Part 13: Kebenaran

9 4 0
                                    

Alfa sedari tadi tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan alasan Al menjauhkan Aura dari dirinya. Padahal setahunya, Aura dan Al tidak memiliki hubungan khusus. Hanya saja, Al dan Devano terlihat sangat dekat. Apa Devano yang meminta Al untuk menjauhkan Aura dari dirinya? Atau ada hal lain yang membuat Alfa harus menjauhi Aura? Jika iya, maka Alfa pastikan ia akan segera mengetahuinya.

Alfa begitu ingat ucapan lelaki itu tempo hari. Bahwa jika Alfa tidak segera menjauhi Aura maka Alfa akan terkena akibatnya, lantas akibat apa yang dimaksud lelaki itu?

Apa seperti karma?

Atau seperti ada manis-manisnya?

Alfa terkekeh dengan pemikirannya, lucu pikirnya.

Alfa merebahkan tubuhnya dikasurnya, ia menghela nafas pelan lalu tersenyum penuh arti.

"Gue pastiin bakalan tahu maksud dari cowok itu nyuruh gue jauhin Aura."

•••

Saat memasuki gerbang, Alfa berpapasan dengan Al dengan Aura dijok belakang motornya. Alfa tersenyum miris, mengingat Aura menjauhi dirinya karena lelaki itu.

Alfa terus menatap Aura, hingga gadis itu turun dari motor dan merapikan rambutnya dispion motor Al. Hingga saat Aura berbalik, manik matanya bertemu dengan Alfa. Buru-buru Aura mengalihkan pandangannya, dan pamit kepada Al. Berjalan menjauhi kedua lelaki yang menatapnya dengan tatapan yang berbeda.

Al tersenyum remeh menatap Alfa yang tak jauh darinya, "Kalo Lo pikir Aura jauhin Lo karena gue, maka pemikiran Lo bener. Karena Aura lebih milih gue dari Lo."

Alfa membalas tatapan Al dengan senyum tipis, "Kalo Lo pikir gue bakalan percaya gitu aja sama omong kosong Lo itu, salah. Gue bahkan ngga pernah mikir kalo Aura jauhin gue cuma karena milih Lo. Karena gue juga tahu, Aura bukan orang yang seperti itu."

Setelah mengatakan itu, Alfa berlalu meninggalkan Al yang menatapnya dengan rahang mengeras. Alfa berhasil menyulut emosinya.

•••

Bertepatan setelah Aura merapikan rambutnya, ia berbalik guna pamit dan berterima kasih kepada Al yang sudah mau memberinya tumpangan.

Namun, saat berbalik, manik matanya tak sengaja bertubrukan dengan mata lelaki yang berusaha ia jauhi beberapa hari ini. Tatapan lelaki itu berbeda, namun Aura sendiri tidak mengerti arti tatapan lelaki itu.

Aura gelagapan, ia segera pamit dan berterima kasih kepada Al, lalu bergegas ke kelasnya. Ia tidak siap untuk bertemu dengan Alfa. Apalagi Aura sedang menjauhi lelaki itu. Namun, Aura bertanya-tanya sampai kapan ia akan terus menghindar dari Alfa?

"Heh, Aura! Masih pagi ngapain Lo bengong," sentak Ana

Aura tersadar, "Eh ngga kok Ana, Ana sejak kapan duduk disitu?"

Benar, tadi pas Aura masuk kelas hanya ada beberapa temannya dikelas, bahkan Ana dan Keyra pun belum datang.

"Oh itu baru aja, akhir-akhir ini hobi Lo ngelamun yah." Ana terkekeh pelan.

Aura tersenyum tipis, "Cuma lagi mikirin nasib tokoh utama dicerita yang lagi Aura baca, kasian juga sih kalo jadi cewek itu."

Ana geleng-geleng, "Itu cuma cerita, kalaupun ada didunia nyata asal bukan Lo yang ngalamin, Ra."

Aura hanya mengangguk setuju. Setelahnya pandangan Aura beralih menatap dua insan yang baru memasuki kelas, Keyra dan disusul Alfa.

Tapi, bukan itu yang menarik perhatian Aura. Tetapi raut wajah Alfa yang tidak tampak seperti biasanya.

Semoga saja hari ini Alfa tidak menghampiri dirinya, Aura benar-benar tidak tega seperti ini. Namun, mau bagaimana lagi, Aura terpaksa dengan sebuah maaf.

Aura bernafas lega saat Bu Tuti masuk kekelasnya. Berarti Alfa tidak akan mengajaknya berbicara dulu hingga pelajaran pertama selesai.

"Keluarkan buku catatan kalian, catat halaman 210. Materi tentang, Tirani Matahari Terbit!"

•••

Alfa berjalan keluar toilet, ia kebelet tadi. Dan meminta izin untuk ke WC sebentar. Saat hendak kembali, Alfa membatalkan niatnya kekelas. Ia memicing saat melihat, Al dan Devano tengah berbincang ditangga yang tidak jauh dari WC laki-laki.

"Lo serius mau deketin Aura, Al?" Devano bertanya.

Al menganggukkan kepalanya, "Iya, gue tertarik sama Adik Lo, menurut gue, Aura itu manis, jadi ngga ada salahnya kalo gue deketin dia."

Al tersenyum membayangkan wajah polos nan manis khas Aura.

"Yaudah, terserah Lo aja. Gue setuju aja sih, mau kalian pacaran atau apa, terserah."

Al tersenyum menanggapi ucapan Devano.

"Tapi ingat jangan sampe Lo beneran suka sama Aura, Lo taukan maksud gue?"

Al mengangguk tanda mengerti. Ia sangat mengerti dengan maksud Devano.

Dan perbincangan kedua lelaki itu berhasil membuat seseorang yang mengupingnya sedari tadi mengepalkan tangan.

•••

Sudah saatnya pulang. Hanya ini Aura sama sekali tidak berinteraksi dengan Alfa, entah karena Aura yang mengasingkan diri ke Perpus saat istirahat, atau memang karena Alfa yang tidak mencari atau tidak ingin berbincang dengannya.

Aura memilih pulang dengan Angkutan Umum dibanding harus dengan Al. Aura hanya tidak nyaman jika harus bersama Al, alasan utana ia menjauhi Alfa.

Aura kesal dengan Al, karena lelaki itu tidak memberitahukan alasan mengapa ia meminta Aura menjauhi Alfa. Padahal Alfa bukan penjahat, yang harus dijauhi karena berbahaya. Justru Alfa itu baik, dan itu yang membuat Aura terlihat buruk karena terus-terusan menghindari lelaki itu

Aura duduk di Halte depan sekolahnya. Duduk seorang diri, sambil menggerak-gerakkan kakinya. Tanpa Aura sadari seseorang dari kejauhan menatapnya dengan tatapan yang sulit terbaca.

"Bukan ragu yang membuat kita jauh, tapi sikapmu yang terkesan acuh."

Lelaki itu, dia Alfa. Sosok yang Aura jauhi selama beberapa hari belakangan ini. Aura juga tidak ingin seperti ini. Kesannya Aura hanya datang pas butuh ke Alfa. Namun, mau bagaimana lagi, ia sangat amat terpaksa melakukan itu.

•••

Sorenya, Aura berencana ke Taman dekat rumahnya. Ia hanya sendiri, rencananya Aura ingin bermain dengan anak-anak disana. Aura juga rindu dengan Aldo. Sudah lama sekali, semenjak kecelakaan kecil itu, Aura sudah jarang ke Taman. Bahkan itu terakhir kalinya Aura ke sana. Dan sekarang Aura berencana untuk kesana, bertemu dengan Aldo dan anak-anak lain.

Sesampainya disana Aura langsung mendekati Aldo, memeluk anak kecil itu. Bagi Aura, Aldo itu sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Begitupun dengan anak-anak yang lain. Meskipun mereka memiliki orangtua masing-masing, namun mereka lebih banyak menghabiskan waktunya bermain di Taman bersama dengan anak-anak lain dibanding bermain dengan orang tua masing-masing.

"Kak Aura kemana aja? Aldo kangen tau!" seru Aldo kegirangan tanpa melepaskan tangannya dipinggang Aura, Aldo masih memeluk gadis itu.

Aura terkekeh, "Maaf yah, Kak Aura akhir-akhir ini sibuk banget. Tugas kakak juga numpuk, maaf yah."

Aldu melepaskan tangannya, "Iya gapapa kak, Aldo seneng kak Aura ke sini lagi...."

"Makasih yah udah nolongin Aldo waktu itu," lanjut Aldo.

"Iyaa gapapa Aldo, kamu kayak sama siapa aja sih." Aura mengacak rambut Aldo pelan.

"Main yukk!" ajaknya.

Setelah adzan berkumandang, barulah Aura bergegas pulang. Senyum gadis itu tak henti-hentinya terukir dibibir mungilnya. Aura senang dengan anak kecil, hanya dengan merekalah Aura bisa tertawa selepas itu, bahkan melupakan bebannya sejenak. Aura amat bersyukur, bisa mengenal anak-anak itu.

__________________________________

Makasih buat yang jdah baca, jangan lupa di Vote, koment dan sharee yah ketemen-temen kalian cerita ini!

Thanks, We love youu!

Love Is SelflesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang