4. Santri unik

1.4K 127 4
                                    


Santriwati Tomboy VS Ustaz Galak.

Berada di akhir pekan, memang terkadang membuat diri ini merasa bosan, yang mana kegiatan setiap paginya harus aku jalankan, justru pagi ini harus dihilangkan ingat, hanya pagi ini, karena hari esok semuanya akan berjalan seperti semula.
Terdengar suara dari pengurus yang memanggil Nama-nama Santri yang di harapkan untuk menemui Kedua orangtuanya, yang hendak menjenguk setiap pada akhir pekan. Inilah salah satu keistimewaannya nyantri, mereka harus rela merindu sampai tiba waktunya bertemu.

Sorot mataku terhenti saat melihat seorang Gadis itu berjalan mengekori temannya, wajahnya terlihat murung entah kenapa, tak berani aku melihat ke arahnya lama, karena di sebelahku ada Ummi yang menemani. "Ada pemandangan opo to Le di sana?sampe sampean rak iso mengalihkan pandangan ke arah lain." Nah, benarkan dugaanku, Ummi pasti lama-lama akan curiga denganku.

"Nddak Mi, cuma liat Kang Santri itu loh, lagi kangen-kangenan aja sama kedua orangtuanya," balasku sambil nyengir kuda.

Ummi terlihat mengangguk menanggapi. "Oh ya, lusa Ning Alifa dan keluarganya akan datang kemari, kamu masih ingatkan dengan perjodohan di antara kalian kemarin?" tanya Ummi memastikan.

"Nggeh," balasku lalu menunduk. Entah kenapa, setiap membahas soal Ning Alifa, aku merasa ... sedikit kurang tertarik saja, seperti ada hal yang sedikit mengganjal padahal sebelumnya aku tak pernah seperti ini, merasa ragu saja dengannya.

"Ummi yakin Ning Alifa akan menerima khitbahan Ilham?" tanyaku, pada Wanita yang 'ku tebak berusia setengah abad itu.

"Mana mungkin dia menolak, Kiyai Ibrahim sendiri yang memastikannya Le. Ono opo toh, sampean kok kelihatannya ragu-ragu?" tanya Beliau lagi.

"Nddak, Ilham cuma ingin memastikan," jawabku sambari terkekeh pelan.

Ummi juga ikut terkekeh. "Mana mungkin Ning Alifa bisa menolak Putra Ummi yang tampan ini," ucapnya sambil menepuk-nepuk pundakku.

"Kang, pinjam Headphonenya boleh?" Perbincanganku dan Ummi harus terhenti, karena kehadiran Fatimah, Adikku.

Lantas, aku langsung mengangguk kemudian meronggoh kantung baju. Setelahku dapati benda pipih itu, segera aku berikan padanya.

"Tumben pinjem Hp Masmu? Untuk apa memangnya?" tanya Ummi, mengintrogasinya.

"Buat di pinjam sama Alma, soalnya Hp yang biasanya sering digunakan untuk Para Santri telpon, lagi di pakai sama yang Mbak Santri yang lain, hehe," balasnya, sambil nyengir.

Aku dan Ummi hanya ber oh ria, memang beberapa minggu terakhir ini Fatimah cukup dekat dengan Santriwati tomboy itu. Namun sikapnya yang tomboy juga membuat dirinya terkesan sangat unik, berbeda dari Mbak Santri yang biasanya keseringan menggoda, justru dia malah bersikap seolah tak perduli.

Aku langsung menggelengkan kepala dua kali, lalu mengusap wajah sambil mengucap istighfar dalam hati. Kenapa aku malah memikirkannya, dasar Ilham bisa-bisa embel galakku bisa dicopot oleh Para Santri lainnya, jika ketahuan memikirkan Santriwati tomboyku itu. Untungnya Ummi sudah kembali ke dalam kerena di panggil oleh Abi, sedang Adik bungsuku sudah kembali untuk menemui Alma, jadi aku berada di zona aman, karena seorang diri disini.

"Gus," panggil Ustaz Agam padaku, ekspresinya terlihat begitu horor.

"Kenapa?" tanyaku padanya.

"Sampean kenapa senyum-senyum tadi, geli aku," jelasnya.

"Lah, bukannya senyum itu termasuk ibadah Gam?" tanyaku kembali padanya.

Ia terlihat menggaruk kepalanya, yang entah gatal atau tidak. "Ya tapi, nggak sendirian gini juga toh Gus, lagi pula njenengan itu lebih cool kalau galak," terangnya.

Aku menatapnya dengan sorot mata tajam, enak sekali dia bilang aku lebih cocok kalau galak, dia kira aku tak bisa tersenyum sama sekali apa?

"Mbonten Gus, njenengan tetap ganteng saat ekspresi apapun. Saya masuk dulu nggih? Assalamu'alaikum." Usai mengucap salamnya, rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak, tetapi takut dikira stres nttar.

.

"Gus, di dalam ilmu tajwid hukum bacaan nun mati atau tanwin apabila bertemu dengan huruf ba' wajib dibaca apa?" Alma, saat ini aku tengah mengajar di Madrasah, sekedar mengecek seberapa fasihnya mereka dalam membaca Al-Qur'an, karena jika salah, nanti akan berpengaruh pada maknanya juga.

"Iqlab," balasku sambil menatap ke arahnya datar.

Dia terlihat mencubit Siti, bagaimana tidak, gadis di sebelahnya itu lantas mendesah dan menatap ke arah Alma dengan sorot tajam. Setelah itu mereka berdua terlihat berbisik, dasar emang, nggak liat apa ada orang tua di sini.

"Kalau Gus, ketemu ana jadinya ijab," terangnya yang sontak menciptakan tawa seisi ruangan ini, entah kenapa rasanya aku tak bisa marah padanya, rona merah di wajah berusaha aku tutupi dengan wajah datar, jujur ... ini kali pertama dia menggombalku.

"Cie Alma, cie ...," sorak Mbak Santri lainnya.

"Jodoh emang, sama-sama pake baju warna maroon," celetuk Siti. Lantas aku pun melirik ke arah bajuku, rupanya memang benar-benar warna baju yang kami kenakan itu sama.

Alma terlihat menepuk jidatnya sendiri, sendari tadi berusaha membolak-balikkan ucapan temannya, namun sama sekali tak ada yang berhasil.

"Sudah-sudah ... Alma, hukum min mati bertemu dengan huruf ba' itu apa?" tanyaku kembali padanya, sambil menaikkan sebelah alis.

Dia terlihat membuka lembaran mushaf yang paling akhir, karena di sana terdapat hukum bacaan tajwid.

"Ikhfa' Safawi Gus," balasnya.

"Tetapi kalau saya dan kamu itu jadinya, idgom mutaqorribain yakni dua huruf yang berdekatan." Sengaja aku membalas gombalannya tadi, senang rasanya bisa membuatnya kesal.

Rasanya ingin sekali tertawa puas, melihat ekspresi wajah Mbak Santri sekarang, sepertinya mereka tak percaya dengan hal apa yang baru saja aku ucapkan barusan. Membalas gombalan Santriwati yang sebelumnya tak pernah terjadi. Santriwati tomboyku ini memang sangat unik.

Seusai pulang dari Madrasah, tak sengaja aku berpapasan dengan Santriwati tomboy itu, sekarang ia tengah berjalan berdampingan dengan Siti. Mereka berucap salam kala menyadari kehadiranku.

Setelah menjawab salam dari keduanya, sorot mataku kembali tertuju pada Gadis itu. "Apa maksud kamu tadi? Sopankah seorang Santriwati bersikap begitu pada Ustaznya?" tanyaku padanya.

"Kepepet guanya, sesuai perjanjianku dan Siti tadi, katanya kalau gua berani gombalin Ustaz nanti bakal di traktir pecel lele," balasnya santai.

Mataku membulat sempurna, apa pecel lele? Semurah itu kah aku hingga di samakan dengan makanan itu?

"Kenapa kamu mau?" tanyaku yang masih ingin mengoreknya lebih dalam lagi.

"Soalnya uang transferan gua cuma cukup sampai besok, Mama belum transfer lagi soalnya. Intinya 'kan Ustaz pernah bilang, rezeki itu nggak boleh di tolak." Usai menjawab pertanyaanku lantas ia pergi meninggalkanku, sedang Siti sudah pamit lebih dulu sejak tadi.

.

Hakikatnya manusia hanyalah bisa menerima, apapun itu yang telah Allah berikan kepadanya.
Ia selalu di tuntut untuk selalu bersyukur, baik dalam keadaan suka ataupun duka.
Karena Sang pencipta akan memberikan apa yang ia butuhkan, bukan yang Ia inginkan.

~Kang Ilham~


Jangan lupa tinggalkan jejakmu yang cantik, ganteng. Vote juga kalau bisa, nggak rugi kok💙


Santriwati Tomboy VS Ustaz Galak (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang