Sesuai kesepakatan, Haruto kini berada si sebuah cafe yang Yedam maksud. Ia bergegas karena merasa terlambat. Hikaru memintanya bermain dulu tadi saat anak itu sudah selesai mandi. Terimakasih kepada bundanya tersayang karena berhasil membujuk Hikaru sehingga Haruto bisa ke tempat Yedam.
Ting
Kaki jenjang Haruto pun melangkah masuk setelah sebelumnya memarkirkan motornya.
Netra Haruto berputar mengelilingi cafe untuk menemukan Yedam. Dan akhirnya sosok Yedam yang tengah terduduk menatap ke luar jendela tertangkap oleh indra penglihatnya.
Tak ingin membuang waktu, Haruto segera mendekat.
"Sudah menunggu lama?"
Yedam tersentak saat tiba-tiba sebuah suara low tone yang ia kenal didengarnya. Ia menoleh, tersenyum dan menggeleng.
"Belum. Ah, kau ingin memesan minuman dulu?"
Giliran Haruto yang menggeleng.
"Nanti saja. Ingin bicara apa?" tanya Haruto sembari mendudukkan dirinya di hadapan Yedam.
Yedam terdiam sejenak. Jemarinya bergerak acak diatas pangkuannya sebelum ia naikkan ke meja.
"Sebenarnya, hari di mana aku terlambat datang ke pra-sekolah kemarin, malamnya aku memimpikan sesuatu."
Sebelah alis Haruto terangkat. Ia menyadarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. Berpikir mengapa Yedam memberi tahunya hal seperti itu. Apa ia ada hubungannya dengan mimpi Yedam atau bagaimana?
"Mimpi? Mimpi apa?"
Yedam menatap kedua obsidian Haruto.
"Itu mimpi yang terlalu nyata dan- aneh. Aku ingin bertanya padamu soal mimpi itu. Sekedar memastikan apakah itu potongan memoriku atau bukan."
Haruto terdiam.
"Kau tak keberatan kan?" tanya Yedam.
Dan kali ini, Haruto hanya mengangguk saja. Yedam tersenyum melihatnya.
Kemudian, Yedam mulai bersuara. Menceritakan apa yang dimimpikannya malam itu. Begitu detail. Itu sebabnya Yedam yakin mimpinya bukan bunga tidur biasa. Jika iya, seharusnya dalam hitungan sepersekian detik saat ia bangun, ingatan tentang mimpinya sudah terhapus atau terpotong.
Haruto yang menyimak dengan seksama, tak mampu bereaksi apa-apa selain diam.
Yedam benar. Bunga tidur anak itu adalah potongan memorinya yang hilang.
Iya benar.
Malam di hari kelulusan Yedam saat itu, keduanya memang berada di rumah Haruto. Dan saat itu, orang tua Haruto memang sedang pergi. Perkataan Yedam soal rahim membuat Haruto terasuki entah apa.
Dengan bodohnya, Haruto, adik kelas yang notabenenya adalah kekasih Yedam, menarik namja Bang itu ke kamarnya. Dan hal yang seharusnya tidak mereka, tepatnya Haruto lakukan, justru dilakukannya. Dirinya seolah lupa konsekuensi apa yang harus keduanya terima. Ia melanggar janjinya sendiri.
Janji untuk menjaga Yedam.
"Jadi- apa itu benar?"
Pertanyaan Yedam menyadarkan Haruto. Ia menatap Yedam yang juga sedang menatapnya. Lidahnya kelu. Sekedar kata 'ya' tidak bisa ia keluarkan. Ketakutan nya jika Yedam membencinya terlalu besar. Padahal fakta yang Yedam tau belum seberapa. Tapi justru itulah poin utama yang membuat Haruto takut dibenci Yedam.
Bahkan jika semesta mengatakan Yedam bukan pembenci, Haruto tetap saja takut.
Kau tidak akan pernah tau, kapan seseorang mulai membenci.
KAMU SEDANG MEMBACA
•Young• [ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑎𝑚] ✔
Fanfiction"Pa, Hikaru mau mama." . . . ➷ - b×b - misgendering - bhs semi baku