Ody
Minggu, 6 Mei 2018
Di sinilah aku, di tengah hiruk pikuk pameran ibu dan anak yang terbesar di Jakarta. Berbagai stand menjajakan produk yang menarik. Ada sebuah panggung yang menjadi pusat atensi. Tambah ramai oleh suasana pengunjung yang hilir mudik, tambah meriah dengan anak-anak yang berlarian tanpa beban di arena bermain.
Hari ini adalah hari pameran yang sudah mati-matian kupersiapkan beberapa bulan ke belakang. Sayangnya akibat kelelahan, aku jatuh sakit. Tubuhku kehilangan energi, aku merasa lemas sepanjang waktu. Suhu tubuhku meningkat, kepalaku terasa berat. Hugo menyuruhku untuk beristirahat saja, tetapi aku bersikeras untuk tetap berpartisipasi secara fisik dalam pameran ini.
Lihatlah aku sekarang, terduduk lemah di kursi karena tidak sanggup berdiri melayani pembeli. Selembar masker dikaitkan di kedua telinga, guna menutupi hidungku yang entah mengapa merasa mual mencium bau-bauan. Anis--sepupu Hugo, dengan telaten menekan hand valley point--alias titik lembah antara telunjuk dan ibu jari--titik ini jika ditekan, dipercaya ampuh mengurangi sakit kepala.
Wanita yang tengah mengandung itu menatapku penuh welas asih. "Mbak Ody, nggak papa, kah? Apa gak sebaiknya pulang aja?"
"Aku nggak papa, Nis. Cuma kecapekan aja," senyumku.
Anis balas tersenyum. Pipinya bersemu merah. "Mbak Ody cantik. Kok mau sama Mas Hugo? Padahal Mas Hugo kayak kuda."
Aku terbahak menanggapi celetukan Anis.
"Balik ke sana, Mbak." Anis menyuruhku berbalik posisi membelakanginya. Aku menurut saja, lantas Anis memijat punggungku. "Mas Hugo itu walaupun gak begitu ganteng, tapi dia baik," gumam Anis samar.
Aku terkekeh. "Segitu gantengnya, lho."
"Mas Hugo bosen dibilang ganteng, Mbak. Sesekali dibilang jelek nggak papa, lah," gurau Anis.
"Memangnya ada ya, yang bosen dibilang ganteng?"
"Ya, Mas Hugo itu." Pijatan Anis berpindah ke bahuku. "Pokoknya Mas Hugo itu baik, asal jangan buat dia marah aja."
Aku berbalik, kini kembali menatap Anis. "Kenapa?"
Anis hanya tersenyum penuh arti.
***
Kehadiran Yudhis, Marcell, dan Dewa menginterupsi perbincangan aku dan Anis. Yudhis menyerahkan sebotol jus jeruk untuk Anis.
"Makasih, Pa!" sorak Anis ceria. Matanya berseri-seri. Yudhis mengacak rambut Anis, lantas ambil posisi duduk di sebelah istrinya, sementara Dewa dan Marcell duduk di hadapanku.
"Ody, lo lagi sakit ya? Kok pakai masker mulu?" tanya Marcell perhatian.
Serta merta, Dewa menoyor kepala Marcell. "Jangan mau sama dia, Dy. Dia baru putus satu jam yang lalu, udah mau cari mangsa baru aja."
"Hei, ini sudah jam satu siang. Gue putus jam sepuluh pagi tadi. Berarti gue sudah putus tiga jam, lah!" sanggah Marcell. "Dasar gak bisa matematika."
"Seenggaknya gue beneran jadi dokter. Lah, lo apa?" sahut Dewa pongah.
"Mulai ya, lo berdua." Yudhis memelototi Dewa dan Marcell. "Lagian Dewa belagu bener. Ke pameran doang kok pake snelli segala," ledek Yudhis pada Dewa yang sedang mengenakan white coat khas dokter.
"Heh! Ini juga gue pake karena mau ngisi talkshow, kali! Ini pun gue disuruh sama si bego yang satu ini." Dewa menoyor kepala Marcell.
Benar, dua jam lagi, akan ada talkshow tentang morning sickness yang akan diisi oleh Dewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Between In Between ✔️ | ODYSSEY vol. 1
RomanceAman tapi tidak nyaman, atau nyaman tapi tidak aman? "Buat apa memilih salah satu jika bisa mendapat keduanya dalam satu waktu?" -- Orang pertama yang tidak tahu apa-apa, orang kedua yang mendua, dan orang ketiga yang masih rahasia. Perselingkuhan d...