Agi
Sabtu, 7 April 2018
Malam ini adalah malam yang dulu biasa, kini menjadi malam yang kurindukan sejak lama.
Malam di mana aku berkumpul dengan teman-temanku. Pertemanan kami erat sejak SMA--empat pemuda yang berambisi melanjutkan kuliah kedokteran, pada masanya. Kami menamai diri kami Mayo.
Mayo apa? Mayones? Diet Mayo? Bukan. Mayo yang dimaksud sebetulnya adalah singkatan nama kami berempat. Cringe, memang.
Dulu kami anggap itu keren. Seiring bertambah usia, kami menganggap itu konyol, tetapi kami tentu tidak punya waktu untuk mengganti nama geng. Intinya, apapun nama geng kami, aku bersyukur bisa kembali berkumpul malam ini, di sebuah restoran kopi.
Aku ingin membeberkan identitas anggota geng Mayo satu per satu. Sesungguhnya aku tidak pandai mendeskripsi, tetapi malam ini aku sedang berbahagia, jadi apa salahnya bercerita. Duduk manislah, simak perkenalan ini.
***
Pertama adalah huruf M.
Huruf M mewakili Marcellino Abraham Sanjaya Roring.
Marcell adalah playboy klasik yang selalu ada di setiap sekolah; rajanya tebar pesona. Juara umum pemberi harapan palsu. Motivasinya masuk kedokteran sungguh sederhana, supaya bisa lebih banyak menggaet wanita.
Sekarang, Marcell sedang kelimpungan disemprot pacar teranyarnya akibat melupakan rencana malam minggu berdua.
"Iya, Sayang. Ini aku lagi rapat sama arsitekku, Sayang," bohongnya.
Baik aku, Yudhis, maupun Dewa, kompak menahan tawa. Arsitek siapa? Arsitek yang mana? Kami ini dokter semua.
"He-eh, proyek yang itu, Sayang, yang di Bima itu ... Duh, gimana ya ... Pusing aku."
Marcell meraih gelar Sarjana Kedokteran dalam waktu nyaris tujuh tahun, lantas memutuskan untuk menyudahi, tidak lanjut ke jenjang koas. Artinya, Marcell adalah satu-satunya yang bukan dokter di antara kami. Ini sekaligus menjawab pertanyaan masyarakat awam, terkait; apakah mahasiswa kedokteran sudah pasti bekerja sebagai dokter nantinya? Jawabannya, tidak. Lihat Marcell, sekarang memutuskan untuk menjadi penerus bisnis keluarganya. Ia kini disibukkan dengan pembangunan resor di Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Kota Bima.
"Maaf ya, Astri Sayang ... Ini arsitekku emang rempong kayak emak-emak bawa vespa. Monyet bener dia ... tapi mau gimana, papiku udah terlanjur teken kontrak sama dia. Sabar ya, Sayang. Minggu depan aku janji, gak akan batalin rencana lagi, hm?" rayu Marcell dengan suara berat yang konon membuatnya sukses menjaring ratusan wanita.
"Kok Astri, sih? Perasaan minggu lalu namanya Karina!" ceplos Dewa lantang.
Marcell menatap Dewa murka, ia mengacungkan jari tengahnya. "Setan lo!" Mulut Marcell komat-kamit menyumpahi Dewa.
Selepas menutup telepon dengan sedikit drama akibat ceplosan Dewa, Marcell misuh-misuh.
"Bajingan!" sentak Marcell dongkol. "Sampai gue putus sama Astri, lo yang nanggung ya, De!"
"Nanggung apaan? Gue yakin lo masih punya back up plan, kan?" Dewa menenggak long black seperti meminum air putih. "Plan A, Astri. Plan B, Brenda. Plan C, Chacha." Dewa terbahak-bahak menyebut daftar mantan kekasih Marcell yang saking banyaknya bisa diurut seperti absensi kelas.
"Huruf apa tuh yang masih kosong, Cell?" godaku iseng.
"Huruf O. Ody kali, ya," tukas Marcell sambil melempar tatap penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between In Between ✔️ | ODYSSEY vol. 1
RomanceAman tapi tidak nyaman, atau nyaman tapi tidak aman? "Buat apa memilih salah satu jika bisa mendapat keduanya dalam satu waktu?" -- Orang pertama yang tidak tahu apa-apa, orang kedua yang mendua, dan orang ketiga yang masih rahasia. Perselingkuhan d...