Setiap orang itu, pasti punya ciri khas masing-masing, punya Hobi dan punya mimpi yang berbeda.
Alma Nurul Hidayah, gadis cantik berusia delapan belas tahun ini, memiliki sikap bak pria. Sering menggunakan baju kekurangan bahan, serta membuat model baru, pada celananya sendiri. Bukan sampai di situ, dia juga sering bergaul dengan lawan jenisnya, bukan karena dia itu perempuan murahan, tetapi begitulah ciri khasnya. Bukannya setiap orang mempunyai ciri khas sendiri?
"Mama dan Papa mau, kamu masuk ke Pesantren," terang wanita paruh baya itu, pada gadis berpakaian bak rocker di hadapannya. Alma.
"Nggak, nggak, nggak! Alma nggak mau masuk pesantren, titik!" Setelah membantah kedua orang tuanya, lantas gadis itu berlalu pergi. Namun dengan cepat, tangan Sang Ayah mencekalnya. "Semakin kamu menolak, semakin itu pula Papa dan Mama yakin, untuk memasukkan kamu ke Pesantren. Besok kamu akan berangkat."
Pria paruh baya itu berjalan menuju kamar, sedang Sang Istri masih di hadapan Putrinya. "Ma, jangan masukin Alma ke pesantren lah ... Atau, sekarang Mama udah nggak sayang sama Alma?" Gadis itu berjalan, sambil mengelilingi tubuh Mamanya, tidak lupa dengan memasang wajah melasnya.
"Bukan begitu Alma, justru Mama melakukan ini, karena Mama itu sayang banget sama kamu, dengan kamu Mondok, pasti kamu akan mendapatkan ilmu agama yang lebih, serta didikan yang ketat. Mama dan Papa, Cuma nggak mau kamu itu terjerat kepada hal-hal yang justru nantinya, malah merugikan kamu. Ingat Alma, kita berada di Zaman Milenial, tentu saja ... pergaulan di Zaman sekarang itu lebih membahayakan. Tuntutlah ilmu di sana, jangan pulang jika belum membawa ilmu yang berguna." Aisyah, Mamanya Alma langsung pergi begitu saja, meninggalkan Sang Putri, yang tengah menggerutu tidak jelas.
"Apaan coba, gini-gini gua itu bisa jaga diri baik-baik, emang di kiranya gua itu cewek murahan yang kayak cabe-cabean," gerutu Alma.
Tiba-tiba benda pipih di dalam saku celananya itu berbunyi, membuat Alma ingin segera mengambilnya. "Aldi." Lengkungan sabit, itu tercipta setelah membaca Nama yang tertera.
[Sayang, kamu dimana? Udah otw atau belum? Kalau belum aku jemput ya,] ucap seorang Pria di seberang, yang tak lain adalah Aldi.
Tiba-tiba ponsel yang berada di genggaman Alma, langsung di ambil paksa oleh Papanya. "Apaan sih Pa, nggak lucu tau. Balikin handphonenya Alma." Gadis bertubuh semampai, itu berusaha menggapai handphone kesayangan miliknya, dari Papanya. Namun, sayangnya tak berhasil Gadis itu raih.
"Dengarkan saya baik-baik, jangan pernah kamu hubungi lagi putri saya, mengerti?" ucap Ibnu kepada Aldi.
[Tapi-]
Belum selesai Aldi berbicara, panggilan itu telah dimatikan sepihak oleh Ibnu. "Ni, handphone kamu," ucapnya kepada Sang Putri, sambil menyodorkan benda pipih, yang di belakangnya terdapat gambar apel di gigit.
'Pletak'
Bunyi kuat itu timbul, kala Alma melemparkan Ponselnya sembarang. "Cukup ya Pa, cukup Papa itu masukkan Alma ke pesantren ... jangan juga memilihkan Alma sahabat, Alma bisa cari sendiri!"
Alma langsung pergi menuju kamarnya, tak tahan lagi dengan ulah sang Papa. Bukanlah semua orang tua menginginkan Anaknya bahagia? Yaa ... itu juga yang di inginkan oleh Ibnu, papanya Alma.
"Papa jahat, Papa udah nggak sayang lagi sama Alma," isaknya.
.
Berbeda dengan seorang Pria berpeci ini, yang hari-hari harus di isi dengan materi yang harus ia kajikan kepada Santri. Muhammad Ilham Akbar, yakni seorang tenaga pengajar di pondok pesantren Salafiyah, yang bernama Al-Hidayah. Ustaz lajang ini, memiliki sikap tanpa ingin memberikan toleransi, siapapun yang ketahuan terlambat, atau tidak mengerjakan tugas, maka wajib mendapat takziran (hukuman), hingga sikap inilah yang membuatnya, di cap oleh kalangan Santri, sebagai Ustaz Galak.
"Dua puluh lima tahun, itu sudah cukup untuk kamu berkeluarga Ham," ucap Gus Abizar, yakni kakaknya Ustaz Ilham.
"Nah, betul itu kata Masmu, Ummi juga kepingin nimang cucu darimu, Ilham." Begitu saja setiap hari, tak ada kata lain yang terdengar di telinga Ustaz Ilham, Menikah dan menimang cucu.
"Ilham masih belum siap berkeluarga Mi, cari yang benar-benar cocok itu sulit," terang Ustaz Ilham. Lalu, Pria itu menyeruput secangkir teh hangat, di hadapannya.
"Apa lagi toh Ham, yang kamu tunggu? Keburu masuk kepala tiga, gimana? Setiap di tanya jawabnya nanti, nanti, tunggu ada yang pas," terang Gus Abizar.
Ilham masih terdiam, mendengarkan penuturan dari Sang Kakak dan Umminya. "Jangan di tekan terus toh, si Ilhamnya, nanti juga kalau udah ketemu yang pas, pasti langsung akad. Betul begitu, Lee?" cela Abah Usman, sambil bertanya pada Sang Anak.
"Nah, betul itu. Aku pasti nikah, tapi ... ya nanti, belum sekarang," balas Ustaz Ilham, menimbali.
Keduanya hanya mengangguk. "Tapi, jangan lama-lama ya Ham," ucap Ummi Khadijah.
"Na'am Ummiku sayang," balas Ustaz Ilham, sambil terkekeh kecil.
"Lah, Ummi takut banget kalau Ilhamnya nggak nikah?" tanya Abah, pada Sang Istri.
"Bukan begitu Abah, tapi liat tuh si Marwan, udah punya anak aja, padahalkan baru nikah tahun lalu."
"Itu mah, tergantung rezeki Ummi, mungkin itu emang rezekinya si Marwan."
"Si Ilham pasti juga begitu, kalau dia udah nikah tahun lalu, pasti udah dapat momongan," ucap Ummi Khadijah.
"Sabar Ummi, tahun ini Mas Ilham pasti nikah. Ya 'kan Mas?" tanya Fatimah, sambil mengedipkan sebelah matanya. "InsyaAllah ...," jawab Ilham seadanya, lalu merangkul pundak Sang Adik.
Iya, Ilham bersikap seperti layaknya bunglon, selalu berubah-ubah setiap saat, mungkin ... itu pula, yang membuatnya menjadi istimewa di kalangan santri Putri. Selain hanya mengandalkan karisma ketampanannya.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Santriwati Tomboy VS Ustaz Galak (On Going)
RomanceDimana cinta harus di mulai, pada pertemuan pertama kali di gerbang Penjara suci. Pertemuan seorang Gadis Tomboy, dengan seorang Ustaz muda yang menjiwai sifat galaknya itu. Cemburu tak karuan saat mengetahui Sang Ustaz galak telah menghitbah gadis...