05. A New Home

255 32 1
                                    

warning : mentioned self harm.

***

Kakinya itu secara tidak sadar membawa tubuhnya berdiri, lalu dengan begitu saja, Java menjadi orang pertama yang bertepuk tangan untuk penampilan abangnya. Anak laki-laki lain yang duduk di meja yang sama pun ikut berdiri. Ia ikut bertepuk tangan setelah berhasil menenangkan emosinya yang membuncah. 

Satria meraih mikrofon, laki-laki itu lalu berdeham. "Terima kasih atas apresiasinya. Yang kopinya dingin karena terlalu lama dicuekin, monggo boleh pesan lagi." Lalu dengan begitu saja suara gelak tawa segera memenuhi tiap sudut Aurora

Setelah merasa cukup menyapa para pelanggannya sore itu, Satria segera mematikan mikrofon dan beralih menyalakan music player. Lantunan lagu milik The 1975 pun segera mengambil alih suasana. 

"Bang, pesan susu coklat nya dua."

Satria menoleh, lalu dengan semena-mena ia menjitak pelan kepala laki-laki yang lebih muda darinya itu. "Gak gratis ye, cil."

Java mendengus, "kikir amat."

"Biarin. Pakai whipe cream gak?"

Senyum pemuda itu mengembang seketika, "pakai! Eh, bentar. Genta, lo suka whipe cream?"

Satria ikut menengok kearah pemuda dibalik tubuh adiknya waktu adiknya itu menoleh ke belakang.

"Suka," anak itu menyahut lirih.

"Widih, siapa nih?" Dengan sok akrab nya, Satria menghampiri Genta lalu merangkul pundak pemuda itu seolah-olah mereka sudah kenal dekat sebelumnya.

Java menghela napas, "bang, jangan sok akrab gitu deh."

"Kunaon sih? Temennya Java? Namanya siapa?"

Anehnya, Genta tidak segera menjawab. Anak itu malah diam saja. Dirinya pun tidak mengerti sejak kapan ia bisa jadi seorang pendiam seperti itu.

"Gentala.. Cipta.. Ivander," Satria membaca sendiri name tag itu, karena yang ditanyai terlalu lama diam.

"Ohhhh.. Cipta?"

"Bang jangan sembarangan manggil orang gitu deh!" Java berdecak. "Orang nama panggilannya Genta!"

Satria mengedikan bahunya acuh, "terserah abang lah. Beda itu keren! Lagian lucu tau, Cipta. Ya kan?"

Genta tersentak, "Terserah lo aja, bang."

"Tuh!" Ujar Satria penuh kemenangan.

"Apasih, bang. Sok akrab banget," sang adik mencibir.

"Ke sok akrab-an abang yang bikin abang punya banyak temen. Punya banyak temen artinya punya banyak relasi. Punya banyak relasi artinya punya banyak keuntungan."

Java lagi-lagi mencibir, "maksudnya punya banyak orang dalem kali."

"Nah itu bahasa kasarnya!" Satria tertawa terbahak-bahak, padahal juga tidak ada yang lucu.

Di sisi lain, Genta hanya diam saja. Sejujurnya ia bingung dengan apa yang sedang terjadi disini. Jadi, sebenarnya apa hubungan Java dengan pria yang sedang merangkul pundaknya ini? Mereka terlihat sangat akrab. Bahkan Java yang tidak banyak bicara pun mendadak jadi cerewet saat berbicara dengan laki-laki ini.

Java kembali bersuara saat tawa abangnya itu mereda. "Genta, dia abang gue sekaligus yang punya cafe ini."

"Hah? Oh, gitu.." Genta sedikit terkejut. Pasalnya dirinya sama sekali tidak menemukan kemiripan antara dua laki-laki itu. Mereka seperti dua kutub magnet yang sangat bertolak belakang.

Sun & His Shine ✓ || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang