5 - Best Friend I

145 23 8
                                    

*Kanira's POV*

Nenek tersenyum kepadaku ketika keranjang pakaian kosong kuletakkan di atas lantai ruang laundry, ketika Cakra dan Nara sudah berangkat beraktivitas dua jam yang lalu. Hari ini tidak ada kegiatan berarti di teater, aku bebas melanjutkan menulis naskah sambil bersantai di rumah keluarga Andrian.

"Nir, Nenek mau berangkat arisan bareng temen-temen sesama kelompok senam lansia. Kamu mau ikut lho atau di sini aja?" Beliau menawari bahagia, membuatku ikut melengkungkan bibir.

"Makasih, Nek, tapi Nira nggak ke mana-mana kok. Sekalian mau masak makan siang buat Nara, soalnya Nira jarang ada di rumah seharian."

Kutolak halus karena aku tidak ingin mengganggu quality time beliau yang tengah merindukan kakek, karena sedang menjalani pengobatan mandiri di Singapura. Nenek sendiri baru bisa pergi ke sana sebulan lagi, tepat saat Cakra, aku, dan Nara hendak ke Munich.

Cinta sejati sepasang manusia senja itu tak lekang oleh waktu, berharap bahwa suatu hari nanti kebijaksanaan kakek dan nenek menjalin ikatan komitmen mampu mengajarkanku dan Cakra tentang cara berbagi kehidupan lebih baik lagi.

Nenek lalu mengangguk mengerti, meninggalkanku setelah membelai punggungku lembut, memanggil sang supir agar segera menyiapkan mobil. Kuhela napasku sesaat, kemudian kembali mengecek tabung mesin cuci, memeriksa siapa tahu ada barang tertinggal sehingga bisa ikut dijemur di balkon.

Nah, kan. Kaus kaki hitam Mas Cakra terlihat nyangkut di dekat pintu. Kugelengkan kepalaku tak percaya, lalu  menggantungkannya bersama pakaian lain.

Bikin sarapan, menyapu dan mengepel kamarku serta Nara, mencuci dan menjemur pakaian kami bertiga telah dilakoni. Apalagi sekarang? Mandi?

Apa itu mandi? Sekali sehari saja menurutku sudah cukup. Lebih baik sikat gigi, cuci muka, mengoleskan pelembab dan sunscreen sebelum kembali memasuki dapur. Berhubung si jenderal kecil akan pulang dalam kurun waktu lima jam ke depan.

Baru saja meraih handuk, ponselku bergetar minta perhatian.

Bucin Kopi 📞

"Halo, Fer."

"KAK NIRAAAA!!"

Buset, habis makan speaker apa gimana nih anak?

"KAK! LAGI DI RUMAH, NGGAK? MAU MAIN NIH!"

"Anda kurang beruntung. Gue lagi di rumah neneknya Mas Cakra."

"WIDIH, DEKET TUH DARI KAMPUS. GUE KE SANA, YA, KAK."

"Nggak usah teriak-teriak juga, Ferdiii!" Kataku setengah sabar. "Ada apaan sih? Heboh banget."

"Hehee... sowryy dorii moriii, Kak Niraa! Gue pengen ketemu aja sama Nara, nih gue habis beliin Hot Wheels baru buat doski. Boleh, kan?"

"Boleh banget. Eh, kalo lu mau ke sini, gue sekalian minta tolong jemput Nara dong, Fer."

"Nggak masalah. Gue berubah status dari mantan gebetan Suster Lila, berkembang jadi supir pribadi Dek Nara, rela banget asal nggak jomblo lagi."

"Banyak bacot, anjir." Ucapku geli. "Hati-hati nyetirnya. Makasih banyak."

"Siap. Sama-sama, kakak tingkatku sayang."

Kelar berbincang dengan si berisik lucu itu, layar ponselku berganti menampilkan profil foto WA Mas Cakra, lengkap dengan getar panggilan.

Maaf ya, Mas, istrimu ini malas mandi. Masa' jam segini belum membersihkan diri, padahal kamu sudah segar bugar di ruangan pribadi sambil memeriksa dokumen dibantu Mbak Dhea.

SELARAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang