Part 5: Yang selalu ada

19 9 3
                                    

Aura turun dari motor Alfa yang membawanya kembali ke rumahnya.

Tak lupa ia mengucapkan terimakasih, walaupun Alfa orang ngeselin, setidaknya bunda Aura selalu mengajarkan tentang sopan santun kepada siapapun itu.

Aura urung membalikkan badannya karena sebuah tangan mencegahnya.

"Apa?!" ketus Aura. Alfa mengarahkan matanya kearah lelaki yang kini berada di halaman rumah Aura. Aura hanya menatap malas lelaki itu lalu kembali menatap Alfa.

"Abang Aura," jelas Aura singkat dan padat.

Alfa mengangguk lalu melepaskan genggamannya. Sepertinya abangnya Aura sangat galak. Terlihat dari matanya yang menatap tajam Alfa dan Aura seolah-olah mereka berdua adalah santapan sang elang.

Tidak ingin berfikiran buruk, Alfa segera meninggalkan halaman rumah Aura.

Setelah perginya Alfa, Devano menatap tajam Aura.

"Siapa?!" Aura berhenti sejenak di hadapan Devano lalu memberanikan diri menatap wajah tampan Devano.

"Temen." Setelah mengucapkan kalimat itu, ia kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk kedalam rumah.

"ASSALAMUALAIKUM BUNDA."

Devano tersenyum. Ia tau pasti Aura tadi sakit hati oleh dirinya karena tidak menjemputnya dan malah membentak adiknya itu, tapi wanita itu masih bersikap riang dihadapan bunda sertakan ayahnya. Hebat.

•••

"Bunda, tadi Aura gak sempet makan banyak pas istirahat sekolah," adu Aura. Kini semuanya sedang berkumpul di ruang makan, tentunya untuk makan.

Ada Devano? Tentunya ada dong.

"Kenapa emangnya sayang," timpal ayahnya bertanya. Anaknya itu telah tumbuh dewasa namun kelakuannya masih sama seperti waktu ia umur 4 tahun.

"Kakak kelas Aura ngeselin banget yah, dia maksa mau makan bareng Aura, jadi kan Aura segan mau nambah makan." Aura mengerucutkan bibirnya mengingat kejadian menyebalkan tadi siang.

"Cewek atau cowok?" Kini bundanya yang bertanya sembari mengambil nasi untuk anak-anaknya.

"Cowok."

Uhukkkk

Seluruh mata menatap lelaki yang baru saja tersedak. Devano.

Devano menatap satu persatu wajah ketiga orang itu. Lalu mengambil air minum yang tidak jauh dari tempatnya. Ia meminum air tersebut lalu menarik napas panjang.

"Kalo minum itu pelan-pelan dong bang," ucap bunda Aura. Devano menghiraukan ucapan bundanya.

"Cowok?" ulang Devano sembari menatap Aura pekat. Aura menoleh. Tumben sekali abangnya itu minat dengan cerita yang ia ceritakan hari ini.

"Heh gue nanya, cowok?" tanya Devano lagi karena Aura hanya menatap Devano tanpa ada tanda-tanda akan menjawab pertanyaan Devano.

"Kan tadi Aura udah bilang cowok," ucap Aura. Wanita itu mengalihkan pandangannya kearah nasi yang sudah sepaket dengan lauk pauknya berada di hadapannya.

"Selamat makan."

Setelah makan telah habis semua, satu persatu orang meninggalkan tempat makan dan menyisakan Aura dan bundanya. Mereka berdua merapihkan meja makan, mencuci piring dan juga menghabiskan sisa makanan yang masih ada.

Di keluarga Aura, yang makan banyak bukanlah lelaki. Tetapi para wanitanya yang suka makan banyak.

Setelah pekerjaan selesai, Aura pamit pada bundanya untuk kembali ke kamar. Bundanya hanya mengangguk.

Love Is SelflesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang