumam Kelvin.

"Sedikit tidak mungkin, mengingat kemampuan berpikir manusia yang berbeda-beda," timpal Reynald.

"Maksudmu, aku ini bodoh?"

"Kau yang mengatakannya, bukan aku."

Kelvin memutar bola matanya jenuh. Jika saja dia tidak memiliki hati, sahabatnya itu sudah dia jual sejak dulu.

"Atau mungkin kau ingin langsung menunjukkannya?"

Jalaera semakin dibuat gelagapan, dia mengatur napas sebelum kepalanya terangkat perlahan. Tubuh gadis itu menegang saat matanya bertabrakan dengan puluhan pasang mata yang menatapnya penuh rasa penasaran. Beberapa waktu lalu dia dikuasai amarah yang membuatnya bergerak tanpa pikir panjang, semangatnya menggebu-gebu, keberaniannya dalam persentase yang hampir sempurna. Dan itu karena Veranda yang berbicara dengan pongah dan menyepelekan dirinya.

Jelas situasi yang berbeda. Gadis pirang pucat itu mulai ragu. Dia tidak memiliki kunci apapun. Dia hanya sedang beruntung saja tadi siang, atau mungkin memang terjadi kesalahan terhadap pelindung tak kasatmata yang membuat Jalaera tiba-tiba saja dapat menembusnya begitu mudah? Entahlah, dia tidak tahu.

"Apa ada masalah, Jalaera?" Profesor Virous kembali bersuara, membuyarkan lamunan gadis itu.

Jalaera menelan ludahnya susah payah lalu mulai melangkah mendekati Profesor Virous. Dia membelakangi calon Lucterius lain, melirik kecil profesor di sampingnya yang sedang mengulas senyum. Satu tangannya kemudian menjulur perlahan ke arah pelindung hutan. Tidak berani mengambil resiko untuk langsung menerobos dengan seluruh tubuhnya, karena bisa saja kali ini dia tidak beruntung dan berakhir terpental serta mempermalukan dirinya sendiri.

MARALUCT: Into The UN-KnownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang