02. Milkita Melon

359 42 1
                                    

Jam alarm berdering memekikkan telinga, memaksa siapa saja yang mendengarnya untuk segera bangun. Hal itu juga berlaku bagi Java Daniswara Caraka. Anak itu bahkan sudah lebih dulu bangun sebelum dering alarm berbunyi.

Saat membuka mata di pagi hari harusnya hal yang orang-orang lihat pertama kali adalah cahaya matahari yang masuk menembus jendela kamar, namun hal itu tidak berlaku bagi Java. Hitam, gelap. Hanya dua hal itu yang dapat Java lihat. Meskipun begitu, setiap pagi anak itu tak pernah lupa bersyukur kepada Sang Kuasa atas setiap tarikan napas yang ia punya. Tidak apa, merasakan hangat sinar mentari saja sudah cukup baginya.

Dengan langkah gontai, ia meraih tongkat berwarna putih dengan corak garis merah horizontal yang selalu setia menemaninya kemana saja. Anak itu berjalan menuju kamar abangnya, tentu saja berniat membangunkannya.

Java menggoyang goyang kan tubuh abangnya yang masih tertidur dengan pulas. "Bangun bang. Abang ngga ngampus?"

"Hnghh.. Bentar lagi, 5 menit," sahut Satria masih dengan kedua mata terkatup.

Anak itu hanya menghela napas. "Lima menit ngga bangun, aku siram air gentong," ancamnya. Pada akhirnya pria yang lebih muda itu hanya bisa berlalu meninggalkan kamar sang abang.

Seperti hari hari biasanya, setelah membangunkan abangnya Java bergegas menuju ke halaman belakang rumahnya. Setiap pagi ia rutin menyirami tanaman-tanaman milik mendiang mamanya. Meskipun sudah ditinggal pemiliknya selama kurang lebih 6 tahun, namun tanaman-tanaman itu masih terus tumbuh dengan baik. Meski sang empunya telah pergi, namun kenangan harus tetap dijaga dengan baik bukan?

"Selamat pagi dunia tipu-tipu!" Tiba tiba Satria berteriak tepat di kuping adiknya. Java pun reflek menyiramkan botol air yang ia bawa ke wajah sang abang.

"Anjir tiris!" Satria terkaget, apa ngga ada cara mandi yang lebih baik?

"Salah sendiri ngagetin."

"Padahal gue udah berencana ngga mandi hari ini," sungut Satria.

"Jorok!"

"Jangan salah, ketek abang wangi. Mau nyium?"

"Dih, najis!"

Java berlalu meninggalkan sang abang yang masih tertawa puas karena berhasil menggodanya. Ia sudah sangat terbiasa dengan segala macam kejahilan Satria. Rutinitas wajib Satria setiap pagi adalah menggoda Java. Membuat orang kesal adalah bakat alami yang ia miliki sejak lahir.

"Mau kemana, dek?"

"Cari cicak. Ya mandilah!"

"Oh, kirain. Mau abang buatin sarapan apa?" Tanya Satria sebelum sang adik pergi untuk mandi.

"Apa aja aku suka," jawab sang adik singkat.

"Omelet?"

"Enak tuh keknya."

Satria tersenyum lebar. Ia dan adiknya sudah terbiasa hidup sederhana. Bisa makan sesuap nasi saja sudah sangat bersyukur. Sebagai adik, Java juga tidak pernah menuntut yang macam macam pada sang abang. Masakan sederhana dari Satria sudah sangat cukup untuk membuat perutnya kenyang.

Satria pintar sekali memasak. Sebenarnya dulu tidak, tapi keadaan yang menuntutnya seperti itu. Java sebenarnya juga ingin sekali bisa memasak, tapi kalian tau sendiri kondisinya tidak memungkinkannya untuk bekerja di dapur, yang ada nanti dirinya malah berakhir membakar dapur.

❥︎❥︎❥︎

❥︎❥︎❥︎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sun & His Shine ✓ || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang