Yedam yakin dirinya baru tidur tiga jam sebelum akhirnya harus terjaga saat Hikaru menangis. Kedua mata Yedam yang terlihat sembap itu terbuka. Menatap si kecil yang kini sudah berderai air mata.
Tak ingin tangisan Hikaru mengeras, Yedam dengan sigap bangun dari tidurnya dan mengangkat Hikaru. Menggendongnya dan menenangkannya.
Ceklek
Pintu kamar Hikaru terbuka. Menampilkan sosok Haruto dengan celana training hitam dan kaos berwarna senada.
Sekedar info, Yedam memang tidur di kamar Hikaru. Toh, kasur Hikaru juga terlalu luas untuk anak itu sendiri. Setelah kejadian di dekat tangga tadi, ya- begitu lah. Haruto berhasil menenangkan Yedam dan juga membujuk namja itu untuk menginap, tidur di kamar Hikaru.
Bagi Haruto, Yedam bukan tamu. Jadi, kamar tamu tidak berlaku untuk Yedam.
Kedua mata Haruto menyipit. Ia juga terbangun karena tangisan Hikaru yang benar-benar mengisi kesunyian di dalam rumah.
Haruto tau Yedam juga akan terbangun, makanya ia datang untuk mengambil Hikaru agar Yedam bisa tidur lagi.
"Aku saja. Kembali lah tidur," ujar Haruto dengan nada khas bangun tidur sembari mengambil Hikaru dari gendongan Yedam dan kemudian pergi keluar kamar.
Yedam menatap kepergian Haruto dengan Hikaru. Ia menghela napasnya dan terduduk di kasur Hikaru. Mengusap wajahnya pelan.
Netranya lalu teralihkan pada sebuah figura di atas rak buku Hikaru. Fotonya.
Ingatan Yedam melayang ke beberapa saat sebelum dirinya tertidur karena lelah menangis. Panggilan Haruto tadi benar-benar memperjelas semua ingatan samar Yedam.
Yah- begitu lah. Yedam ingat siapa Haruto. Entah buruk atau indah. Yedam pun bingung.
Semua yang Yedam ingat tentang Haruto itu indah kalau boleh jujur. Saat di mana ia bertemu Haruto di lorong sekolah yang menghubungkan gedung siswa dan guru, lalu hari-hari dimana Haruto sering menghabiskan waktu dengannya, pulang sekolah bersama, ke kantin bersama, bercanda bersama, bertukar pesan, dan sebagainya.
Lalu hari di mana Haruto mengajak Yedam pergi ke Han River saat sore hari. Menikmati senja bersama dan kemudian Haruto memintanya menjadi kekasih namja Jepang itu. Tentu saja Yedam menerimanya.
Dan berhenti. Ingatan Yedam tentang Haruto berhenti.
Tes
Dan kesekian kalinya, air mata Yedam jatuh. Netranya memandang kosong foto dirinya dalam figura yang ia tau milik Hikaru.
Kenapa? Kenapa ingatan-ingatan indah tentang Haruto justru membuat Yedam menangis?
× × ×
"Susu.."
"Iya sebentar."
Hikaru mengerucutkan bibirnya. Menunggu Haruto membuat susu untuknya, tumben lama. Hikaru tidak tau saja, Haruto belum mengumpulkan semua nyawanya. Ia masih mengantuk. Sungguh.
Dan tak lama kemudian, penantian Hikaru pun selesai. Haruto datang padanya dengan segelas susu. Tidak tidak. Hikaru sudah tidak menggunakan botol lagi. Haruto duduk di samping kursi Hikaru dan membantu pangeran kecilnya itu meminum susunya.
"Sudah?"
Hikaru mengangguk. Haruto lalu beranjak mencuci gelas Hikaru. Menggendong anak itu untuk tidur kembali di kamarnya. Ini masih dini hari.
Hikaru menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Haruto dan memainkan jemarinya random. Haruto tersenyum. Satu lagi sifat yang tidak menurun dari Haruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
•Young• [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔
Fanfiction"Pa, Hikaru mau mama." . . . ➷ - b×b - misgendering - bhs semi baku