08. Bitter

225 28 1
                                    

Kedua lelaki itu hanya bisa menghela napas menyaksikan bagaimana salah satu sahabatnya sedang dilanda kegalauan hebat.

"Gue udah susah-susah bikinin lo mie, tapi gak lo makan?"

Jeri menoleh malas kearah Satria. "Iya ini mau dimakan."

"Padahal itu sebenernya mie kuah bukan mie goreng, tapi gara-gara lo anggurin kuahnya jadi hilang."

Narendra cuma bisa geleng-geleng kepala. "Gimana rasanya diselingkuhin?"

Gara-gara pertanyaan bodoh itu, ia langsung mendapat toyoran di kepalanya. "Menurut lo gimana, nyet, gue tanya? Manis gitu kayak gue?"

"Dih. Nih ya lo lihat kopi gue kan? Ini rasanya pahit. Pas gue minum sambil lihat lo," Narendra menyeruput sedikit kopinya, "jadi asem, cuk rasanya."

"Ketek lo tuh asem." Satria berdecak, "lo sih salah sendiri bego kok diembat semua. Pake tanya lagi gimana rasanya diselingkuhin. Lo tuh coba sendiri, minta Lili selingkuh sana."

Kedua alis Narendra bertaut, "kenapa jadi lo yang sensi dah, Sat?"

Suara helaan napas Jerico menghentikan perdebatan Satria dan Narendra.

"Dengerin kalian bacot tambah bikin kepala gue sakit. Gue pulang deh. Mau cari Boba."

Fyi, Boba adalah kucing Jerico yang hilang sejak seminggu lalu.

Satria dan Narendra hanya bisa menyenggol lengan satu sama lain. Saling menyalahkan.

"Lo sih."

"Maneh teh ngaca. Coba kalau maneh teu nanya begitu. Udah tau temennya lagi sensitif."

"Permisi, udah tutup ya?"

Ketiga lelaki itu menoleh bersamaan ke asal suara. Seorang gadis dengan tubuh setengah basah berdiri di depan pintu sembari mendekap seekor kucing dalam gendongannya.

"Boba?"

"Meoww..."

Kucing anggora berburu oranye itu segera meloncat dari gendongan si gadis. Kucing itu mengenali suara majikannya.

Jerico segera menghampiri buntelan bulu itu. Ia segera membawa kucingnya kedalam dekapan. Tak peduli meskipun bulu Boba dipenuhi banyak lumpur basah. "Ya Allah Boba! Kemana aja lo, cing!"

"Meoww..."

"Lo kenapa tiba-tiba jadi kucing my trip my adventure gini sih?! Lo abis nyemplung comberan mana?! Ya Allah, Bob, seminggu gue nyariin elo! Bandel banget jadi kucing!"

Memang sih Satria dan Narendra tau kalau Jerico sangat menyayangi kucingnya, tapi kasihan juga kalau si Boba di dekep lama-lama di ketiak babunya.

"Anu.. itu kucing lo?"

Jerico mengusap air matanya, lalu menoleh kearah gadis berambut panjang coklat itu. Cowok itu mengangguk pelan.

"Oh, syukurlah.. gue tadi lihat dia kehujanan, terus karena nggak tega, jadi gue bawa aja."

"Makasih, ya, gue kira gue gak bakal ketemu lagi sama kucing gue," kata Jerico dramatis.

Gadis itu tersenyum canggung. "Iya sama-sama. Emm... sebenernya ini cuma tebakan gue aja sih, tapi kayaknya kucing lo hamil."

"..........."

Semua orang dalam ruangan itu terdiam. Satria dan Narendra saling melempar pandang, sedangkan sang empunya kucing hanya bisa melongo dengan mulut terbuka lebar.

"HAH?!"

***

"Kalau kata gue sih kayaknya kucing yang ada di gang kecil sebelah. Yang warna item putih itu, atau yang oren."

Sun & His Shine ✓ || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang